POLITIK PERPAJAKAN

Pengamat: Belajar Membangun Kontrak Fiskal dari AS dan Malaysia

Redaksi DDTCNews | Rabu, 06 Juni 2018 | 16:20 WIB
Pengamat: Belajar Membangun Kontrak Fiskal dari AS dan Malaysia

Pengamat Pajak Darussalam saat memberi paparan dalam Seminar Reformasi Perpajakan 19th TST FEB UI di The Westin Jakarta (6/6). (Foto: DDTCNews)

JAKARTA, DDTCNews - Hiruk pikuk politik sudah mulai terasa saat ini yang terus akan memucak saat kontestasi pemilihan legislatif (Pileg) dan pemilihan presiden (Pilpres) dihelat tahun depan.

Beragam janji akan ditebar untuk meyakinkan pemilih. Namun, pendidikan politik masih minim pada sebatas pada program yang akan dijalankan pasca terpilih.

Lebih fokus pada aspek belanja ini yang menurut pakar perpajakan Darussalam sebagai bagian yang belum ideal dalam proses elektoral di Indonesia.

Baca Juga:
Tingkatkan Daya Saing, Menkeu Ini Komitmen Lakukan Reformasi Pajak

Menurutnya, kasus di Amerika Serikat dan Malaysia bisa menjadi contoh bagus bagaimana kontrak fiskal dijalankan dalam bingkai politik.

"Kita lebih fokus pada aspek belanja tanpa membahas lebih dalam dari mana sumber-sumber penerimaan," katanya dalam Seminar Reformasi Perpajakan 19th TST FEB UI di The Westin Jakarta, Rabu (6/6).

Karena itu, lanjutnya, praktik kontrak fiskal di AS dan Malaysia bisa jadi pelajaran tersendiri bagi Indonesia. Terutama untuk pendidikan politik warga negara.

Baca Juga:
Bertemu Menkeu Arab Saudi, Sri Mulyani Bahas Reformasi Perpajakan

"Reformasi pajak AS bagian dari kampanye Donald Trump untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang kemudian lahir dalam produk hukumnya 'Tax Cut and Jobs Act'," terang Darussalam.

Kemudian, di Malaysia dengan politik reformasi pajaknya berhasil mengantarkan Mahatir Muhammad menjadi oposisi pertama yang menang pemilu dalam 6 dekade terakhir. Salah satu janji politiknya ialah menghapus sistem GST/PPN dan kembali pada sistem pajak penjualan.

"Kedua negara ini merupakan contoh menarik bagaimana kontrak fiskal dilakukan. Lalu bagaimana dengan Indonesia di mana tingkat kepatuhan yang masih rendah dan struktur pajak yang tidak berimbang menjadi salah satu hambatan dalam penerimaan pajak," tutupnya. (Amu)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 08 Desember 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Bertemu Menkeu Arab Saudi, Sri Mulyani Bahas Reformasi Perpajakan

Minggu, 08 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Menkeu Thailand Usulkan Tarif PPN Dinaikkan dan PPh Dipangkas

Jumat, 06 Desember 2024 | 14:21 WIB UNIVERSITAS BUNDA MULIA

Mahasiswa Jangan Ketinggalan Update Soal Reformasi Pajak Internasional

BERITA PILIHAN
Senin, 03 Februari 2025 | 18:30 WIB PMK 7/2025

Kemenkeu Terbitkan Pedoman Pemeriksaan dan Penagihan Pajak Daerah

Senin, 03 Februari 2025 | 17:30 WIB PMK 136/2024

Ada De Minimis Exclusion, Pajak Minimum Global Bisa Jadi Nol

Senin, 03 Februari 2025 | 16:45 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu Surat Keputusan Pembetulan?

Senin, 03 Februari 2025 | 16:21 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Inflasi Januari Cuma 0,76 Persen, Diskon Listrik Jadi Penyebab

Senin, 03 Februari 2025 | 16:09 WIB KOTA TANJUNGPINANG

Waduh! Pemkot Dituding Bikin Agenda Fiktif Pencetakan Buku Perda Pajak

Senin, 03 Februari 2025 | 15:30 WIB CORETAX DJP

Baru! DJP Rilis Buku Panduan Pembuatan Bukti Potong PPh Via Coretax

Senin, 03 Februari 2025 | 15:21 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ada Titipan Pesan dari Gibran ke Bahlil Soal Elpiji 3 Kg, Apa Isinya?

Senin, 03 Februari 2025 | 15:09 WIB AGENDA PAJAK

Hadapi 2025, DDTC Gelar Seminar Eksklusif di Cikarang

Senin, 03 Februari 2025 | 14:09 WIB CORETAX SYSTEM

Perlu Waktu, Coretax Belum Nyambung ke Seluruh Bank dan Kementerian

Senin, 03 Februari 2025 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Tata Ulang Lahan Kebun Sawit, Pastikan Kepatuhan Pengusaha