Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah berencana menghapus beberapa kelompok barang dan jasa yang selama ini tidak dikenai pajak pertambahan nilai (PPN). Rencana tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (8/6/2021).
Dalam pemberitaan sejumlah media nasional, melalui revisi Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pemerintah berencana menghapus beberapa kelompok barang dan jasa dalam Pasal 4A UU PPN yang selama ini dikecualikan dari pengenaan PPN.
Rencananya salah satu kelompok barang yang dimaksud adalah barang kebutuhan pokok dan barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya. Kemudian, salah satu kelompok jasa yang dihapus dari daftar pengecualian PPN adalah jasa pelayanan kesehatan medis.
Dalam dokumen KEM-PPKF 2022, pemerintah mengatakan pemberian fasilitas PPN berupa pembebasan pada praktiknya justru dapat mendistorsi daya saing produk lokal. Selain itu, terdapat indikasi adanya fasilitas PPN yang tidak tepat sasaran dan berpotensi mengikis basis pemajakan atau mengurangi penerimaan pajak.
“Perluasan basis PPN dengan mengenakan PPN atas barang yang saat ini diberikan fasilitas menjadi salah satu alternatif untuk dapat membiayai APBN,” tulis pemerintah dalam dokumen tersebut.
Selain mengenai pengurangan pengecualian PPN, ada pula bahasan terkait dengan realisasi pemanfaatan insentif pajak dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Kemudian, masih ada pula bahasan mengenai kesepakatan awal G7 atas tarif pajak minimum global.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Meskipun mempertimbangkan pengenaan PPN atas barang yang saat ini diberikan fasilitas, masih dalam dokumen KEM-PPKF 2022, pemerintah juga akan tetap memprioritaskan dukungan terhadap masyarakat berpenghasilan rendah termasuk untuk pemenuhan kebutuhan dasar.
Langkah ini dapat ditempuh baik dengan penetapan tarif yang lebih rendah maupun secara sinergis melalui mekanisme kebijakan belanja bansos atau transfer ke golongan masyarakat berpenghasilan rendah. (DDTCNews)
Managing Partner DDTC Darussalam berpendapat pengurangan pengecualian PPN dapat memimalkan distorsi dalam sistem PPN dan memperbesar netralitas. Pasalnya, pengecualian telah membuat optimalisasi penerimaan PPN terganggu.
Adanya pengecualian juga membuat tingginya tax expenditure karena belanja pajak paling banyak disumbang pembebasan PPN. Saat ini, sambungnya, sudah banyak negara yang berorientasi pada strategi memperluas basis pajak, termasuk dari PPN, dengan mengurangi pengecualian objek PPN.
Pada saat yang sama, pemerintah juga masih mempertahankan pengecualian atas barang/jasa tertentu. Keputusan tersebut, menurutnya, juga dapat mencegah duplikasi pengenaan pajak.
“Sebagai contoh, tetap mempertahankan pengecualian jenis barang/jasa yang telah menjadi objek pajak daerah,” katanya. Simak pula ‘Tren Global PPN: Kenaikan Tarif, Multitarif, dan Pembatasan Fasilitas’. (Kontan)
Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Ajib Hamdani mengatakan pengurangan pengecualian PPN untuk komoditas pangan akan langsung dirasakan masyarakat.
“Tetapi kalau barang atau jasa yang lainnya belum tentu,” katanya. (Bisnis Indonesia)
Pemerintah mencatat realisasi pemanfaatan insentif pajak oleh dunia usaha pada program pemulihan ekonomi nasional (PEN) hingga saat ini sudah mencapai Rp45,3 triliun dari total alokasi anggaran senilai Rp56,72 triliun.
"[Realisasi] insentif usaha [sebesar] 79,9%," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. (DDTCNews)
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut penjualan mobil pada Mei 2021 melonjak hingga 228% secara tahunan. Airlangga mengatakan kenaikan penjualan mobil tersebut menunjukkan daya beli masyarakat makin membaik. Pertumbuhan penjualan mobil itu juga didukung insentif pajak penjualan barang mewah (PPnBM) ditanggung pemerintah (DTP).
"Penjualan mobil sebesar 228% kenaikan year on year, sedangkan motor 227% secara year on year," katanya. (DDTCNews)
Wajib pajak bisa mendapatkan layanan yang lebih personal melalui aplikasi M-Pajak. Dengan aplikasi versi mobile situs web pajak.go.id yang dapat diunduh melalui Play Store ini, wajib pajak akan mendapatkan layanan yang lebih personal, mudah, dan cepat.
“Dengan M-Pajak, #KawanPajak bisa mendapatkan layanan yang lebih personal,” tulis Ditjen Pajak (DJP) dalam unggahannya di Instagram. Simak ‘DJP Luncurkan Aplikasi M-Pajak, Sudah Download?’. (DDTCNews)
Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan kesepakatan awal terkait dengan tarif pajak minimum global sebesar 15% akan menguntungkan negara pasar (market jurisdiction) layanan digital, termasuk Indonesia.
“Karena selama ini Indonesia juga belum bisa memajaki PPh perusahaan raksasa digital yang menerima penghasilan dari pasar Indonesia tapi tidak memiliki kehadiran fisik di Indonesia sehingga sulit dipajaki PPh-nya,” ujarnya. (DDTCNews/Kontan) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Terima kasih kepada DDTC News yang sudah memberikan berita yang informatif. Pengurangan kelompok barang yang tidak dikenakan PPN menjadi salah satu upaya Pemerintah untuk menambah biaya APBN. Selain itu, pertimbangan lainnya adalah fasilitas PPN yang diberikan tidak tepat sasaran. Salah satu kelompok barang yang mendapatkan penghapusan barang tidak dikenakan PPN adalah hasil pertambangan atau pengeboran.