BERITA PAJAK HARI INI

Pengusaha IKM Bisa Tunda Pembayaran Cukai Rokok Hingga 90 Hari

Redaksi DDTCNews | Selasa, 31 Maret 2020 | 07:56 WIB
Pengusaha IKM Bisa Tunda Pembayaran Cukai Rokok Hingga 90 Hari

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Kemenkeu memberikan fasilitas penundaan pembayaran cukai hingga 90 hari bagi pengusaha pabrik dengan skala industri kecil menengah di Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT). Topik ini menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Selasa (31/3/2020).

Fasilitas ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.21/PMK.04/2020 tentang Kawasan Industri Hasil Tembakau. KIHT, sesuai beleid ini, perlu dibentuk untuk meningkatkan pelayanan, pembinaan industri, dan pengawasan terhadap produksi dan peredaran hasil tembakau.

Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan KIHT adalah pendekatan pemerintah kepada pengusaha rokok ilegal agar berubah menjadi legal. Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari upaya pemerintah menekan penyebaran rokok ilegal dari 3,3% menjadi 1% pada tahun ini.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Pengusaha pabrik – penghasil barang kena cukai dan/atau pengemas barang kena cukai hasil tembakau dalam kemasan untuk penjualan eceran – di KIHT adalah pengusaha pabrik dengan skama industri kecil dan menengah.

Dalam beleid yang berlaku sejak 17 Maret 2020 ini, pengusaha pabrik di KIHT diberikan kemudahan perizinan berusaha, kegiatan berusaha, dan penundaan pembayaran cukai. Penundaan pembayaran cukai selama 90 hari, lebih lama dari pengusaha pabrik di luar KIHT selama 2 bulan (sesuai PMK No. 57/PMK.04/2017).

Selain itu, masih ada pula bahasan mengenai Penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (Arm’s Length Principle/ALP) juga diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.22/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement/APA).

Baca Juga:
Jual Rokok Eceran, Apakah Pedagang Wajib Punya NPPBKC?

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Kemudahan dan Penundaan

Kemudahan berusaha berupa pengecualian dari ketentuan memiliki luas paling sedikit 200 meter persegi untuk lokasi, bangunan, atau tempat usaha, seperti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC).

Kemudahan kegiatan berusaha berupa kerja sama yang dilakukan untuk menghasilkan barang kena cukai berupa hasil tembakau dalam bentuk batangan. Kerja sama ini dilakukan oleh pengusaha pabrik yang berada di dalam satu KIHT yang sama dan dijalankan berdasarkan perjanjian kerja sama.

Baca Juga:
Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Kemudahan berupa penundaan pembayaran cukai diberikan dengan menggunakan jaminan bank. Jangka waktu penundaan diberikan selama 90 hari terhitung sejak tanggal dokumen pemesanan pita cukai. (Kontan/DDTCNews)

  • Syarat Penundaan Pembayaran

Kepala Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi Bea Cukai Kemenkeu Deni Sujantoro mengatakan penundaan pembayaran cukai bisa didapatkan kepada pengusaha di KIHT melaluo pengajuan permohonan kepada Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea Cukai (KPPBC).

Selain memiliki uang jaminan di bank, pengusaha tersebut harus berstatus pengusaha kena pajak (PKP) yang selama 6 bulan terakhir tidak terkena sanksi. PKP juga tidak boleh mempunyai tunggakan utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan bayar cukai, serta sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga di bidang cukai, kecuali sedang diajukan keberatan. (Kontan)

Baca Juga:
Gandeng Satpol PP DKI, Bea Cukai Amankan Jutaan Rokok Ilegal
  • Penerapan ALP

Prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (ALP) diterapkan dengan membandingkan kondisi dan indikator harga transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa dengan kondisi dan indikator harga transaksi independen yang sebanding.

Penerapan ALP wajib dilakukan berdasarkan keadaan sebenarnya serta pada saat penentuan harga transfer dan/atau saat terjadinya transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa dan sesuai dengan tahapan penerapan ALP. Baca artikel-artikel tentang ALP di sini. (DDTCNews)

  • Tren Penggunaan Instrumen Pajak Hadapi Virus Corona

Berdasarkan analisis DDTC Fiscal Research, terdapat 151 yurisdiksi dari berbagai wilayah yang merespons dampak dari COVID-19 melalui kebijakan fiskal. Dari jumlah tersebut, 112 yurisdiksi telah (atau berencana) menggunakan instrumen pajak, sementara negara lainnya cenderung menggunakan kebijakan berbasis pengeluaran atau instrumen nonpajak lainnya.

Baca Juga:
Efisiensi Logistik, Pemerintah Kombinaskan INSW dan NLE

Dari 112 yurisdiksi tersebut, DDTC Fiscal Research mengidentifikasi sebanyak 661 instrumen pajak yang telah (atau akan segera) dilaksanakan, dengan rata-rata agregat sebanyak enam instrumen pajak untuk setiap negara atau yurisdiksi. Simak artikel ‘DDTC Fiscal Research: 112 Negara Pakai Instrumen Pajak Hadapi COVID-19’. (DDTCNews)

  • Investasi BUMN

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia berharap adanya dukungan peran dari badan usaha milik negara (BUMN) untuk meningkatkan capaian penanaman modal dalam negeri (PMDN) di tengah penurunan penanaman modal asing (PMA) akibat virus Corona.

“Arahan Pak Presiden untuk triwulan I/2020, PMA agak menurun. Supaya performa tidak turun, kita andalkan investasi dalam negeri, yang pilarnya BUMN,” ujar Bahlil. (Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
Asistensi Fasilitas Kepabeanan, DJBC Beri Pelatihan Soal IT Inventory 
  • Pembatasan Sosial Berskala Besar

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginginkan ada kebijakan pembatasan sosial berskala besar dan penerapan darurat sipil untuk menekan penyebaran wabah virus Corona (COVID-19).

Jokowi menilai kebijakan social distancing saat ini kurang efektif. Menurutnya, imbauan yang disampaikan pemerintah pusat maupun daerah belum cukup membuat masyarakat patuh untuk belajar, bekerja, dan beribadah di rumah.

“Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing dilakukan lebih tegas, disiplin, dan lebih efektif lagi,” katanya. (Bisnis Indonesia/Kontan/DDTCNews) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Senin, 21 Oktober 2024 | 20:00 WIB KEBIJAKAN CUKAI

Jual Rokok Eceran, Apakah Pedagang Wajib Punya NPPBKC?

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 15:30 WIB BEA CUKAI JAKARTA

Gandeng Satpol PP DKI, Bea Cukai Amankan Jutaan Rokok Ilegal

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN