BERITA PAJAK HARI INI

Menyambut Pajak Minimum Global, Siapa Saja yang Kena? Apa yang Beda?

Redaksi DDTCNews | Senin, 20 Januari 2025 | 09:01 WIB
Menyambut Pajak Minimum Global, Siapa Saja yang Kena? Apa yang Beda?

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pajak minimum global resmi akan dianut Indonesia mulai tahun pajak 2025. Keputusan ini tertuang dalam PMK 136/2024. Indonesia ikut bersepakat dengan negara-negara lain di dunia untuk meminimalisasi kompetisi tarif pajak yang tidak sehat. Topik ini menjadi salah satu ulasan media massa pada hari ini, Senin (20/1/2025).

Secara umum, pajak minimum global menyasar perusahaan multinasional dengan kriteria tertentu. Apa saja kriteria yang dimaksud? Hal itu diatur dalam Pasal 2 ayat (1) PMK 136/2024.

Pajak minimum global berlaku untuk entitas konstituen yang merupakan bagian dari grup perusahaan multinasional dengan omzet tahunan minimal €750 juta setidaknya dalam 2 dari 4 tahun pajak sebelum tahun pajak pengenaan pajak minimum global.

Baca Juga:
Terapkan Pajak Minimum Global, Thailand Bakal Raup Rp5,7 Triliun

"Grup perusahaan multinasional ... adalah grup yang memiliki setidaknya 1 entitas atau bentuk usaha tetap yang tidak berada di negara atau yurisdiksi entitas induk utama," bunyi Pasal 1 angka 2 PMK 136/2024.

Beleid tersebut juga mencantumkan contoh kasus.

Contoh, PT A merupakan entitas induk utama dari grup perusahaan multinasional A. Grup tersebut memiliki entitas konstituen di negara B dan negara C, antara lain B Co 1, B Co 2, dan C Co.

Baca Juga:
WP Daftar NPWP di Coretax, Kantor Pajak Beri Edukasi soal Geo Tagging

Pada 2021, omzet grup A senilai €800 juta. Pada 2022 dan 2023, omzet grup A turun menjadi senilai €600 juta. Namun, pada 2024 omzet grup A tercatat kembali naik menjadi €800 juta.

Mengingat omzet grup A melebihi €750 juta dalam 2 dari 4 tahun pajak, pajak minimum global berlaku atas entitas konstituen grup mulai tahun pajak 2025.

Dalam hal tahun pajak diperolehnya omzet grup perusahaan multinasional tak mencapai 12 bulan, nilai omzet dihitung dengan cara disetahunkan. Penghitungan omzet dengan cara disetahunkan ini diatur dalam Pasal 2 ayat (2) PMK 136/2024.

Baca Juga:
Masih Muncul Kendala Teknis, Coretax Disebut Butuh 4 Bulan Bisa Stabil

Misal, grup perusahaan multinasional X memiliki omzet senilai €600 juta pada 2022 dan 2023 dan €800 juta pada 2024. Namun, pada tahun pajak 2021, grup X memiliki omzet selama 9 bulan senilai €562,5 juta.

Dalam kasus ini, omzet grup X pada tahun pajak 2021 harus disetahunkan, yakni dihitung secara proporsional dalam tahun pajak 12 bulan menggunakan formula €562,5 juta x 12/9 = €750 juta.

Kemudian, dalam hal entitas konstituen membentuk grup perusahaan multinasional baru lalu pada tahun pertama dan kedua ternyata grup tersebut memiliki omzet €750 juta atau lebih, entitas konstituen wajib menerapkan ketentuan pajak minimum global pada tahun ketiga.

Baca Juga:
Pemerintah Diusulkan Beri Insentif Pajak untuk Industri Hiburan

Contoh, A Co dan B Co membentuk grup AB. Omzet grup AB pada tahun pajak pertama senilai €800 juta, sedangkan omzet pada tahun pajak kedua senilai €750 juta. Adapun omzet grup AB pada tahun pajak ketiga senilai €760 juta.

Dalam kasus ini, Grup AB tercakup dalam ketentuan pajak minimum global pada tahun pajak ketiga karena memiliki omzet senilai €750 juta atau lebih pada 2 tahun pajak sebelumnya.

Pada prinsipnya, Indonesia dapat mengenakan pajak minimum dengan tarif efektif minimal 15% atas laba yang diperoleh entitas konstituen yang merupakan bagian dari grup perusahaan multinasional tercakup.

Baca Juga:
Upload Faktur, Kring Pajak: Proses ke Approved Mestinya Tidak Lama

Selain bahasan mengenai pajak minimum global, ada pula ulasan lain mengenai pelaksanaan opsen pajak di berbagai daerah, hasil penilaian 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran, hingga implementasi coretax system yang masih banyak menuai kritik.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Perhatikan Jatuh Tempo Pelaporan SPT Pasca-Pajak Minimum Global

PMK 136/2024 turut memerinci mekanisme pelaporan dan pembayaran pajak yang terkait dengan ketentuan pajak minimum global. Pasal 65 ayat (3) PMK 136/2024 menyebut entitas induk utama dari grup perusahaan multinasional yang tercakup dalam ketentuan pajak minimum global wajib menyampaikan GloBE Information Return (GIR) kepada DJP paling lambat 15 bulan setelah berakhirnya tahun pajak.

Sementara itu, SPT Tahunan PPh dalam rangka melaksanakan GloBE harus disampaikan paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak.

Baca Juga:
Pajak Minimum Global Berlaku 2025, Ini Jatuh Tempo Pelaporan SPT-nya

Kendati begitu, Pasal 69 PMK 136/2024 memberikan relaksasi khusus pada tahun pertama grup perusahaan multinasional tercakup dalam ketentuan pajak minimum global.

Grup perusahaan multinasional yang memenuhi pajak minimum global wajib menyampaikan GIR kepada DJP paling lambat 18 bulan setelah berakhirnya tahun pajak. Jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh untuk melaksanakan GloBE juga bisa diperpanjang 2 bulan. (DDTCNews)

Tiga SPT Baru untuk Pajak Minimum Global

Pemerintah akan menyiapkan 3 SPT baru dalam rangka mendukung pelaksanaan ketentuan pajak minimum global.

Baca Juga:
PMK 118/2024 Terbit, Atur Pengajuan Keberatan via Coretax

Merujuk pada Pasal 65 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 136/2024, 3 format SPT dimaksud adalah SPT Tahunan PPh GloBE, SPT Tahunan PPh domestic minimum top-up tax (DMTT), dan SPT Tahunan PPh undertaxed payment rule (UTPR).

"SPT Tahunan PPh GloBE adalah surat yang digunakan oleh entitas induk yang merupakan subjek pajak dalam negeri (SPDN) untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai GloBE," bunyi Pasal 1 angka 47 PMK 136/2024. (DDTCNews)

Pemprov Ramai-Ramai Beri Keringanan Pajak

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat sudah ada 25 provinsi yang memberikan keringanan pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB). Opsen PKB dan opsen BBNKB sebesar 66% dari pokok PKB dan BBNKB mulai dikenakan oleh kabupaten/kota terhitung sejak 5 Januari 2025.

Baca Juga:
Aturan Pajak Minimum Global Berlaku, Pemerintah Siapkan 3 SPT Baru

Keringanan PKB dan BBNKB diberlakukan oleh beberapa provinsi dalam rangka mengurangi beban pajak yang harus ditanggung masyarakat akibat berlakunya opsen PKB dan opsen BBNKB.

"Kebijakan ini diharapkan mampu memberikan dukungan nyata terhadap keberlanjutan industri otomotif nasional serta menjaga daya saingnya di pasar domestik maupun global," ujar Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Setia Darta. (DDTCNews)

Menagih Solusi untuk 100 Hari Prabowo-Gibran

Litbang Kompas baru saja merilis hasil survei penilaian publik terhadap kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran di 100 hari kepemimpinannya. Dari semua program prioritas, skor terendah diberikan untuk program peningkatan pendapatan negara. Responden yang mengaku puas dengan program peningkatan pendapatan negara hanya 60,5%.

Baca Juga:
Nama Penanda Tangan Keliru, PKP Perlu Bikin Faktur Pajak Pengganti

Selain program peningkatan pendapatan negara, ada 3 program lain yang skor kepuasan publiknya di bawah 70%. Ketiganya adalah pemberian bantuan langsung tunai dengan (66,9%), makan bergizi gratis (66,8%), dan penyediaan rumah murah bersanitasi baik (65,9%).

Selain program prioritas, survei juga merekam sejumlah catatan positif untuk program jangka panjang. Salah satu catatan responden adalah kepercayaan bahwa rezim Prabowo mampu memelihara hubungan internasional selain juga menguatkan pertahanan dan keamanan negara. (Harian Kompas)

Kendala di Coretax Masih Jadi Sorotan

Sudah 3 pekan berjalan, Coretax DJP masih banyak terkendala teknis. Beberapa kendala yang cukup sering muncul adalah kegagalan upload faktur pajak, kegagalan login coretax, dan kesulitan dalam meminta kode otorisasi.

Baca Juga:
Upload Faktur di Coretax, WP Keluhkan Lamanya ‘Signing In Progress’

Kendati begitu, DJP berkomitmen untuk terus melakukan perbaikan. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menilai meski penerapan sistem coretax sempat memberikan banyak kendala, kini sudah menunjukkan adanya perbaikan.

Ketua Departemen Penelitian dan Pengkajian Kebijakan Fiskal IKPI Pino Siddharta mengatakan otoritas pajak telah banyak melakukan perbaikan. Apa yang terjadi saat ini, menurutnya, sudah lebih baik ketimbang pada awal peluncuran coretax. (Kontan) (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 19 Januari 2025 | 16:00 WIB KP2KP ENREKANG

WP Daftar NPWP di Coretax, Kantor Pajak Beri Edukasi soal Geo Tagging

Sabtu, 18 Januari 2025 | 13:33 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Masih Muncul Kendala Teknis, Coretax Disebut Butuh 4 Bulan Bisa Stabil

BERITA PILIHAN
Senin, 20 Januari 2025 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

DJP Tegaskan Jasa Ekspedisi Tetap Dipungut PPN Besaran Tertentu

Senin, 20 Januari 2025 | 12:00 WIB AMERIKA SERIKAT

Bakal Pungut Bea Masuk, Trump segera Bentuk External Revenue Service

Senin, 20 Januari 2025 | 11:30 WIB KEBIJAKAN BEA DAN CUKAI

Efisiensi di Pelabuhan, Penggunaan Alat Pemindai Peti Kemas Diperluas

Senin, 20 Januari 2025 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

Tarif atas 9 Jenis Pajak Daerah yang Ditetapkan Pemkab Buleleng

Senin, 20 Januari 2025 | 10:30 WIB LITERATUR PAJAK

Memahami Fungsi Pertukaran Informasi yang Terdapat dalam Model P3B

Senin, 20 Januari 2025 | 10:30 WIB KAWASAN EKONOMI KHUSUS

Ada Perang Tarif Trump, KEK Siap-Siap Sambut Relokasi Pabrik China

Senin, 20 Januari 2025 | 10:00 WIB PERPAJAKAN INDONESIA

Tampilan Baru Situs Web DDTC: Menjadi Standar Utama Perpajakan

Senin, 20 Januari 2025 | 09:01 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Menyambut Pajak Minimum Global, Siapa Saja yang Kena? Apa yang Beda?