Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
JAKARTA, DDTCNews – Sejumlah anggota Komisi XI DPR RI mengusulkan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati agar memperluas jenis plastik yang akan dikenai cukai, bukan hanya kantong kresek.
Anggota Komisi XI DPR Dolfie OFP mengatakan jenis plastik lain yang juga bisa dikenai cukai adalah botol plastik. Alasannya, waktu urai botol plastik mencapai 20 tahun, lebih lama ketimbang kantong plastik yang membutuhkan 10 tahun.
"Kalau kita concern terhadap persoalan lingkungan, seharusnya hal-hal yang lebih sulit didaur ulang yang menjadi prioritas. Apa karena kita tidak berani menghadapi Aqua atau Le Minerale, dan perusahaan yang lain? Kenapa tidak objek plastik itu diperluas, semua plastik," katanya, Rabu (19/2/2020).
Dolfie menilai penambahan jenis plastik yang dikenai cukai pun akan berdampak pada penerimaan negara. Menurut data yang dimilikinya, kerugian negara akibat sampah plastik mencapai Rp28 triliun pada 2018. Nilai itu terlalu tinggi dibanding potensi penerimaan negara yang hanya Rp1,6 triliun per tahun.
Usul serupa juga disampaikan anggota Komisi XI lainnya, Vera Febyanthy. Dia bahkan mengusulkan jenis barang lain menjadi objek cukai, seperti sedotan plastik dan pembungkus makanan styrofoam.Ekstensifikasi objek cukai untuk Indonesia, termasuk plastik, pernah dikaji oleh DDTC dalam Working Paper DDTC No. 1919.
Menanggapi hal itu, Sri Mulyani menjelaskan pemerintah sempat membuat kajian tentang pengenaan cukai pada beberapa produk plastik, termasuk botol plastik. Meski bahayanya tak kalah dibanding tas kresek, saat ini sudah semakin banyak jenis botol plastik yang mudah untuk didaur ulang.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyebut pemerintah memilih memulai kebijakan memungut cukai kepada kantor plastik. Dia beralasan, proporsi kantong plastik mencapai 62% dari keseluruhan sampah yang dibuang masyarakat.
"Pemerintah sedang meningkatkan optimisme karena tekanan ekonomi sedang tinggi. Kita tidak ingin menambah shock karena concern pada lingkungan juga meningkat. Kita ingin mencari titik tengah," katanya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.