PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA (2)

Bagaimanakah Bentuk dan Sifat Surat Paksa?

Redaksi DDTCNews | Senin, 05 Oktober 2020 | 16:28 WIB
Bagaimanakah Bentuk dan Sifat Surat Paksa?

PENAGIHAN pajak merupakan tindakan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), selaku otoritas pajak di Indonesia, untuk memastikan kepatuhan seluruh wajib pajak. Pada praktiknya, proses dimulai dari upaya penagihan pajak yang masih bersifat persuasif seperti teguran atau peringatan.

Apabila seorang penanggung pajak masih juga belum melunasi utang pajaknya, otoritas pajak akan mulai melakukan tindakan penagihan pajak yang lebih keras. Tindakan yang lebih keras tersebut, seperti penagihan seketika, penagihan sekaligus, hingga mengeluarkan surat paksa.

Tindakan tersebut dilakukan sebelum pada akhirnya otoritas pajak terpaksa melakukan tindakan yang lebih keras lagi, yaitu dengan melakukan pencegahan, penyitaan, atau penyanderaan terhadap penanggung pajak.

Baca Juga:
Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP

Sifat Surat Paksa
SURAT paksa adalah sebuah surat yang berisi perintah terhadap seorang penanggung pajak untuk membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Upaya tersebut, merupakan upaya terakhir sebelum otoritas pajak melakukan tindakan penagihan pajak secara paksa terhadap penanggung pajak.

Lantas, apakah yang membedakan upaya penagihan pajak menggunakan surat paksa dengan upaya-upaya sebelumnya seperti penagihan seketika atau penagihan sekaligus?

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 tahun 1997 s.t.d.t.d. Undang Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa), penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh jurusita pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak.

Baca Juga:
Otoritas Ini Usulkan Perubahan Aturan Pencegahan WP ke Luar Negeri

Hal tersebut tentu berbeda dengan penagihan pajak menggunakan surat paksa yang jelas menetapkan tanggal jatuh tempo bagi penanggung pajak untuk melunasi utang pajaknya.

Selain itu, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU PSPP, surat paksa memiliki kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan pajak yang telah berkekuatan hukum tetap.

Surat paksa memiliki kekuatan hukum yang sama dengan grosse putusan hakim dalam perkara perdata sehingga terhadap surat paksa tidak dapat diajukan banding. Terlebih, surat paksa juga memiliki sifat in kracht van gewijsde yang artinya telah berkekuatan hukum yang pasti.

Baca Juga:
Kejaksaan Bantu Pemkab Pulihkan Keuangan Daerah Rp9,8 Miliar Tahun Ini

Oleh karena itu, dari segi sifatnya, surat paksa memiliki sifat yang cenderung lebih kuat serta lebih memaksa ketimbang upaya penagihan pajak sebelumnya. Hal ini dikarenakan kedudukannya setara dengan putusan hakim. Surat paksa langsung dapat dilaksanakan tanpa bantuan putusan pengadilan lagi dan tidak dapat diajukan banding.

Bentuk Surat Paksa
JIKA dilihat dari bentuknya, surat paksa tidak jauh berbeda dengan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus. Pada dasarnya, surat perintah penagihan seketika dan sekaligus memuat hal-hal yang tidak jauh berbeda dari surat paksa, yakni:

  1. nama wajib pajak, atau nama wajib pajak dan penanggung pajak;
  2. besarnya utang pajak;
  3. perintah untuk membayar; dan
  4. saat pelunasan pajak.

Sementara itu, mengenai bentuk dan isi dari surat paksa sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) dan (2) UU PSPP, surat paksa harus dikepalai dengan kalimat "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA".

Baca Juga:
Tagih Utang PBB, Kejaksaan Berhasil Kumpulkan Rp767 Juta dari WP

Surat paksa setidaknya harus memuat beberapa informasi, antara lain nama wajib pajak atau nama wajib pajak dan penanggung pajak; dasar penagihan; besarnya utang pajak; dan perintah untuk membayar.

Berdasarkan uraian di atas, perbedaan antara surat paksa dengan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus adalah surat paksa harus memuat dasar-dasar dilakukannya penagihan dengan surat paksa.

Hal tersebut dilakukan untuk mempertegas penanggung pajak yang bersangkutan telah diberi teguran, peringatan atau terhadapnya telah diberikan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus, sehingga telah layak untuk diberikan kepadanya surat paksa.

Baca Juga:
Lakukan Penagihan, KPP Sampaikan Surat Paksa kepada Wajib Pajak

Dari sisi fungsi, surat paksa dapat digunakan untuk menagih semua jenis pajak, baik itu pajak di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Selain itu, surat paksa juga memiliki fungsi ganda, yaitu dapat digunakan untuk menagih pajak dan menagih yang bukan pajak seperti biaya-biaya penagihan.

Pada praktiknya, penagihan pajak dengan surat paksa dapat dilanjutkan dengan tindakan yang lebih keras, seperti penyitaan, penyanderaan, atau pencegahan jika penanggung pajak yang bersangkutan masih belum juga membayar utang pajaknya sampai batas waktu yang ditentukan.

Simpulan
SECARA garis besar, surat paksa memiliki sifat yang cenderung lebih keras dibandingkan dengan upaya-upaya penagihan pajak sebelumnya. Sebab, surat paksa memiliki kekuatan hukum yang setara dengan keputusan Pengadilan Pajak yang telah berkekuatan hukum tetap.

Baca Juga:
Kejar Target Penerimaan Pajak Daerah, Pemda Optimalkan Penagihan

Dalam surat paksa juga terdapat ketetapan yang mewajibkan seorang penanggung pajak untuk menunaikan kewajibannya dalam jangka waktu yang relatif pendek sebelum dilakukannya upaya paksa oleh otoritas pajak.

Meskipun demikian, dari bentuknya, tidak banyak perbedaan terkait dengan hal-hal yang harus dimuat, kecuali pada surat paksa harus dimuat dasar-dasar dilakukannya penagihan pajak dengan cara tersebut.*

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP

Minggu, 22 Desember 2024 | 11:30 WIB KABUPATEN GIANYAR

Kejaksaan Bantu Pemkab Pulihkan Keuangan Daerah Rp9,8 Miliar Tahun Ini

Minggu, 22 Desember 2024 | 10:00 WIB KABUPATEN KEBUMEN

Tagih Utang PBB, Kejaksaan Berhasil Kumpulkan Rp767 Juta dari WP

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?