BERITA PAJAK HARI INI

Siap-Siap! NITKU Berlaku Berbarengan dengan Coretax, DJP Godok Aturan

Redaksi DDTCNews | Kamis, 06 Juni 2024 | 08:49 WIB
Siap-Siap! NITKU Berlaku Berbarengan dengan Coretax, DJP Godok Aturan

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Penggunaan nomor identitas tempat kegiatan usaha (NITKU) akan dimulai bersamaan dengan implementasi pembaruan sistem inti administrasi perpajakan atau coretax administration system (CTAS). Topik ini menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (6/6/2024).

Dirjen Pajak Suryo Utomo menjelaskan NITKU memang disiapkan untuk mendukung coretax system. Karenanya, penerapannya pun akan menunggu kesiapan implementasi coretax system.

"NITKU itu dipakai untuk coretax sebetulnya. Kayak 16 digit itu [NPWP], kalau cabangnya NITKU. Jadi sebetulnya itu dipakai di mana? Konteksnya kan coretax, sekarang ini kita padan-padankan. Kalau memang bisa sekali, ya sekali kita jalanin, kalau belum ya kita transisikan," kata Suryo selepas rapat bersama Komisi XI.

Baca Juga:
Ajukan SKB Hibah dari Orang Tua ke Anak, Harus Pakai Akun Coretax

Sejalan dengan persiapan coretax, DJP juga tengah menyiapkan regulasi tentang NITKU. Pasalnya, saat ini masih banyak regulasi DJP yang memuat ketentuan NPWP cabang, bukan NITKU. Contoh, Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 yang masih mengatur tentang NPWP cabang dan tidak memuat ketentuan tentang NITKU.

Sebagai informasi, NITKU adalah nomor identitas yang diberikan untuk tempat kegiatan usaha wajib pajak yang terpisah dari tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak. NITKU terdiri 22 digit yang terdiri dari 16 digit NPWP dan 6 digit nomor urut cabang.

Selain bahasan mengenai NITKU, ada pula ulasan mengenai mengenai persiapan penerapan coretax system, penjelasan Menteri Keuangan Sri Mulyani tentang solusi 2 pilar, serta strategi pemerintah untuk mengejar penerimaan pajak pada tahun ini.

Baca Juga:
Ayo Ingat Lagi! Enam Solusi untuk Wajib Pajak yang Lupa EFIN

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Coretax System Siap Berjalan Tahun Ini

Menteri Keuangan Sri Mulyani menargetkan coretax administration system siap berjalan pada tahun ini. Berbarengan dengan coretax, menurutnya, CEISA serta Simbara diperlukan untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa menambah beban perekonomian.

Menurut Sri Mulyani, pengembangan coretax harus diselesaikan pada tahun ini untuk mendukung upaya peningkatan penerimaan. Sementara itu, CEISA yang saat ini sudah diperbarui hingga versi 4.0 juga perlu terus dikembangkan.

"Tujuannya adalah untuk meningkatkan tax ratio tanpa membuat ekonomi kita mengalami tekanan," katanya dalam rapat bersama Komisi XI DPR. (DDTCNews)

Baca Juga:
Sri Mulyani Tegaskan Penghematan Belanja Tak Dipengaruhi Kinerja Pajak

Coretax Masifkan Automasi Proses Bisnis Perpajakan

Transformasi digital yang dilakukan Ditjen Pajak (DJP) melalui coretax administration system akan berdampak pada automasi sejumlah proses bisnis.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi mengatakan dengan adanya coretax administration system (CTAS), urusan administrasi lebih banyak menggunakan mesin dibandingkan pegawai DJP.

“Intinya adalah more machine, less people. Jadi, kegiatan administrasinya akan more machine,” katanya dalam sebuah webinar. (DDTCNews)

Baca Juga:
Pemerintah Perinci Objek Penelitian atas PKP Berisiko Rendah

DJP sebagai Future State Organization

Pengembangan coretax administration system menjadi momentum bagi DJP menjadi future state organization.

Iwan Djuniardi mengatakan dalam konsep future state organization, ada transformasi menuju institusi yang berbasis teknologi digital. Nantinya, DJP akan memiliki karakter digital native.

Karakter itu, antara lain, pertama, berinovasi dengan kecepatan yang jauh lebih besar dibandingkan bisnis tradisional. Kedua, merangkul risiko sambil terus belajar dan beradaptasi.

Baca Juga:
Butuh Layanan Pajak? Kantor Pajak Baru Buka Lagi 30 Januari 2025

Ketiga, berorientasi pada kebutuhan masyarakat atau customer-centric serta sumber daya manusia yang berdaya guna. Keempat, mendorong operasional yang efisien, sumber pendapatan baru, serta loyalitas customer melalui penggunaan teknologi dan data. (DDTCNews)

Satu Negara Belum Dukung Solusi 2 Pilar

Sri Mulyani Indrawati mengatakan masih ada 1 yurisdiksi yang belum menyetujui solusi 2 pilar yang diusung oleh OECD, yakni Pilar 1: Unified Approach dan Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE).

Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan terus memperhatikan proses negosiasi dan adopsi global atas kedua pilar.

Baca Juga:
Pembaruan Objek Penelitian PKP Berisiko Rendah untuk Cairkan Restitusi

"Ini sudah menjadi perhatian dan diskusi intens di G-20, tinggal 1 negara dan mengenai 2 pilar dalam hal ini dan bagaimana mereka bisa mengadopsi, maka kemudian akan menimbulkan global taxation agreement terutama untuk 2 pilar, yakni minimum taxation dan pajak dari perusahaan multinasional terutama digital," ujar Sri Mulyani dalam rapat bersama Komisi XI. (DDTCNews)

Strategi Kejar Penerimaan di 2024

Sri Mulyani Indrawati menargetkan pendapatan negara pada 2024 sebesar 12,14% hingga 12,36% dari produk domestik bruto (PDB).

Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan melaksanakan kebijakan collecting more namun dengan tetap menjaga iklim investasi di dalam negeri. Reformasi perpajakan akan terus dilakukan sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Baca Juga:
Bayar Pajak Sudah Serba Online, Kepatuhan WP Ditarget Membaik

Selain itu, penguatan coretax system, perbaikan sistem CEISA, dan pelaksanaan aplikasi Simbara juga dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan dan perluasan basis pajak.

Tak ketinggalan, peningkatan rasio pajak alias tax ratio juga akan dilakukan. Maklum, tax ratio Indonesia masih ketinggalan dibandingkan negara lain, khususnya negara-negara maju. (Kontan) (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 28 Januari 2025 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ajukan SKB Hibah dari Orang Tua ke Anak, Harus Pakai Akun Coretax

Selasa, 28 Januari 2025 | 14:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ayo Ingat Lagi! Enam Solusi untuk Wajib Pajak yang Lupa EFIN

Selasa, 28 Januari 2025 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani Tegaskan Penghematan Belanja Tak Dipengaruhi Kinerja Pajak

Senin, 27 Januari 2025 | 10:00 WIB PMK 119/2024

Pemerintah Perinci Objek Penelitian atas PKP Berisiko Rendah

BERITA PILIHAN
Selasa, 28 Januari 2025 | 15:30 WIB TIPS PAJAK

Cara Buat dan Bayar Deposit Pajak di Coretax DJP

Selasa, 28 Januari 2025 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ajukan SKB Hibah dari Orang Tua ke Anak, Harus Pakai Akun Coretax

Selasa, 28 Januari 2025 | 14:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ayo Ingat Lagi! Enam Solusi untuk Wajib Pajak yang Lupa EFIN

Selasa, 28 Januari 2025 | 13:30 WIB KAMUS BEA CUKAI

Apa Itu Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai?

Selasa, 28 Januari 2025 | 13:00 WIB KOTA DENPASAR

Bebaskan BPHTB untuk MBR, Pemkot Sebut Dampaknya Tak Signifikan ke PAD

Selasa, 28 Januari 2025 | 12:30 WIB PELAPORAN SPT TAHUNAN

Lapor SPT Tahunan Masih di DJP Online, Apa Saja yang Perlu Disiapkan?

Selasa, 28 Januari 2025 | 11:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Berupaya Pangkas Impor BBM, RI Optimalkan Kilang Minyak Domestik

Selasa, 28 Januari 2025 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Kriteria Organisasi Nirlaba yang Tidak Tercakup Pajak Minimum Global

Selasa, 28 Januari 2025 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani Tegaskan Penghematan Belanja Tak Dipengaruhi Kinerja Pajak

Selasa, 28 Januari 2025 | 10:00 WIB LAYANAN PAJAK

Ada yang Ngaku-Ngaku Kring Pajak di X/Twitter, Blok Saja Akunnya