DIGITALISASI, teknologi, dan data saat ini tidak lagi menjadi kata yang asing di telinga kita. Pesatnya perkembangan teknologi memaksa kita untuk melakukan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk cara menghitung, membayar, dan melaporkan pajak.
Perubahan proses bisnis yang makin kompleks dan tuntutan masyarakat tentang pentingnya transparansi dalam dunia usaha telah membuat pelaporan pajak menjadi tidak mudah untuk dilakukan secara manual. Belum lagi ditambah dengan adanya tren perubahan yang dilakukan otoritas pajak.
Berdasarkan perkembangan yang ada, beberapa otoritas pajak, seperti di Brazil, Italia, dan Amerika, kini mulai mendorong adanya proses administrasi perpajakan yang dapat dilakukan secara real time untuk beberapa jenis transaksi.
Di Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menganggarkan Rp2,04 triliun untuk mereformasi sistem inti administrasi perpajakan sejak 2019 dan ditargetkan selesai 2024. Pada Hari Pajak 2021, DJP bahkan meluncurkan 10 aplikasi pajak, termasuk aplikasi M-Pajak. Lalu, siapkah kita untuk menyongsong perubahan-perubahan tersebut?
Bianca Kuijper, Todd Cameron, dan Zsolt Szatmari dalam publikasinya yang berjudul Technology-Enabled Tax Compliance memaparkan beberapa kriteria teknologi yang disarankan untuk digunakan wajib pajak badan dalam mengurus hak dan kewajiban pajaknya, baik untuk mengurus pajak langsung maupun pajak tidak langsung. Barangkali hal ini berguna bagi Anda untuk mempersiapkan diri.
Teknologi untuk Pengurusan Pajak Langsung
Proses pengurusan hak dan kewajiban pajak langsung (seperti misalnya pengurusan pajak penghasilan) umumnya dibedakan berdasarkan tingkat efektivitasnya ke dalam empat tingkatan yaitu yang bersifat reaktif dan tidak terstruktur, proaktif, progresif, dan best-in-class.
Dalam hal ini, pemanfaatan teknologi yang tepat dapat membantu perusahaan untuk memperbaiki dan meningkatkan tingkat efektivitas tersebut ke arah best-in-class. Adapun dengan proses pengurusan pajak yang baik, peran dan nilai tambah yang dapat dihasilkan oleh fungsionaris pajak juga dapat ditingkatkan dari yang sebelumnya lebih bersifat taktis menjadi lebih strategis.
Setidaknya ada lima aspek yang menjadi karakteristik dari teknologi perpajakan yang digunakan oleh proses pengurusan pajak best-in-class. Pertama, teknologi perpajakan yang digunakan harus mampu mengotomatiskan proses manajemen data.
Tidak dapat dimungkiri, pengumpulan data untuk keperluan perpajakan umumnya menjadi masalah utama yang dihadapi fungsionaris pajak. Sering kali waktu yang dihabiskan untuk mengumpulkan, memasukkan, dan mengelola data jauh lebih banyak dibandingkan dengan waktu yang tersedia untuk menganalisis data tersebut.
Kedua, teknologi perpajakan juga harus mampu mengotomatiskan sebagian dari pekerjaan fungsionaris pajak yang bersifat administratif. Setiap pekerjaan, pembagian tugas, dan pengaturan deadline di antara para fungsionaris pajak harus dapat dilakukan secara terstruktur. Dalam hal ini, semuanya itu dapat dilakukan dengan bantuan teknologi.
Ketiga, setiap perhitungan dan pelaporan pajak yang tersimpan di dalam sistem harus dapat dibuktikan dengan mudah. Proses tracing ke data awal harus dapat dipertahankan dan disimpan di dalam sistem. Proses rekonsiliasi juga harus dapat dilakukan dengan mudah atau bahkan secara otomatis.
Keempat, setiap data perpajakan yang disimpan di dalam sistem juga harus dapat diolah lebih lanjut dengan mudah sesuai dengan kebutuhan fungsionaris pajak.
Kelima, teknologi perpajakan yang dipakai harus dapat mengimplementasikan teknologi analytics terhadap data-data yang telah tersimpan untuk mendapatkan insight baru.
Teknologi untuk Pengurusan Pajak Tidak Langsung
BERBEDA dengan pajak langsung, proses pengurusan pajak tidak langsung, seperti misalnya pengurusan PPN, banyak dipengaruhi oleh adanya perkembangan yang pesat di industri e-commerce dan peraturan-peraturan baru yang lebih ketat di beberapa negara.
Meski demikian, pengurusan pajak tidak langsung umumnya lebih terarah dan sangat cocok untuk dilakukan secara otomatis dengan bantuan teknologi.
Dalam hal ini, kualitas dari teknologi yang dapat digunakan untuk pengurusan pajak tidak langsung umumnya bergantung pada kemampuan teknologi dalam melakukan beberapa hal, seperti kemampuan untuk mengotomatisasi perhitungan pajak.
Kemudian, kemampuan untuk tetap terintegrasi dengan sistem enterprise-resource-planning (ERP) perusahaan; untuk selalu meng-update database tarif pajak yang digunakan; dan untuk mengautomasi pelaporan SPT serta penyimpanan data yang rapi untuk beberapa yurisdiksi yang berbeda dalam satu sistem yang sama.
Di antara empat fokus tersebut, fokus yang paling sulit untuk dilakukan biasanya pada proses pengelolaan database tarif yang digunakan. Hal ini tidak lain dikarenakan oleh pesatnya perkembangan bisnis lintas yurisdiksi dan karena peraturan pajak yang selalu berubah.
Pengurusan pajak tidak langsung juga umumnya sangat berkaitan erat dengan perkembangan teknologi-teknologi pencegahan fraud terkini. Misal, SAF-T dan pelaporan data tagihan komersial secara real time serta perkembangan blockchain untuk kepentingan perpajakan.
Bagaimana? Sudahkah Anda memiliki dan menjalankan sebagian atau seluruh teknologi yang seperti di atas? Untuk lebih lengkapnya, para penulis juga melampirkan kuesioner yang dapat digunakan untuk menilai kesiapan masing-masing pembaca.
*Artikel ini merupakan artikel yang diikutsertakan dalam Lomba Resensi Jurnal untuk memeriahkan HUT ke-14 DDTC. Simak artikel lainnya di sini.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.