JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Selasa (9/5) Bank Indonesia merilis data cadangan devisa Indonesia per akhir April 2017 yang mencapai US$123,2 miliar atau setara dengan Rp1.638,5 triliun. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan posisi akhir Maret 2017 yang hanya mencapai US$121,8 miliar atau Rp1.622 triliun.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan peningkatan tersebut berasal dari penerimaan pajak dan devisa ekspor migas bagian pemerintah serta hasil lelang Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) valas.
Perolehan tersebut, lanjut Tirta juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan penerimaan pada periode yang sama tahun lalu sebesar US$107,7 miliar. Atas pencapaian tersebut, BI menilai cadangan devisa mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.
Berita lainnya datang dari meningkatnya laba industri keuangan yang menyumbang 16,19% penerimaan pajak dan pajak yang mulai membidik penghasilan selebriti dari endorse produk di media sosial. Berikut ulasan ringkas beritanya:
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mencatat kenaikan setoran pajak dari sektor industri jasa keuangan, termasuk asuransi pada empat bulan pertama tahun ini. Per 27 April 2017, DJP membukukan industri jasa keuangan dan asuransi menyumbang Rp50,76 triliun atau berkontribusi sekitar 16,19% terhadap penerimaan pajak. Capaian tersebut lebih tinggi jika dibandingkan realisasi periode yang sama tahun lalu, yaitu sebesar Rp42,99 triliun atau meningkat 3,1% dibandingkan realisasi tahun sebelumnya.
Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak, Yon Arsal mengatakan saat ini Ditjen Pajak sedang mengembangkan database pelaku e-commerce termasuk para endorser. Setelah database tersebut rampung, nantinya para selebriti tanah air yang menerima penghasilan atas jasa endorse produk akan langsung dikenakan pajak dengan cara dipotong langsung oleh si pemberi jasa dalam hal ini yaitu perusahaan yang mengendorse produk.
Ditjen Pajak menyatakan akan meningkatkan kepatuhan dan pembayaran pajak dari sektor perkebunan sawit. Salah satu upaya yang akan dilakukan yakni dengan memanfaatkan jaringan koperasi dan asosiasi petani sawit. Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi menilai cara tersebut akan efektif untuk meningkatkan pelaporan pajak petani sawit. Dia melihat sektor informal seperti petani memang mengalami kesulitan tersendiri untuk memenuhi prosedur pembayaran pajak. Namun, tidak serta-merta membuat mereka menghindari pajak.
Industri penerbitan buku meminta pemerintah untuk memberikan keringanan pajak. Pasalnya, bukan hanya dikenakan atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%, namun penerbit juga harus membagi keuntungan dengan toko 45% dan royalti penulis 10% dari harga jual. Tak pelak, kinerja bisnis penerbitan babak belur terimbas digitalisasi dan beban pajak. Koordinator Divisi Pengembangan Organisasi Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Fikri Kongdarman mengatakan industri penerbitan buku mengeluhkan pajak produksi dan distribusi produk perbukuan.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.