Menteri Keuangan Inggris Philip Hammond. (DDTCNews - foto: Independent.ie)
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Inggris Philip Hammond akhirnya menyodorkan pengenaan pajak layanan digital (digital services tax) yang berlaku mulai April 2020. Langkah unilateral ini akan menyasar raksasa teknologi digital.
Hal ini diungkapkannya saat menyampaikan anggaran 2018 ke parlemen. Langkah tersebut sesuai denganpernyataan Philip sebelumnya, yang ingin segera memberikan tenggat (deadline) pengenaan pajak layanan digital. Dengan demikian, langkah ini tidak berhenti di tataran wacana.
Melansir The Washington Post, pengenaan pajak mulai April 2020 ini diperkirakan akan mampu menghasilkan penerimaan lebih dari 400 juta pound sterling atau US$512 juta (sekitar Rp7,8 triliun) per tahun.
“Pemerintah Inggris akan mempertimbangkan penarikan pajak jika para pejabat yang mewakili G20 dan OECD mencapai kesepakatan global yang sesuai,” katanya, seperti dikutip pada Selasa (30/10/2018).
Pungutan sekitar 2% dari pendapatan perusahaan ini tidak akan dikenakan pada semua perusahaan. Pajak akan dikenakan terhadap perusahaan yang untung, setidaknya mengambil 500 juta pound sterling dalam pendapat global dari semua lini bisnis.
Dia pun menggarisbawahi pajak layanan digital ini akan dibuat tidak jatuh pada konsumen seperti pajak penjualan online. Pajak ini hanya berlaku untuk raksasa teknologi yang mapan, tdiak mencakup perusahaan baru atau rintisan (start-up)
Menurutnya, langkah ini diambil Inggris sebagai upaya evolusi yang diperlukan dalam sistem pajak korporasi dalam era digital. Apalagi, aturan yang ada saat ini tidak sejalan dengan model bisnis yang berkembang cukup pesat.
Mesin pencari (search engines), jaringan media sosial, dan marketplaces merupakan jenis platform digital yang telah mengubah masyarakat menjadi lebih baik. Namun, perkembangannya menantang keberlanjutan dan keadilan dalam sistem pajak.
“Bisnis platform digital dapat menghasilan nilai substantial di Inggris tanpa membayar pajak di sini sehubungan dengan bisnis itu. Ini jelas tidak berkelanjutan dan tidak adil,” kata Philip.
Inisiatif pajak ini datang ketika para pejabat keuangan Uni Eropa telah mengusulkan undang-undang terkait pajak yang menyasar perusahaan teknologi. Pejabat di Asia dan Amerika Selatan juga mempertimbangkan pajak serupa.
Menurut Philip, Inggris telah berada di garis depan reformasi pajak perusahaan dan mengakui “kesepakatan global baru" tetap menjadi solusi terbaik dalam jangka panjang. Namun, dia melihat kemajuan memperbarui undang-undang pajak sangat lambat.
"Kita tidak bisa hanya berbicara selamanya,” tegasnya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.