Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Rencana pungutan pajak baru pada rumah atau properti kedua (second homes) Inggris diestimasi akan mampu mendatangkan penerimaan £560 juta atau sekitar Rp10,89 triliun dalam setahun.
John Healey, Sekretaris the Shadow Housing mengatakan pajak dibutuhkan dalam konteks pengumpulan dana untuk menekan krisis tunawisma. Menurutnya, selama delapan tahun terakhir, pemerintah telah mengembalikan skandal perumahan miskin dan tunawisma.
Properti kedua yang digunakan sebagai rumah liburan (holiday homes) akan menjadi target pajak tahunan jika Partai Buruh memenangkan pemilihan berikutnya. Setiap properti akan dikenai retribusi rata-rata sekitar £3.000 atau sekitar Rp58,4 juta per tahun
“Sebagai bagian dari rencana pemerintah Partai Buruh berikutnya untuk membangun kembali Inggris, kami akan memperkenalkan retribusi pada rumah kedua. Partai Buruh akan mengerem kesenjangan yang semakin besar antara yang ‘kaya’ dan ‘tidak punya’,” ujarnya, seperti dikutip pada Senin (24/9/2018).
Menurutnya, tindakan atau intervensi dari pemerintah sangat penting untuk memastikan setiap orang memiliki tempat yang disebut rumah. Kebijakan yang radikal ini memang menargetkan pajak baru pada kekayaan (tax on wealth).
Estimasi sementara ada sekitar 174.000 properti di Inggris yang bisa terkena retribusi baru ini dan mampu menghasilkan penerimaan £560 juta atau sekitar Rp10,89 triliun dalam setahun. Pada saat yang bersamaan, ada sekitar 120.000 anak yang kehilangan tempat tinggal.
Pungutan hanya berlaku untuk rumah kedua, terutama yang digunakan sebagai rumah liburan. Properti yang tidak termasuk didalam cakupan ini, salah satunya adalah rumah yang disewa atau digunakan untuk pekerjaan.
Dalam pandangan Partai Buruh, kepemilikan rumah kedua merupakan jantung dari kesenjangan yang semakin melebar. Penelitian oleh think tank Resolution Foundation baru-baru ini menemukan bahwa 9 dari 10 pemilik properti tambahan berada di bagian atas distribusi kekayaan.
Ada peningkatan 30% antara 2000-2002 dan 2012-2014 dalam proporsi orang dewasa yang memiliki banyak properti. Sementara, kepemilikan rumah di kalangan anak muda semakin melemah dari tahun ke tahun.
Menurut Insitute for Fiscal Studies, kepemilikan rumah anak muda umur 25-34 tahun dengan penghasilan £22.200-£30.600 (sekitar Rp432,6 juta-Rp596,4) per tahun mengalami penurunan menjadi 27% pada 2016. Padahal, sekitar dua dekade lalu, kepemilikan rumah kelompok ini mencapai 65%.
John memaparkan jumlah anak yang tidur di kamar tipe asrama sementara naik tiap tahunnya sejak 2010. Di sisi lain, ribuan properti dimiliki sebagai rumah kedua, baik untuk investasi atau liburan dan istirahat akhir pekan.
“Krisis perumahan adalah bagian dari krisis ketidaksetaraan,” imbuhnya, seperti dilansir dari The Guardian. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.