Ilustrasi gedung DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Melambatnya penerimaan pajak dari sektor-sektor andalan pada kuartal I/2019 memberi sinyal masih rapuhnya kinerja tahun ini. Hal tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Kamis (25/4/2019).
Industri pengolahan yang menyumbang penerimaan pajak hingga 32,1% ternyata terkontraksi hingga 8,8% pada tahun lalu. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu, pertumbuhan penerimaan sektor ini mencatatkan pertumbuhan 20,2%. Jika dilihat secara bruto, pertumbuhan tahun ini juga hanya 5,08%.
Selanjutnya, sektor perdagangan yang menyumbang 28,4% penerimaan pajak masih tercatat tumbuh meskipun hanya 1,3%. Padahal, selama Januari—Maret 2018, setoran pajak dari sektor perdagangan tercatat tumbuh 28,0%.
Sementara itu, sektor pertambangan yang pada kuartal I/2018 mencatatkan pertumbuhan hingga 69,4% justru terkontraksi pada Januari—Maret 2019 hingga 16,2%. Jika melihat secara bruto, sektor yang menyumbang 5,3% dari total penerimaan pajak ini juga hanya tumbuh 4,52%.
Dirjen Pajak Robert Pakpahan berdalih kinerja pada kuartal pertama tahun ini lebih banyak dipengaruhi lonjakan restitusi. Menurutnya, denyut perekonomian masih cukup bagus sehingga penerimaan pajak diproyeksi membaik di masa mendatang.
“Kalau dilihat secara bruto masih tumbuh lumayan bagus. Kita lihat denyutnya [perekonomian] saja. Denyutnya masih oke,” katanya.
Selain itu, beberapa media juga masih menyoroti realisasi penerimaan cukai pada kuartal I/2019 yang mencapai Rp21,35 triliun. Realisasi ini sekaligus mencatatkan pertumbuhan 165,11% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Ini sekaligus menjadi pertumbuhan terbesar dibandingkan pos penerimaan negara lainnya.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Wajib Pajak (WP) Badan hingga Senin (22/4/2019) tercatat sebanyak 388.000 atau sekitar 26,3% dari total WP Badan yang seharusnya melaporkan SPT 1,47 juta. Secara total, pelaporan SPT Tahunan PPh sudah mencapai 11,7 juta WP atau 75,4% dari target 15,5 juta WP.
“SPT PPh diterima sampai Senin pagi sebanyak 11,7 juta atau lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu yang sebanyak 11,3 juta,” kata Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Pajak DJP Yon Arsal.
Kasubdit Humas Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Deni Surjantoro mengatakan lonjakan setoran cukai dikarenakan penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) yang tumbuh tingga 189,14%. Hal ini diakibatkan adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.57/PMK.04/2017.
“Hal ini disebabkan oleh pergeseran pola pelunasan pembelian pita cukai sebagai dampak penerapan PMK No.57/PMK.04/2017,” tutur Deni.
Dalam beleid itu, penundaan diberikan dalam jangka waktu dua bulan terhitung sejak tanggal dokumen pemesanan pita cukai untuk pengusaha pabrik dan satu bulan terhitung sejak tanggal dokumen pemesanan pita cukai untuk importir.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pada tahun fiskal 2019, pemerintah tetap berpegang pada keputusan tahun lalu yakni tidak akan memberlakukan kenaikan tarif cukai CHT. Namun, dia tidak menjabarkan lebih lanjut potensi kenaikan tarif untuk tahun fiskal 2020.
“Untuk cukai kita masih tetap dengan keputusan yang ada saat ini,” katanya.
Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan menahan suku bunga acuannya pada level 6% seiring dengan masih adanya risiko harga minyak yang bisa menghambat perbaikan defisit transaksi berjalan (current account defisit/CAD).
Konsensus pasar menyebut BI akan memperhatikan tren CAD dalam satu tahun, bukan kuartalan. Keputusan untuk menahan suku bunga acuan diyakini akan memberikan sentiment positif bagi pasar dan memperkuat stabilitas ekonomi dalam negeri. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.