REALISASI STIMULUS COVID-19

Penanganan Covid-19 Terhambat Birokrasi, PP 23/2020 Perlu Direvisi

Muhamad Wildan | Senin, 03 Agustus 2020 | 13:49 WIB
Penanganan Covid-19 Terhambat Birokrasi, PP 23/2020 Perlu Direvisi

Ilustrasi. Sejumlah pengunjung menikmati suasana senja di sekitar GBIP Immanuel atau Gereja Blenduk di tengah pandemi COVID-19 di Kawasan Kota Lama Semarang, Jawa Tengah, Senin (27/7/2020). Berdasarkan data dari Satgas Penanganan COVID-19 per 27 Juli 2020, kasus positif COVID-19 di Indonesia telah mencapai 100.303 kasus, dimana 58.173 orang dinyatakan sembuh dan 4.838 orang meninggal dunia. Data tersebut menempatkan Indonesia menjadi negara dengan kasus Covid-19 tertinggi keempat di Asia. ANT

JAKARTA, DDTCNews—Kinerja pelaksanaan kebijakan penanganan pandemi Covid-19 baik dari sisi kesehatan maupun dari sisi ekonomi masih cenderung terhambat oleh birokrasi yang ruwet.

Hal itu disampaikan Sigit Pramono, Ketua Umum Gerakan Pakai Masker. Pria yang sempat menjabat sebagai Direktur Utama BNI ini mengatakan hambatan birokrasi ini terbukti dari rendahnya pencairan anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN).

"Saya harap Satgas PEN bisa mendorong birokrasi pemerintah untuk mempercepat realisasi anggaran," kata Sigit dalam webinar yang diselenggarakan oleh Gerakan Pakai Masker, Senin (3/8/2020).

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Sigit menilai pemerintah perlu mengurai instansi atau pihak mana saja yang menghambat pencairan anggaran PEN tersebut. Dia memperkirakan setidaknya ada lima pihak yang memiliki potensi menghambat pencairan tersebut.

Misal, proses di Kementerian Keuangan, Kementerian PPN/Bappenas, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), hingga pada Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM).

Senada, Sekretaris Eksekutif II Komite Penanganan Covid-19 Raden Pardede mengakui masih terdapat hambatan dari sisi birokrasi. "Birokrasi kita masih melihat pandemi sebagai business as usual dan kita akan ada adjustment di situ," ujar Raden.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Tak menutup kemungkinan, terdapat banyak beleid penanganan pandemi Covid-19 yang dalam mekanismenya akan seperti selama ini, yaitu berbelit dan menghambat pelaksanaan kebijakan di lapangan.

Untuk itu, Raden mengusulkan adanya revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 23/2020 yang merupakan beleid pelaksana dari program PEN sebagaimana diatur Perppu No. 1/2020 yang sudah diundangkan menjadi UU No. 2/2020.

Salah satunya contohnya adalah penempatan dana pada perbankan untuk restrukturisasi kredit UMKM tidak akan lagi memerlukan mekanisme penyaluran dari bank peserta dan bank pelaksana.

Baca Juga:
PPN Barang Pokok dan Jasa Premium Masih Tunggu Penetapan Aturan Teknis

"Tidak ada lagi penempatan dana pakai bank pelaksana yang demikian rumit itu. Semua bank dapat asalkan bank itu bank sehat menurut OJK," ujar Raden.

Penempatan uang negara seperti yang dilakukan di bank-bank BUMN sebesar Rp30 triliun perlu tetap dilanjutkan agar bank memiliki dana murah yang bisa disalurkan dalam bentuk kredit modal kerja.

Penjaminan juga penting untuk tetap diberikan agar bank lebih memberanikan diri untuk menyalurkan kredit di tengah krisis ekonomi dan risiko kredit yang tinggi pada situasi saat ini. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

03 Agustus 2020 | 21:35 WIB

#MariBicara reformasi birokrasi penanganan Covid-19 tidak bisa hanya dimaknai sesempit untuk penyaluran kredit pemulihan ekonomi nasional, melainkan juga pada aspek kesehatan, seperti pengadaan barang/jasa/obat-obatan kesehatan penyembuhan Covid-19. Lebih lanjut, pemangkasan birokrasi dalam penyaluran dana BPJS merupakan hal yang harus dilakukan, karena berpengaruh pada layanan yang diberikan rumah sakit pada masyarakat, khususnya yang terdampak Covid-19 menjadi lama dan tidak segera ditangani, hal itu merupakan pengalaman empiris yang dialami oleh penulis.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?