BERITA PAJAK HARI INI

Fasilitas Diskon 50% Tarif PPh Bakal Dihapus, Ini Kata Dirjen Pajak

Redaksi DDTCNews | Kamis, 08 Juli 2021 | 08:14 WIB
Fasilitas Diskon 50% Tarif PPh Bakal Dihapus, Ini Kata Dirjen Pajak

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Rencana pemerintah untuk menghapus fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dalam Pasal 31E UU Pajak Penghasilan (UU PPh) menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (8/7/2021).

Menurut pemerintah, berdasarkan regulasi yang berlaku saat ini, terdapat 2 instrumen dukungan investasi. Keduanya adalah penurunan tarif PPh badan dan fasilitas pengurangan tarif dalam Pasal 31E UU PPh. Fasilitas Pasal 31E UU PPh akhirnya bisa menimbulkan ketidakadilan dan tidak tepat sasaran.

"Pasal 31E ini kami rasa perlu untuk tidak dilanjutkan kembali dalam rangka mewujudkan keadilan dan menyederhanakan struktur tarif PPh khususnya badan," ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Dalam Pasal 31E UU PPh disebutkan wajib pajak dalam negeri beromzet sampai dengan Rp50 miliar mendapat fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif umum (Pasal 17) yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 miliar.

Suryo mengatakan saat ini, wajib pajak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan omzet hingga Rp4,8 miliar telah memiliki rezim pajaknya sendiri. Mereka bisa menggunakan PPh final UMKM dengan tarif 0,5% dari omzet sebagaimana diatur dalam PP 23/2018.

Selain untuk menyederhanakan struktur tarif PPh badan, Pasal 31E UU PPh juga perlu dihapus untuk mendukung perluasan basis pajak yang sedang dijalankan DJP. Apalagi, tarif PPh badan juga akan turun menjadi 20% pada tahun depan.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Selain mengenai rencana penghapusan tarif sebesar 50% dalam Pasal 31E UU PPh, masih ada pula bahasan terkait dengan usulan pemerintah mengenakan skema alternative minimum tax (AMT) untuk mencegah penghindaran pajak.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

5 Alasan Dihapusnya Fasilitas Diskon Tarif PPh

Berdasarkan pada Naskah Akademis (NA) RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), ada 5 alasan pemerintah mengusulkan penghapusan Pasal 31E UU PPh. Pertama, terhadap wajib pajak UMKM telah diberikan fasilitas berupa pengenaan PPh yang bersifat final sebesar 0,5% dari peredaran bruto.

Kedua, perlunya menyamakan perlakuan dengan wajib pajak lainnya sehingga akan dikenakan tarif PPh yang sama. Ketiga, memberikan kemudahan bagi wajib pajak karena dikenakan 1 jenis tarif PPh walaupun pajak penghasilan yang akan dibayarkan akan lebih tinggi.

Baca Juga:
Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Keempat, dengan pengaturan pembayaran pajak minimum, dihapusnya Pasal 31E tersebut juga dapat menjadi solusi. Kelima, tarif PPh badan mulai 2022 mengalami penurunan menjadi 20% sehingga sudah lebih rendah dari tarif PPh sebelumnya. (DDTCNews/Kontan)

Pengenaan PPh Minimum

Dalam revisi UU KUP, pemerintah mengusulkan pengenaan pajak sebesar 1% dari penghasilan bruto terhadap wajib pajak badan yang melaporkan rugi atau yang memiliki PPh badan terutang kurang dari 1% dari penghasilannya.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan AMT perlu dimasukkan dalam revisi UU KUP karena ada tren peningkatan wajib pajak yang membukukan kerugian selama 5 tahun berturut dan tidak membayar pajak. Meski terus merugi, perusahaan-perusahaan ini masih terus beroperasi di Indonesia. AMT akan berperan sebagai safeguard.

Baca Juga:
Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Total wajib pajak yang melaporkan kerugian secara berturut-turut selama 5 tahun meningkat dari 5.199 wajib pajak pada 2012 hingga 2016 menjadi 9.496 wajib pajak pada 2015 hingga 2019. Simak pula ‘Waduh, Porsi SPT Badan dengan Status Rugi Fiskal Terus Naik’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Perlunya Penerapan Mandatory Disclosure Rule

Rencana penerapan general anti-avoidance rule (GAAR) dan AMT dalam revisi UU KUP, perlu didukung dengan penerapan mandatory disclosure rule (MDR).

Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan dengan adanya MDR, wajib pajak harus melaporkan skema perencanaan pajak yang mereka lakukan. Dengan demikian, Ditjen Pajak (DJP) bisa menilai bisa diterima atau tidaknya skema tax planning wajib pajak.

Baca Juga:
Hapus NPWP yang Meninggal Dunia, Hanya Bisa Disampaikan Tertulis

Tidak hanya mengusulkan penerapan MDR, Darussalam mengatakan GAAR bisa digunakan sebagai instrumen untuk menangkal praktik penghindaran pajak. Termasuk penghindaran pajak yang berpotensi muncul dari penerapan AMT.

Pasalnya, wajib pajak bisa melakukan tax planning dengan tujuan agar hanya membayar pajak minimum sesuai dengan ketentuan AMT. Oleh karena itu, dengan GAAR, DJP memiliki landasan untuk menghitung ulang pajak yang seharusnya terutang.

Dengan demikian, harus ada kesinambungan antara kedua instrumen pencegahan penghindaran pajak yang diusulkan pemerintah dalam revisi UU KUP. Kombinasi antara GAAR, AMT, dan MDR diharapkan dapat membuat upaya pencegahan praktik penghindaran pajak lebih efektif. Simak ‘Kombinasi 3 Instrumen Ini Efektifkan Pencegahan Penghindaran Pajak’. (DDTCNews)

Baca Juga:
Usai Setor PPh Final PHTB, WP Jangan Lupa Ajukan Penelitian Formal

Hanya Pembebasan Denda

Mantan Dirjen Pajak dan Menko Perekonomian Darmin Nasution memberikan beberapa catatan mengenai rencana program pengungkapan aset secara sukarela yang diusulkan melalui revisi UU KUP. Salah satunya terkait dengan rendahnya tarif pajak yang dikenakan pada wajib pajak.

Menurutnya, pengungkapan aset sepanjang 1985 hingga program sunset policy dapat dikenakan tarif pajak 15% atau 12% jika diinvestasikan dalam surat berharga negara (SBN) sekurang-kurangnya 5 tahun.

"Setelah itu, dari 2007 sampai 2015, kalau perlu hanya dibebaskan dendanya saja kalau dia melapor. Tarifnya normal saja, 30% atau 25% kalau gunakan dananya untuk SBN selama paling kurang 5 tahun," ujarnya. Simak pula ‘2 Skema Rencana Kebijakan Ungkap Aset Sukarela, Ini Kata Dirjen Pajak’. (DDTCNews)

Baca Juga:
Kejar Kepatuhan Pajak Pelaku UMKM, DJP Perluas ‘Pendampingan’ BDS

Cadangan Devisa Naik

Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa pada akhir Juni naik menjadi US$137,1 miliar. Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan cadangan devisa tersebut naik dari posisi akhir Mei 2021 yang senilai US$136,4 miliar.

"Peningkatan posisi cadangan devisa pada Juni 2021 antara lain dipengaruhi oleh penerbitan sukuk global pemerintah serta penerimaan pajak dan jasa," katanya. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Pengurangan Pengecualian PPN

Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan skema PPN dengan tarif tunggal yang dibarengi dengan banyak pengecualian seperti saat ini justru menciptakan sistem yang tidak adil. Pasalnya, pengecualian PPN juga lebih banyak dinikmati masyarakat berpenghasilan tinggi.

Baca Juga:
Coretax DJP Bakal Batasi Pelaporan SPT Tahunan Berbentuk Kertas

Berdasarkan pada studi yang dilakukan Keen (2013), secara agregat nilai konsumsi kelompok berpenghasilan tinggi akan lebih tinggi dari kelompok berpenghasilan rendah. Akibatnya, terdapat potensi adanya perlakuan PPN khusus justru akan 'bocor' dan dinikmati oleh kelompok berpenghasilan tinggi.

Selain itu, berdasarkan pada hasil riset atas 31 negara berkembang yang dipublikasikan World Bank, kebijakan berupa 0%, pengecualian, atau pembebasan justru akan membuat sifat regresif PPN relatif kian kuat dan kian tidak adil.

Pasalnya, fasilitas yang awalnya ditujukan bagi kelompok berpenghasilan rendah justru akan berpindah bagi kelompok menengah ke atas. Apalagi, kelompok masyarakat berpenghasilan rendah cenderung mengkonsumsi barang pokok dari sektor informal yang notabene tidak memungut PPN. Kelompok masyarakat kaya memenuhi kebutuhan lebih banyak dari sektor formal. Simak ‘Soal Pengurangan Pengecualian PPN, Ini Kata Pakar Pajak’. (DDTCNews) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

08 Juli 2021 | 15:17 WIB

Tapi PP 23 2018 ada batasannya, utk PT sudah tahun lalau selesai, CV tahun ini selesai. Kalau fasilitas diskon 50% utk tarif PPh Badannya lumayan sangat memberatkan WP terutama UMKM menurut saya.

08 Juli 2021 | 13:00 WIB

Rencana penghapusan Fasilitas Diskon Tarif PPh merupakan langkah untuk menyederhanakan struktur tarif PPh Badan karena bagi Wajib Pajak UMKM pengenaan pajaknya sudah diatur dalam PP 23/2018. Dengan demikian, akan timbul kesetaraan perlakuan dengan Wajib Pajak UMKM lainnya karena akan dikenakan tarif PPh yang sama.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Senin, 21 Oktober 2024 | 14:32 WIB CORETAX SYSTEM

Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN