KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Sebut Kebijakan 'Gas Murah' HGBT Belum Berjalan Optimal

Redaksi DDTCNews | Sabtu, 05 Agustus 2023 | 15:00 WIB
Pemerintah Sebut Kebijakan 'Gas Murah' HGBT Belum Berjalan Optimal

Fasilitas pengolahan gas bumi. (foto: Pertamina.com)

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mengakui implementasi kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) yang ditujukan untuk beberapa subsektor industri manufaktur belum berjalan optimal.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif menjelaskan terdapat sejumlah permasalahan dalam penerapan program HGBT. Pertama, harga gas bumi yang harus dibayarkan oleh industri penerima masih melebihi ketentuan.

"Lebih dari 95% perusahaan yang ditetapkan sebagai penerima HGBT berdasarkan Keputusan Menteri ESDM 91/2023 masih menerima harga gas bumi di atas US$6 per MMBTU," kata Febri dalam siaran pers, dikutip pada Sabtu (5/8/2023).

Baca Juga:
Bahlil ke Kontraktor Migas: Izin Dicabut Kalau Tak Garap Sumur Idle

Apalagi, imbuh Febri, HGBT terus naik setiap kali ada penetapan baru. HGBT yang diterima oleh perusahaan juga tidak seragam meskipun berada dalam satu wilayah yang sama.

Contohnya, di wilayah Jawa Bagian Barat ada PT Indo Bharat Rayon yang mendapat HGBT US$6,61 per MMBTU. Sementara itu, PT Asahimas Chemical mendapatkan HGBT senilai US$6,5 per MMBTU, sedangkan PT Trinseo Material memperoleh harga US$6,73 per MMBTU.

Kendala kedua, industri mengalami pembatasan pasokan gas bumi tertentu. Pada 2022 terjadi pembatasan kuota di Jawa Timur antara 61% hingga 93% kontrak dan pengenaan surcharge harian untuk kelebihan pemakaian dari kuota ditetapkan di hampir seluruh perusahaan.

Baca Juga:
ESDM dan Kemenkeu Evaluasi Industri Penerima Harga Gas Bumi Tertentu

Sementara di Jawa Bagian Barat, selama 2022, volume gas bumi yang ditagihkan dengan harga sesuai keputusan Menteri ESDM adalah antara 89% sampai dengan 97%.

"Jika industri memakai lebih dari 89%, sisanya harus dibayarkan dengan harga normal," ujar Febri.

Masalah ketiga, masih banyak industri yang belum mendapatkan HGBT meski sudah direkomendasikan oleh Menteri Perindustrian.

Baca Juga:
PNBP Sektor Migas 2023 Menyusut, Anjloknya ICP Ikut Berpengaruh

Sepanjang 2022, Menperin telah merekomendasikan 140 industri untuk dapat menerima HGBT, tetapi belum ditetapkan. Selain itu, juga terdapat industri yang sudah ditetapkan sebagai penerima HGBT, tetapi belum diberikan.

Sebagai contoh, PT Pupuk Iskandar Muda 1 yang belum mendapatkan HGBT untuk pasokan bahan baku gas bumi sebesar 40 BBTUD.

Pada 2022 terdapat kenaikan alokasi HGBT untuk industri manufaktur sebesar 13 BBTUD. Namun, terjadi kekurangan pasokan gas bumi di Jawa Timur dari Januari hingga Oktober 2022 (sebelum JTB on-stream) sebesar 92 BBTUD. Adapun realisasi HGBT sektor industri sebesar 83,02% pada tahun 2022.

Baca Juga:
Lampaui Target, Kontribusi Lemigas ke Penerimaan Negara Rp231 Miliar

Namun, perlu dicatat bahwa kebijakan HGBT juga memberikan sejumlah manfaat. Implementasi HGBT telah meningkatkan utilisasi produksi sebesar 7,3% pada 2021. Sebelumnya, pada saat pandemi Covid-19, utilisasi industri mengalami penurunan sekitar 4,2% sehingga kebijakan HGBT ini diperkirakan telah memberikan dampak bersih kenaikan sebesar 11,5%.

Hal tersebut merupakan hasil dari kajian yang dilakukan oleh Kementerian Perindustrian bersama dengan LPEM FEB-UI.

Berdasarkan kelompok industrinya, kebijakan HGBT secara signifikan meningkatkan utilisasi industri gelas sebesar 32,55% dan industri keramik sebesar 10,26%. Industri oleochemical dan sarung tangan karet juga mengalami kenaikan utilisasi produksi saat puncak Covid-19.

Dari sisi ekspor, kinerja lapangan usaha penerima HGBT juga terus mengalami peningkatan. Laju pertumbuhan ekspor yang sedikit terhambat pada tahun 2020 langsung melonjak hingga dua kali lipat pada tahun 2021 dan 2022, dibanding sebelum Covid-19 melanda. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 26 Agustus 2024 | 18:15 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Bahlil ke Kontraktor Migas: Izin Dicabut Kalau Tak Garap Sumur Idle

Jumat, 05 April 2024 | 09:23 WIB KEBIJAKAN ENERGI

ESDM dan Kemenkeu Evaluasi Industri Penerima Harga Gas Bumi Tertentu

Rabu, 24 Januari 2024 | 14:30 WIB PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

PNBP Sektor Migas 2023 Menyusut, Anjloknya ICP Ikut Berpengaruh

Selasa, 09 Januari 2024 | 13:45 WIB PENERIMAAN NEGARA

Lampaui Target, Kontribusi Lemigas ke Penerimaan Negara Rp231 Miliar

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar