INDIA

Perusahaan Digital Pertanyakan Nasib Equalization Levy Pasca-Konsensus

Redaksi DDTCNews | Jumat, 15 Oktober 2021 | 16:30 WIB
Perusahaan Digital Pertanyakan Nasib Equalization Levy Pasca-Konsensus

Ilustrasi.

NEW DELHI, DDTCNews – Perusahaan multinasional di India kompak mendesak pemerintah agar tidak melakukan perluasan pungutan pajak. Pengusaha tidak ingin otoritas masih berupaya menambah pungutan selepas disepakatinya proposal 2 pilar oleh 136 yurisdiksi di dunia.

Desakan perusahaan multinasional ini berhulu pada kebijakan equalization levy yang saat ini berlaku terhadap entitas ekonomi digital. Perusahaan asing ingin ada kejelasan mengenai ketentuan terkait pemajakan digital setelah konsensus pajak global disepakati nanti.

Pengusaha ingin pemerintah memberikan jaminan bahwa tidak akan ada beban pajak baru ke depannya. Tak main-main, perusahaan skala besar yang berbasis di India ikut mengerahkan konsultan pajak mereka untuk menanggapi isu ini.

Baca Juga:
Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

"Sesuai perjanjian yang dirilis OECD, negara mana pun tidak boleh membuat cakupan pajak baru per 8 Oktober. Langkah apapun yang menentang ini akan mencoreng spirit perjanjian," ungkap Ajay Rotti, salah satu penasihat pajak, dikutip dari economictimes.indiatimes.com, Jum’at (15/10/2021).

Pengusaha berharap pemerintah India dan negara lain yang telah sepakat dalam pembahasan Pilar 1 dan 2 agar tunduk terhadap perjanjian nantinya. Perluasan definisi dalam kalimat perjanjian dianggap menentang konsesus internasional yang telah disetujui.

Pengusaha di India sendiri masih keberatan dengan skema penganaan pajak digital melalui equalisation levy. Pada 2016 lalu, pemerintah berencana mengenakan pajak dengan tarif 6% atas transaksi digital yang dilakukan dengan negara lain.

Baca Juga:
Malaysia Berencana Kenakan Pajak atas Dividen sebesar 2 Persen

Sayangnya, saat ini definisi transaksi digital sudah terlalu luas. Meski hanya dengan tarif 2% saat ini, tapi seluruh kegiatan online yang perusahaan lakukan telah dipajaki. Misalnya penjualan barang atau jasa secara online, pembayaran, bahkan kegiatan pemesanan hotel.

Sebagai informasi, India mengenakan tarif pajak 2% terhadap e-commerce yang memiliki kehadiran ekonomi signifikan atau significant economic presence di India.

Oleh karenanya, para perusahaan multinasional ingin mendapatkan kepastian langsung dari pemerintah. Mereka tidak ingin ada beban pajak baru di masa depan.

Perlu diketahui bahwa konsensus pajak dengan tarif minimum global 15% telah disetujui oleh 136 negara. Bersamaan dengan perjanjian ini, India juga akan menghapus ketentuan unilateralnya special ecomic presence atau bentuk usaha tetap bagi perusahaan digital. (tradiva sandriana/sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Minggu, 20 Oktober 2024 | 14:00 WIB HONG KONG

Negara Ini Bakal Pangkas Tarif Bea Masuk Minuman Beralkohol

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN