PERPAJAKAN INDONESIA

Pentingnya Paradigma Ini Dalam Arah Politik Pajak 2019-2024

Redaksi DDTCNews | Kamis, 13 Desember 2018 | 18:42 WIB
Pentingnya Paradigma Ini Dalam Arah Politik Pajak 2019-2024

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji dalam konferensi pers 'Outlook dan Tantangan Sektor Pajak 2019: Berebut Suara Wajib Pajak' di Menara DDTC, Kamis (13/12/2018). (Foto: DDTCNews)

JAKARTA, DDTCNews – Dalam konteks pemilihan presiden, ada aspek yang lebih penting dan substantial daripada sekadar membandingkan platform pajak para calon pemimpin nasional.

Hal ini disampaikan Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji. Menurutnya, aspek yang lebih penting adalah mengaitkan relevansi antara desain sistem pajak yang diusulkan, kebutuhan masyarakat, target pembangunan ke depan, dan menjamin dukungan publik di masa mendatang untuk meningkatkan penerimaan dalam kontrak fiskal yang ideal.

“Ini tentu bukan soal yang mudah. Namun, untuk menjawab hal tersebut arah politik pajak 2019-2024 haruslah berbasis pada paradigma mendengar suara wajib pajak dan memperkuat partisipasi pemangku kepentingan,” ujarnya dalam konferensi pers 'Outlook dan Tantangan Sektor Pajak 2019: Berebut Suara Wajib Pajak' di Menara DDTC, Kamis (13/12/2018).

Baca Juga:
Rezim Baru, WP Perlu Memitigasi Efek Politik terhadap Kebijakan Pajak

Menurutnya, paradigma ini penting karena empat alasan. Pertama, menghadapi fragmentasi politik. Pasca Orde Baru, konsolidasi politik semakin sulit terwujud dan kesepahaman antarkekuatan politik dalam memandang kebijakan semakin divergen. Oleh karena itu, harus ada kesepahaman antarkelompok kepentingan dan politik.

Kedua, mengurangi ‘biaya pemungutan pajak’. Pemerintah perlu memiliki strategi meningkatkan kepatuhan sukarela, terutama melalui upaya menciptakan trust kepada pemerintah. Semakin tinggi derajat kepatuhan sukarela, semakin rendah biaya transaksi pemungutan pajak.

Ketiga, menjamin akseptabilitas dan stabilitas. Dukungan sangat dibutuhkan dalam menjamin efektivitas sistem pajak serta menyempurnakan hal-hal yang menjadi tujuan pemerintah. Keempat, upaya mendengar suara wajib pajak dan memperkuat partisipasi para pemangku kepentingan akan menjamin sistem pajak yang demokratis dan kontrak fiskal yang ideal.

Baca Juga:
Curhat Sri Mulyani di Depan Pengusaha: Susah Loh Ngumpulin Pajak

Bawono mengatakan setidaknya ada beberapa cara untuk mewujudkan paradigma tersebut. Beberapa cara itu seperti perlindungan hak-hak wajib pajak dalam sistem administrasi pajak, penguatan peran Komite Pengawas Perpajakan sebagai tax ombudsman yang hadir mewakili wajib pajak, serta proses perumusan kebijakan yang partisipatif dan berbobot dengan adanya dukungan kehadiran lembaga riset di bidang pajak.

Selain itu, adanya interaksi antarpemangku kepentingan pajak yang setara dan berkualitas dalam menjamin ekosistem yang mendukung terwujudnya sistem pajak yang berimbang turut dibutuhkan. Selanjutnya, yang paling penting adalah dukungan kepemimpinan nasional.

Dinamika dalam mengumpulkan penerimaan pajak akan semakin beragam dengan pergantian administrasi pemerintahan di tahun depan. DDTC Fiscal Research memetakan empat tren pajak global yang juga perlu untuk diperhatikan lebih lanjut oleh pemerintah.

Baca Juga:
Demi Efisiensi, Digitalisasi Pajak Daerah Ditarget 100% Tahun Ini

Pertama, tren kompetisi pajak dalam rangka menggenjot ekonomi dan daya saing. Dimensi ini harus diperhatikan karena masih berjalannya reformasi perpajakan di Tanah Air. Kedua, meningkatnya kontribusi penerimaan pajak konsumsi.

Menurutnya, instrumen pajak konsumsi seperti PPN akan menjadi tumpuan sebagai motor penerimaan dalam jangka panjang. Instrumen ini disebut lebih mudah dikumpulkan dan juga tidak makan banyak biaya jika dibandingkan mengumpulkan pajak berbasis penghasilan.

Ketiga, meningkatnya upaya mencegah penghindaran pajak dan kerjasama pertukaran informasi. Keempat, berbagai terobosan administrasi dalam meningkatkan kepatuhan. Untuk terobosan administrasi, ada berbagai macam cara yang bisa dilakukan, salah satunya adalah meningkatkan keterlibatan wajib pajak melalui teknologi dan digitalisasi. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 17 Oktober 2024 | 13:35 WIB DDTC EXCLUSIVE GATHERING 2024

Rezim Baru, WP Perlu Memitigasi Efek Politik terhadap Kebijakan Pajak

Rabu, 09 Oktober 2024 | 09:39 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Curhat Sri Mulyani di Depan Pengusaha: Susah Loh Ngumpulin Pajak

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 08:30 WIB KABUPATEN TEMANGGUNG

Demi Efisiensi, Digitalisasi Pajak Daerah Ditarget 100% Tahun Ini

Selasa, 24 September 2024 | 08:37 WIB KINERJA FISKAL

Defisit Anggaran 2024 Tetap Ditarget 2,7 Persen, DJP Bakal Full Force

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN