BERITA PAJAK HARI INI

Rencana Kenaikan Tarif PPN Jadi 12%, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Redaksi DDTCNews | Selasa, 29 Juni 2021 | 08:14 WIB
Rencana Kenaikan Tarif PPN Jadi 12%, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mengusulkan penerapan skema pajak pertambahan nilai (PPN) multitarif dengan kenaikan tarif umum dari 10% menjadi 12%. Usulan yang masuk dalam rancangan revisi UU KUP tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (29/6/2021).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pengaturan PPN multitarif dilakukan agar mencerminkan keadilan bagi wajib pajak. Tarif umum akan dinaikkan dari 10% menjadi 12%. Kemudian, diperkenalkan range tarif 5% sampai dengan 25%.

"Satu tarif tunggal [selama ini] kurang mencerminkan keadilan atau kebutuhan untuk melakukan pemihakan," ujar Sri Mulyani.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan Kementerian Keuangan, kebanyakan negara menerapkan PPN dengan tarif sebesar 11—20%. Indonesia menjadi salah satu dari 21 negara yang menerapkan PPN dengan tarif hanya sebesar 10%.

Selain mengenai rencana perubahan kebijakan PPN, ada pula bahasan terkait dengan realisasi penerimaan PPN produk digital dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). Ada pula bahasan tentang pemanfaatan data dari skema automatic exchange of information (AEoI).

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini
  • Pengecualian PPN

Selain berencana menerapkan skema PPN multitarif, Sri Mulyani mengatakan pemerintah juga mengatur kembali objek dan fasilitas agar lebih mencerminkan keadilan serta tepat sasaran. Pemerintah berencana mengurangi pengecualian PPN.

Terhadap barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat banyak (seperti barang kebutuhan pokok, jasa Pendidikan, dan jasa Kesehatan), dikenakan PPN dengan tarif yang lebih rendah atau dapat tidak dipungut PPN. Bagi masyarakat yang tidak mampu dapat dikompensasi dengan pemberian subsidi.

“Kita bisa menggunakan tangan subdisi, yaitu belanja negara di dalam APBN, dan tidak menggunakan tangan PPN. Ini menjadi sesuatu di dalam rangka untuk compliance maupun untuk memberikan targeting yang lebih baik,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Simak ‘Pengecualian PPN Bakal Dikurangi, Pemerintah Tetap Dukung 3 Sektor Ini’. (DDTCNews/Kontan/Kompas/Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara
  • Data AEoI

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan data AEoI yang diterima pada 2018 berupa saldo rekening senilai Rp2.742 triliun (inbound) dan Rp3.574 triliun (domestik). Selain itu, penghasilan inbound senilai Rp683 triliun dalam bentuk dividen, bunga, penjualan, dan penghasilan lain.

Terhadap data yang tersebut, sambung Sri Mulyani, DJP melakukan proses yang sangat hati-hati. DJP melakukan penyandingan antara data saldo keuangan dengan harta setara kas Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh orang pribadi.

Selain itu, DJP juga melakukan penyandingan antara EoI penghasilan (inbound) yang terdiri atas data penghasilan dividen, bunga, penjualan, dan penghasilan lainnya dengan data penghasilan luar negeri SPT Tahunan PPh orang pribadi. Simak ‘DJP Dapat Banyak Data Keuangan Lewat AEoI, Ini Kata Sri Mulyani’. (DDTCNews)

Baca Juga:
DDTC Rilis Buku SDSN UU KUP, PPh, dan PPN Terbaru Versi Bahasa Inggris
  • PPN Produk Digital

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan hingga Juni 2021, dirjen pajak telah menunjuk 75 perusahaan sebagai pemungut PPN produk digital PMSE. Sampai dengan 16 Juni 2021, sebanyak 50 perusahaan telah memungut dan menyetorkan PPN produk digital PMSE senilai Rp2,25 triliun.

Adapun total penerimaan PPN tersebut berasal dari setoran pada tahun lalu senilai Rp0,73 triliun dan setoran pada 2021 senilai Rp1,52 triliun. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

  • WP Mengaku Rugi

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan total wajib pajak yang melaporkan kerugian secara beturut-turut selama 5 tahun meningkat dari 5.199 wajib pajak pada 2012—2016 menjadi 9.496 wajib pajak pada 2015—2019.

Baca Juga:
PPN Barang Pokok dan Jasa Premium Masih Tunggu Penetapan Aturan Teknis

“Wajib pajak ini yang melaporkan rugi terus-menerus. Namun, kita melihat mereka tetap beroperasi dan bahkan mereka mengembangkan usahanya di Indonesia,” kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani mengatakan masih banyak wajib pajak badan yang menggunakan skema penghindaran pajak, sementara di sisi lain Indonesia belum memiliki instrumen penghindaran pajak yang komprehensif. Simak ‘Ini Rencana Perubahan Kebijakan PPh dalam Revisi UU KUP’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

  • Fringe Benefit

Pemerintah berencana mengatur kembali ketentuan fringe benefit. Pemberian natura menjadi penghasilan bagi penerima dan menjadi biaya bagi pemberi kerja. Sri Mulyani mengatakan pemajakan atas orang kaya tidak optimal antara lain karena pengaturan terkait fringe benefit. Simak 'Menilik Prospek Penerapan Fringe Benefit Tax di Indonesia'.

Baca Juga:
World Bank: Pemeriksaan DJP Belum Efektif dalam Lacak Pengelakan Pajak

“Selama 2016—2019, rata-rata tax expenditure PPh orang pribadi atas penghasilan dalam bentuk natura senilai Rp5,1 triliun,” ujar Sri Mulyani. Simak ‘Sri Mulyani Ungkap 3 Tantangan PPh Orang Pribadi, Apa Saja?’. (DDTCNews)

  • Ungkap Sukarela

Pemerintah akan memberi kesempatan kepada wajib pajak untuk melaporkan atau mengungkapkan secara sukarela atas kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi.

Wajib pajak dapat melakukan pembayaran PPh berdasarkan pada pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya dilaporkan oleh peserta program Pengampunan Pajak. Selain itu, bisa juga melakukan pembayaran PPh berdasarkan pada pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi tahun pajak 2019.

“Ini untuk melengkapi … yang sudah kita lakukan, mulai dari sunset policy, reinventing policy, tax amnesty, dan … berbagai langkah untuk pelaksanaan AEoI (automatic exchange of information),” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Selasa, 24 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?