Gedung Ditjen Pajak. (foto: DDTCNews)
JAKARTA, DDTCNews—Implementasi penggunaan e-Faktur 3.0 dan diterbitkannya surat edaran Dirjen Pajak mengenai petunjuk pelaksanaan insentif pajak Covid-19 menjadi topik terpopuler sepanjang pekan ini.
Ditjen Pajak (DJP) menyebutkan pelaporan SPT Masa PPN nantinya akan makin mudah bagi wajib pajak, terutama pengusaha kena pajak (PKP) dengan menggunakan e-Faktur 3.0 yang mulai berlaku penuh 1 Oktober 2020.
Pelaporan SPT Masa PPN ini akan semakin mudah karena dilakukan secara prepopulated melalui e-Faktur web based. Fitur tambahan ini diharapkan akan membantu wajib pajak melaporkan SPT secara benar, lengkap, dan jelas.
Selain itu, ada fitur prepopulated untuk mengurangi pekerjaan manual saat menginput data pajak masukan dan pemberitahuan impor barang (PIB). Semua data akan disediakan karena sistem DJP dan Ditjen Bea dan Cukai telah terhubung secara host-to-host.
Uji coba sudah dilakukan secara bertahap mulai Februari 2020 (4 PKP), Juni 2020 (27 PKP), dan Agustus (4.617 PKP). Mulai 1 Oktober 2020, e-Faktur 3.0 bakal diimplementasikan secara nasional untuk seluruh PKP.
Berita pajak terpopuler lainnya adalah mengenai pedoman pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 86/2020 tentang insentif pajak untuk wajib pajak terdampak pandemi virus Corona atau Covid-19.
Secara lebih terperinci, ada 12 ruang lingkup yang diatur dalam SE-47/2020. Pertama, pengertian. Kedua, tata cara pemberian insentif PPh Pasal 21 DTP. Ketiga, tata cara pemberian insentif PPh final berdasarkan PP 23/2018 DTP.
Keempat, tata cara pemberian insentif PPh Final atas penghasilan dari jasa konstruksi DTP. Kelima, tata cara pembebasan PPh Pasal 22 Impor. Keenam, tata cara pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25.
Ketujuh, ketentuan mengenai penyampaian kembali pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 DTP, permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) pemungutan PPh Pasal 22 Impor, dan/atau pemberitahuan pemanfaatan insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25.
Kedelapan, tata cara penyampaian laporan realisasi pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 DTP, PPh final DTP, pembebasan PPh Pasal 22 Impor, dan/atau pengurangan angsuran PPh Pasal 25.
Kesembilan, tata cara pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran PPN. Kesepuluh, ketentuan terkait kode klasififikasi lapangan usaha (KLU) yang mendapatkan insentif PPh Pasal 21 DTP, pembebasan PPh Pasal 22 Impor, pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25, dan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran PPN.
Kesebelas, ketentuan terkait perusahaan KITE, penyelenggara kawasan berikat, pengusaha kawasan berikat, dan pengusaha di kawasan berikat merangkap penyelenggara di kawasan berikat (PDKB) yang mendapatkan insentif pajak.
Kedua belas, tata cara pengawasan atas pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 DTP, PPh final DTP pembebasan PPh Pasal 22 Impor, pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25, dan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran PPN. Berikut berita pajak pilihan lainnya sepekan ini (21 Agustus-4 September 2020):
Pemerintah Sinkronisasi Data NIK dan NPWP, Ini Kata Dirjen Pajak
Pemerintah tengah berupaya menggabungkan data nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) menjadi satu guna memuluskan rencana penerapan identitas tunggal atau single identity number (SIN).
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pemerintah sedang berupaya untuk menyinkronkan kedua data tersebut. Bila berhasil, langkah ini akan menghasilkan dampak positif bagi upaya peningkatan penerimaan pajak.
Dengan sinkronisasi tersebut, DJP selaku otoritas pajak akan makin mudah dalam melakukan pendataan atas wajib pajak maupun non-wajib pajak. Ide memakai SIN untuk meningkatkan kepatuhan pajak sendiri sudah lama didengungkan.
DJP Bakal Extra Effort Kejar Target Penerimaan, Pengusaha Usulkan Ini
Pelaku usaha meminta DJP untuk lebih selektif mengejar target penerimaan pajak melalui extra effort—penerimaan dari upaya seperti ekstensifikasi, penagihan piutang pajak, hingga pemeriksaan—pada tahun ini.
Ketua Komite Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widyaprathama mengatakan upaya pengumpulan pajak melalui extra effort dari otoritas pajak idealnya dapat ditangguhkan pada tahun ini.
Fokus utama pelaku usaha saat ini adalah mempertahankan kegiatan usaha. Untuk itu, dunia usaha perlu diberikan ruang untuk fokus menjalankan bisnis dan tidak perlu ditambah beban extra effort dari otoritas.
Soal Kajian Perubahan PPh Final Sewa Tanah dan Bangunan, Ini Kata DJP
DJP membuka ruang perubahan pengenaan pajak penghasilan (PPh) atas kegiatan sewa tanah/bangunan dari skema final menjadi sesuai ketentuan umum. Saat ini, DJP tengah melakukan evaluasi.
Dari evaluasi ini, terdapat kemungkinan tarif PPh yang dikenakan atas sewa tanah/bangunan akan dibedakan antara wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan. Meski demikian, semua ini masih dalam pembahasan dan belum ada kebijakan final.
Ketentuan PPh final atas sewa tanah/bangunan diatur dalam Pasal 4 ayat 2 UU PPh dan diperinci dalam PP No. 34/2020. Tarif PPh final atas penghasilan dari kegiatan sewa tanah/bangunan mencapai 10% dari jumlah bruto nilai sewa.
Dirjen Pajak: Jangan Sampai Transfer Pricing Mereduksi Basis Pajak
Dirjen Pajak Suryo Utomo berharap praktik transfer pricing tidak mereduksi basis pajak. Menurutnya, transfer pricing bukanlah praktik yang salah. Praktik itu menjadi kurang tepat jika harga yang digunakan tidak wajar.
Saat ini, isu transfer pricing tidak hanya ada di Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar dan Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus. Pasalnya, isu mengenai praktik transfer pricing sudah ada di setiap Kantor Wilayah DJP di seluruh Indonesia.
Suryo meminta pegawai DJP yang bersinggungan dengan isu transfer pricing agar membaca dan memahami PMK No. 22/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement/APA).
Dirjen Pajak Rilis SE Baru Soal Penunjukan Pemungut PPN PMSE
Dirjen Pajak merilis petunjuk pelaksanaan penunjukan pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) melalui Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-44/PJ/2020.
Surat edaran ini dimaksudkan untuk memberi pedoman dalam penunjukan pemungut PPN PMSE yang sebelumnya telah diatur dalam PMK 48/2020 dan Peraturan Dirjen Pajak No.PER-12/PJ/2020.
Dirjen Pajak berharap beleid ini dapat mewujudkan tertib administrasi perpajakan berkenaan dengan penunjukan pemungut PPN PMSE. Beleid ini juga dirilis untuk membangun data dan/atau informasi pemungut PPN PMSE yang relevan dan akurat. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Sesuasi dengan prinsip ease of administration, modernisasi sistem administrasi pajak dengan e-Faktur 3.0 tentu akan makin mempermudah Wajib Pajak.