MELALUI Perdirjen Pajak No.PER-10/PJ/2020, pemerintah memperluas cakupan layanan yang dapat disediakan penyedia jasa aplikasi perpajakan (PJAP). Perluasan tersebut ditujukan untuk menyelaraskan kebijakan penyediaan layanan perpajakan dengan ketentuan pencegahan Covid-19.
Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi Ditjen Pajak (DJP) Iwan Djuniardi menyatakan perluasan layanan tersebut menguntungkan wajib pajak dan otoritas pajak. Pasalnya, perluasan ini dapat mendistribusikan beban sistem elektronik DJP yang meningkat drastis selama pandemi Covid-19.
Lantas, sebenarnya apa yang dimaksud dengan PJAP?
Definisi
BERDASARKAN Pasal 1 angka 3 Perdirjen Pajak No.PER-11/PJ/2019 s.t.d.t.d Perdirjen Pajak No.PER-10/PJ/2020, penyedia jasa aplikasi perpajakan (PJAP) adalah pihak yang ditunjuk Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak untuk menyediakan jasa aplikasi perpajakan bagi wajib pajak.
Adapun yang dimaksud dengan aplikasi perpajakan adalah aplikasi yang terhubung secara langsung dengan sistem informasi DJP. Wajib pajak dapat menggunakan aplikasi perpajakan ini untuk melaksanakan hak dan/atau kewajiban perpajakannya.
Selain itu, PJAP juga dapat menyediakan jasa aplikasi penunjang bagi wajib pajak. Aplikasi penunjang ini adalah aplikasi yang tidak terhubung secara langsung dengan sistem informasi DJP. Aplikasi penunjang ini lebih ditujukan untuk mendukung penggunaan aplikasi perpajakan.
Jenis Layanan
MERUJUK Pasal 2 ayat (2) Perdirjen Pajak No.PER-11/PJ/2019 s.t.d.t.d Perdirjen Pajak No.PER-10/PJ/2020, terdapat 6 jenis layanan yang dapat disediakan PJAP. Pertama, pemberian nomor pokok wajib pajak (NPWP) untuk wajib pajak orang pribadi karyawan.
Layanan ini merupakan kegiatan penyediaan saluran tertentu bagi orang pribadi yang tidak memiliki usaha atau pekerjaan bebas yang akan mendaftarkan diri sebagai wajib pajak. Kedua, penyediaan aplikasi pembuatan dan penyaluran bukti pemotongan elektronik.
Layanan ini menyediakan perangkat lunak yang dapat digunakan untuk membuat bukti pemotongan elektronik. Selain itu, melalui layanan ini wajib pajak juga dapat membuat dan melaporkan surat pemberitahuan (SPT) masa pajak penghasilan (PPh) dalam bentuk dokumen elektronik.
Ketiga, penyelenggaraan e-Faktur Host-to-Host (H2H). Layanan ini menyediakan aplikasi atau sistem elektronik yang dapat digunakan oleh pengusaha kena pajak (PKP) untuk membuat faktur pajak elektronik.
Layanan yang ketiga ini juga dapat membantu wajib pajak membuat dan melaporkan SPT masa pajak pertambahan nilai (PPN) dalam bentuk dokumen elektronik. Keempat, penyediaan aplikasi pembuatan kode billing.
Layanan ini menyediakan aplikasi atau sistem elektronik yang terhubung dengan sistem billing DJP. Melalui layanan ini wajib pajak dapat melakukan permintaan penerbitan kode billing atas suatu jenis pembayaran atau penyetoran pajak.
Kelima, penyediaan aplikasi SPT dalam bentuk dokumen elektronik. Keenam, penyaluran SPT dalam bentuk dokumen elektronik. Dua layanan ini memberikan opsi platform yang dapat digunakan wajib pajak untuk menyusun SPT sekaligus melaporkannya pada DJP.
Perluasan Cakupan Layanan
NAMUN, Berdasarkan Pasal 2 ayat 2A Perdirjen Pajak No.PER-10/PJ/2020 terdapat 3 layanan tambahan yang dapat disediakan oleh PJAP. Pertama, pemberian NPWP untuk wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan.
Kedua, penyediaan layanan validasi status wajib pajak. Layanan ini menawarkan bantuan untuk memvalidasi data NPWP di sistem DJP. Ketiga, penyediaan layanan aplikasi perpajakan lainnya sepanjang telah disetujui oleh DJP.
Adapun PJAP yang akan menambah cakupan layanan aplikasi perpajakan wajib mengajukan permohonan kepada DJP. Permohonan tersebut diajukan menggunakan Surat Permohonan dengan contoh format yang tercantum dalam Lampiran I huruf X Perdirjen Pajak No. PER-11/PJ/2019.
Penetapan PJAP
PASAL 2 ayat (1) Perdirjen Pajak No.PER-11/PJ/2019 s.t.d.t.d Perdirjen Pajak No.PER-10/PJ/2020 memang memberikan wewenang kepada Dirjen Pajak untuk menunjuk PJAP. Penunjukan ini ditujukan untuk memberikan kemudahan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi wajib pajak.
Dalam rangka penunjukan PJAP, Dirjen Pajak diharuskan menetapkan jumlah kebutuhan PJAP minimal 1 kali dalam 2 tahun. Penetapan tersebut selanjutnya akan dilaksanakan berdasarkan pertimbangan sumber daya dan kondisi pasar.
Hal ini berarti apabila dibutuhkan tambahan PJAP, Dirjen Pajak mengumumkan kebutuhan yang dimaksud melalui pengumuman pembukaan seleksi PJAP. Untuk dapat mengikuti seleksi ini PJAP harus mengajukan permohonan untuk ditunjuk sebagai PJAP
Permohonan tersebut disampaikan kepada Dirjen Pajak c.q. Direktur Teknologi Informasi Perpajakan dalam jangka waktu yang ditentukan. Adapun permohonan tersebut selanjutnya akan diproses melalui 5 tahapan.
Pertama, pengujian kelengkapan atas dokumen permohonan. Kedua, penilaian perencanaan bisnis (business plan). Ketiga, prakualifikasi teknis. Keempat, review rencana pengembangan aplikasi (development plan). Kelima, pengujian teknis.
Selain itu, PJAP juga harus memenuhi persyaratan administratif seperti memiliki NPWP dan telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP). Tidak hanya itu, terdapat pula persyaratan teknis yang harus dipenuhi seperti seluruh infrastruktur teknologi informasi harus berada di Indonesia. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.