PMK 118/2024

Tata Cara Permohonan & Penyelesaian Pembetulan Diubah, Simak Detailnya

Dian Kurniati | Jumat, 17 Januari 2025 | 16:00 WIB
Tata Cara Permohonan & Penyelesaian Pembetulan Diubah, Simak Detailnya

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah telah menerbitkan PMK 118/2024 yang antara lain mengatur tata cara permohonan dan penyelesaian pembetulan di bidang perpajakan.

Ketentuan mengenai tata cara permohonan dan penyelesaian pembetulan dalam PMK 118/2024 ini akan menggantikan PMK 11/2013 tentang Tata Cara Pembetulan. Beleid tersebut berlaku mulai 1 Januari 2025.

"Direktur jenderal pajak atas permohonan wajib pajak atau karena jabatannya dapat membetulkan ... yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan," bunyi kutipan Pasal 2 ayat (1) PMK 118/2024, dikutip pada Jumat (17/1/2025).

Baca Juga:
Sengketa DPP PPN atas Penjualan Minyak Pelumas

PMK 118/2024 menyatakan terdapat 19 jenis surat yang dapat dilakukan pembetulan oleh dirjen pajak. Angka ini terkesan lebih banyak dibandingkan dengan dalam PMK 11/2013 yang sebanyak 15 jenis, walaupun jenis surat yang diperinci tetap sama.

Pasal 2 PMK 118/2024 menjelaskan dirjen pajak atas permohonan wajib pajak atau karena jabatannya dapat membetulkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB); Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT); Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN); Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB); Surat Tagihan Pajak (STP); atau Surat Keputusan Pembetulan.

Kemudian, Surat Keputusan Keberatan; Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi; Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi; Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak; Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak; surat keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak; atau surat keputusan pemberian imbalan bunga.

Baca Juga:
Kemenkeu Pertegas Ketentuan Pembetulan Perpajakan secara Jabatan

Selain itu, ada Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT); Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SKP PBB); Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (STP PBB); surat keputusan pemberian pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan; Surat Keputusan Pengurangan Denda Administrasi Pajak Bumi dan Bangunan; atau Surat Keputusan Persetujuan Bersama.

Kesalahan tulis yang dapat dilakukan pembetulan meliputi kesalahan penulisan nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), nomor objek pajak, lokasi objek pajak, sektor objek pajak, subsektor objek pajak, nomor keputusan atau ketetapan, jenis pajak, masa pajak, bagian tahun pajak, tahun pajak, tanggal jatuh tempo, atau kesalahan tulis lainnya yang tidak memengaruhi jumlah pajak terutang.

Sementara itu, kesalahan hitung yang dapat dilakukan pembetulan meliputi kesalahan yang berasal dari penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan; atau kesalahan hitung yang diakibatkan oleh adanya penerbitan SKP, STP, SKP PBB, STP PBB, keputusan, atau putusan yang terkait dengan bidang perpajakan.

Baca Juga:
PMK Baru! Atur Pembetulan, Keberatan, Hingga Pembatalan Bidang Pajak

Adapun kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang dapat dilakukan pembetulan berupa, pertama, kekeliruan dalam penerapan tarif. Kedua, kekeliruan penerapan persentase norma penghitungan penghasilan neto.

Ketiga, kekeliruan penerapan sanksi administratif atau denda administratif. Keempat, kekeliruan penghasilan tidak kena pajak. Kelima, kekeliruan penghitungan pajak penghasilan dalam tahun berjalan.

Keenam, kekeliruan dalam pengkreditan pajak. Ketujuh, kekeliruan penerapan kurs. Kedelapan, kekeliruan penerapan persentase nilai jual kena pajak. Kesembilan, kekeliruan penerapan nilai jual objek pajak tidak kena pajak. Kesepuluh, kekeliruan pemberian pengurangan pokok PBB.

Baca Juga:
Sebar Ratusan Ribu SPPT, Pemda Bidik Setoran PBB Tembus Rp60 Miliar

Dalam hal kekeliruan pengkreditan pajak merupakan kekeliruan pengkreditan pajak masukan pajak pertambahan nilai pada surat keputusan atau surat ketetapan, pembetulan atas kekeliruan tersebut hanya dapat dilakukan jika terdapat perbedaan besarnya pajak masukan yang menjadi kredit pajak; dan pajak masukan tersebut tidak mengandung persengketaan antara fiskus dan wajib pajak.

Permohonan pembetulan yang disampaikan wajib pajak ini harus memenuhi 3 persyaratan. Pertama, diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan kesalahan dan/atau kekeliruan yang harus dibetulkan menurut wajib pajak dengan disertai alasan.

Kedua, 1 permohonan diajukan untuk 1 ketetapan atau keputusan yang terkait dengan bidang perpajakan. Ketiga, ditandatangani oleh wajib pajak, wakil, atau kuasa.

Baca Juga:
Sengketa Pengkreditan Pajak Masukan atas Pembelian BBM

Atas permohonan pembetulan tersebut, dirjen pajak melakukan penelitian pemenuhan persyaratan. Berdasarkan hasil penelitian, permohonan pembetulan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan Surat Keputusan Pembetulan.

Dirjen pajak akan menyampaikan surat pengembalian kepada wajib pajak atas permohonan pembetulan yang tidak dipertimbangkan dalam jangka waktu paling lama 1 bulan sejak tanggal diterima permohonan. Wajib pajak pun masih dapat mengajukan permohonan pembetulan dengan memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Sedangkan terhadap permohonan pembetulan yang telah memenuhi persyaratan, dirjen pajak akan menindaklanjuti dengan melakukan penelitian kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang diajukan permohonan pembetulan. Dalam melakukan penelitian, dirjen pajak dapat melakukan 4 hal.

Baca Juga:
Sengketa Bea Keluar atas Koreksi Nilai Ekspor CPO

Pertama, meminta dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan kepada wajib pajak dengan menyampaikan surat permintaan. Kedua, meminta dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan tambahan kepada wajib pajak dengan menyampaikan surat permintaan.

Ketiga, melakukan pembahasan atas hal yang diperlukan dengan memanggil wajib pajak melalui surat panggilan, kemudian dituangkan dalam berita acara. Keempat, melakukan peninjauan di tempat wajib pajak, lokasi objek pajak, atau tempat lain yang dianggap perlu untuk melakukan kegiatan identifikasi, pengukuran, pemetaan, penghimpunan data, keterangan, atau bukti, serta kegiatan lain yang diperlukan dengan menyampaikan surat pemberitahuan peninjauan.

"Direktur jenderal pajak menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan pembetulan diterima," bunyi Pasal 6 ayat (1) PMK 118/2024.

Baca Juga:
Ada Coretax, Masih Bisakah Pembetulan SPT Unifikasi Lewat DJP Online?

Surat Keputusan Pembetulan ini dapat berupa mengabulkan atau menolak permohonan wajib pajak. Apabila jangka waktu 6 bulan terlampaui dan dirjen pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan atau tidak menyampaikan surat pengembalian, permohonan pembetulan dianggap dikabulkan dan dirjen pajak harus menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan sesuai dengan permohonan wajib pajak dalam jangka waktu paling lama 1 bulan sejak jangka waktu berakhir.

Dalam hal diminta oleh wajib pajak, dirjen pajak juga wajib menyampaikan surat keterangan mengenai hal yang menjadi dasar untuk menolak permohonan wajib pajak. Dirjen pajak akan menyampaikan surat keterangan tersebut dalam jangka waktu paling lama 1 bulan sejak tanggal diterima permohonan.

Di sisi lain, dirjen pajak dapat menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan secara jabatan dalam hal terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang diketahui oleh dirjen pajak berdasarkan dokumen, data, informasi, dan/atau keterangan yang tersedia. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 17 Januari 2025 | 20:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa DPP PPN atas Penjualan Minyak Pelumas

Jumat, 17 Januari 2025 | 14:30 WIB PMK 118/2024

Kemenkeu Pertegas Ketentuan Pembetulan Perpajakan secara Jabatan

Selasa, 14 Januari 2025 | 17:30 WIB KABUPATEN JOMBANG

Sebar Ratusan Ribu SPPT, Pemda Bidik Setoran PBB Tembus Rp60 Miliar

BERITA PILIHAN
Jumat, 17 Januari 2025 | 20:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa DPP PPN atas Penjualan Minyak Pelumas

Jumat, 17 Januari 2025 | 20:00 WIB KOTA TANGERANG

Manfaatkan! Tangerang Beri Diskon PBB dan BPHTB Hingga 25 Persen

Jumat, 17 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 118/2024

PMK 118/2024 Terbit, Atur Pengajuan Keberatan via Coretax

Jumat, 17 Januari 2025 | 18:30 WIB KAMUS BEA CUKAI

Siapa Itu Penanggung Utang Kepabeanan dan Cukai?

Jumat, 17 Januari 2025 | 18:00 WIB PMK 136/2024

Aturan Pajak Minimum Global Berlaku, Pemerintah Siapkan 3 SPT Baru

Jumat, 17 Januari 2025 | 17:31 WIB KEBIJAKAN PERDAGANGAN

RI Menang Gugatan Soal CPO di WTO, Menko Airlangga Ungkap Ini

Jumat, 17 Januari 2025 | 17:30 WIB CORETAX DJP

Nama Penanda Tangan Keliru, PKP Perlu Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jumat, 17 Januari 2025 | 17:15 WIB LAYANAN CUKAI

Tembus 100.000, Dokumen Pemesanan Pita di DJBC Tumbuh 42% selama 2024

Jumat, 17 Januari 2025 | 16:30 WIB KONSULTASI PAJAK

PPN Gunakan DPP Nilai Lain, Bagaimana dengan DPP PPh Pasal 23-nya?