Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah meyakini sistem administrasi pajak yang baru, coretax system, bakal beroperasi secara stabil setelah 3-4 bulan terimplementasi. Hal ini disampaikan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan dalam sebuah kesempatan.
Topik mengenai coretax memang masih hangat diperbincangkan oleh netizen selama sepekan terakhir, mengingat masih banyaknya kendala teknis yang muncul.
Luhut menilai coretax masih memerlukan waktu untuk dapat berjalan tanpa kendala. Menurutnya, kendala teknis memang biasa muncul ketika menerapkan sistem yang baru, tak terkecuali dengan coretax. Meski begitu, dia memperkirakan coretax akan berjalan stabil setelah 3 hingga 4 bulan sejak diterapkan.
"Kasih waktu 3-4 bulan untuk ini bisa berjalan. Nanti kita kritik, harus dikritik ini, memberikan feedback karena kita tidak sempurna, pasti banyak kurangnya," katanya.
Luhut menuturkan pemerintah meluncurkan coretax untuk menjadikan sistem pajak di Indonesia lebih efisien. Menurutnya, penerapan coretax pada akhirnya juga bertujuan meningkatkan penerimaan negara.
Untuk itu, dia memaklumi kendala dalam coretax wajar terjadi dalam sebulan pertama penerapannya. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan melalui Ditjen Pajak (DJP) terus melakukan berbagai perbaikan pada sistem tersebut.
Luhut sempat mengunjungi DJP untuk memantau 'dapur' coretax system bersama jajaran DEN dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dia juga berharap kepada wajib pajak tidak terburu-buru menyampaikan kritik sebelum coretax system stabil.
"Kami punya spirit untuk bisa membuat ini [coretax system] jadi," ujarnya.
Sebagai informasi, pemerintah telah meluncurkan dan menerapkan coretax system mulai 1 Januari 2025. Rencananya, coretax akan mengintegrasikan 21 proses bisnis di bidang pajak.
Hingga pekan ketiga Januari 2025, kendala teknis dalam penggunaan coretax masih banyak ditemui wajib pajak. Beberapa kendala yang cukup sering dilaporkan adalah gagal upload faktur pajak atau kesulitan dalam meminta kode otorisasi atau sertifikat digital via coretax.
Selain informasi mengenai coretax, beberapa topik yang mewarnai pemberitaan perpajakan pada pekan ini adalah terbitnya beberapa peraturan menteri keuangan (PMK) baru, termasuk tentang pelaksanaan pajak minimum global oleh Indonesia.
Coretax memungkinkan pengusaha kena pajak (PKP) untuk mengunggah 1.000 faktur pajak dalam 1 file extensible markup language (XML).
Sebelumnya, 1 file XML hanya bisa digunakan untuk mengunggah 100 faktur pajak.
Merujuk pada keterangan tertulis DJP, pengunggahan 1.000 faktur pajak per file XML bisa dilakukan secara mandiri melalui menu e-Faktur pada aplikasi coretax ataupun melalui penyedia jasa aplikasi perpajakan (PJAP). (DDTCNews)
Pada awal periode implementasi coretax, masih banyak kendala teknis yang dialami oleh wajib pajak. Salah satu kendala yang banyak dialami wajib pajak adalah pengunggahan faktur pajak yang tidak langsung 'Approved', melainkan bertahan di status 'Signing In Progress'.
Setelah ditunggu lama pun, status faktur pajak tidak kunjung berubah ke 'Approved'. Bahkan pada beberapa kasus, status malah berubah menjadi 'Saved Invalid'.
DJP menjelaskan status Signing In Progress adalah proses tunggu dalam penandatanganan passphrase. Status akan berubah menjadi Approved setelah faktur pajak selesai divalidasi. Karenanya, wajib pajak diminta menunggu dan me-refresh halaman coretax secara berkala untuk mengecek faktur sudah Approved. (DDTCNews)
DJP mengingatkan wajib pajak untuk segera menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan untuk tahun pajak 2024.
Periode penyampaian SPT Tahunan 2024 telah dimulai sejak 1 Januari 2025. Wajib pajak dapat menyampaikan SPT Tahunan 2024 melalui DJP Online. Walaupun coretax administration system telah diluncurkan, penyampaian SPT Tahunan 2024 masih dilakukan melalui DJP Online.
"Ayo, laporkan SPT Tahunan dengan e-filing!" bunyi cuitan DJP. (DDTCNews)
Indonesia resmi mengimplementasikan pajak minimum global sesuai dengan Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) mulai tahun pajak 2025 seiring dengan diundangkannya PMK 136/2024.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu menilai pajak minimum global diperlukan untuk meminimalkan kompetisi tarif pajak yang tidak sehat. Dia juga memastikan aturan tersebut tidak berdampak bagi wajib pajak orang pribadi dan UMKM.
"Inisiatif ini bertujuan untuk meminimalkan kompetisi tarif pajak yang tidak sehat (race to the bottom) dengan memastikan perusahaan multinasional beromzet konsolidasi global minimal €750 juta membayar pajak minimum sebesar 15% di negara tempat perusahaan tersebut beroperasi," katanya. (DDTCNews)
DJP mengaku sedang menyiapkan peraturan menteri keuangan (PMK) dalam bentuk omnibus guna merevisi beberapa PMK lama tentang dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain dan PPN besaran tertentu, selain yang diatur dalam PMK 131/2024.
PMK omnibus diperlukan agar BKP/JKP nonmewah tertentu yang memiliki DPP nilai lain dan PPN besaran tertentu dalam PMK tersendiri bisa mendapatkan perlakuan yang sama dengan BKP/JKP nonmewah yang PPN-nya dihitung menggunakan DPP nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual berdasarkan PMK 131/2024.
"Ada 16 PMK yang harus kami ubah. Nah, 16 PMK itu sudah kami rangkum dalam 1 PMK omnibus, mengubah pasal-pasal terkait itu," ujar Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama. (DDTCNews) (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Kalau belum siap systemnya jangan di pakai dulu, system bapuk jadi nyusahin