UU Kepabeanan memberikan wewenang kepada pejabat bea dan cukai untuk melakukan audit kepabeanan. Audit dilakukan sebagai konsekuensi diberlakukannya: sistem self assessment; ketentuan nilai pabean berdasarkan nilai transaksi; dan pemberian fasilitas kepabeanan.
Secara harfiah, audit kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang.
Namun, audit kepabeanan berbeda dengan audit pada umumnya. Sebab, audit kepabeanan bukan untuk menilai atau memberikan opini tentang laporan keuangan, tetapi untuk menguji kepatuhan pihak tertentu terhadap peraturan perundang-undangan kepabeanan.
Dalam perkembangannya, kementerian keuangan terus menyempurnakan ketentuan terkait dengan audit kepabeanan. Penyempurnaan itu diantaranya dilakukan melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 114/2024 tentang Audit Kepabeanan dan Cukai.
Beleid yang akan berlaku efektif pada 1 Maret 2025 itu akan menggantikan PMK 200/2011 s.t.d.d PMK 258/2016. Dalam PMK 114/2024, terdapat muatan baru yang diatur, salah satunya adalah daftar kuesioner audit. Lantas, apa itu daftar kuesioner audit?
Daftar Kuesioner Audit (DKA) adalah daftar kuesioner yang disampaikan kepada auditee dalam pelaksanaan audit umum untuk menilai kinerja tim audit dan tata laksana audit kepabeanan (Pasal 1 angka 27 PMK 114/2024). Auditee berarti orang atau badan yang tengah diaudit oleh tim audit.
Auditee tersebut biasanya merupakan orang atau badan yang bertindak sebagai importir, eksportir, pengusaha tempat penimbunan sementara (TPS), pengusaha tempat penimbunan berikat (TPB), pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK), dan pengusaha pengangkutan.
Sementara itu, audit umum merupakan salah satu jenis audit kepabeanan. Audit umum berarti audit kepabeanan yang memiliki ruang lingkup pemeriksaan secara lengkap dan menyeluruh terhadap pemenuhan kewajiban kepabeanan.
Ringkasnya, DKA merupakan kuesioner yang diberikan kepada auditee untuk menilai kinerja tim audit kepabeanan dan tata laksana audit kepabeanan. Tim audit dalam konteks ini merupakan tim dari DJBC yang diberikan tugas untuk melaksanakan audit kepabeanan berdasarkan surat tugas.
Tim audit wajib menyampaikan DKA kepada auditee untuk diisi. DKA yang telah diisi oleh auditee tersebut bersifat rahasia. Lantaran bersifat rahasia, auditee perlu memasukkan lembar DKA yang telah diisi ke dalam amplop khusus yang telah disertakan pada DKA.
Kemudian, auditee perlu mengirimkan DKA yang telah terisi tersebut kepada pejabat bea dan cukai yang menerbitkan surat tugas. Lebih tepatnya, DKA tersebut dikirimkan kepada ketua auditor atau dikirimkan ke alamat kantor DJBC.
Apabila auditee mengirimkan DKA dalam bentuk dokumen fisik maka harus dikirim dalam keadaan tertutup dan telah diberikan stempel perusahaan. Apabila auditee mengirimkan DKA yang telah terisi dalam bentuk elektronik maka bisa dikirim melalui email.
Auditee perlu mengirimkan DKA yang telah terisi pada hari terakhir pelaksanaan penugasan lapangan tim audit DJBC pada perusahaan auditee yang bersangkutan.
Untuk diperhatikan, DKA tersebut digunakan oleh pejabat bea dan cukai yang menerbitkan surat tugas untuk menilai kinerja tim audit dan tata laksana audit kepabeanan. Hal ini dimaksudkan untuk menyempurnakan sistem audit.
PMK 114/2024 juga telah mengatur format DKA sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf A. Merujuk pada lampiran tersebut, terdapat beragam pertanyaan seputar: kinerja tim audit; pengetahuan yang dimiliki tim audit; sikap independensi dan objektivitas tim audit; prosedur, efektivitas, dan efisiensi pelaksanaan audit; serta tata laksana audit.
Auditee cukup memberikan tanda silang pada kolom skala penilaian yang tersedia untuk setiap pertanyaan. Skala yang digunakan adalah angka 1 yang berarti tidak memuaskan sampai dengan angka 5 yang berarti sangat memuaskan. Selain itu, auditee juga bisa menambahkan saran bagi tim audit, pelaksanaan audit, dan peraturan audit.
Kendati belum diatur dalam PMK 200/2011 s.t.d.d PMK 258/2016, ketentuan DKA sempat diatur dalam PER-35/BC/2017 s.t.d.d PER-24/BC/2019 yang mengatur tata laksana audit kepabeanan dan audit cukai.
Selain untuk audit kepabeanan, ketentuan DKA juga berlaku untuk audit cukai. Guna memperjelas gambaran, berikut contoh format DKA berdasarkan lampiran huruf A PMK 114/2024.
(rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.