Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Perindustrian menerbitkan Permenperin 2/2023 mengenai pedoman pelaksanaan pemanfaatan bahan baku dengan tarif bea masuk melalui User Specific Duty Free Scheme (USDFS).
Pedoman pemanfaatan bahan baku dengan tarif bea masuk melalui USDFS tersebut diterbitkan dalam rangka perjanjian persetujuan antara Indonesia dan Jepang mengenai suatu kemitraan ekonomi Japan-Indonesia Economic Partnership Agreement (JIEPA).
"Permenperin 3/2018…dan Permenperin 23/2020…sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hukum sehingga perlu diganti," bunyi salah satu pertimbangan Permenperin 2/2023, dikutip pada Senin (13/3/2023).
Pasal 2 Permenperin 2/2023 menyatakan industri pengguna dapat melakukan importasi bahan baku dengan memanfaatkan USDFS yang hasil produksinya digunakan oleh industri penggerak. Namun, bahan baku yang diimpor tersebut harus memenuhi salah satu kriteria.
Pertama, belum dapat diproduksi di dalam negeri. Kedua, sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan. Ketiga, sudah diproduksi di dalam negeri, tetapi jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri.
Dalam melakukan importasi bahan baku, industri pengguna juga harus melampirkan Surat Keterangan Asal (SKA) JIEPA.
Industri pengguna yang dapat memanfaatkan USDFS terdiri atas industri penggerak, steel service center, dan industri pendukung. Industri penggerak, steel service center, dan industri pendukung tersebut sesuai dengan klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia 5 digit.
Industri penggerak terdiri atas industri kendaraan bermotor dan komponennya; industri elektrik dan elektronika serta komponennya; industri alat berat dan mesin konstruksi; dan industri peralatan energi.
Kemudian, steel service center merupakan usaha jasa yang terkait dengan kegiatan pekerjaan khusus terhadap logam dan barang dari logam serta memiliki kontrak kerja sama dengan industri penggerak.
Kegiatan pada bidang usaha itu juga mencakup pemotongan (slitting/shearing) dan/atau pembentukan besi dan baja (blanking).
Sementara itu, industri pendukung diartikan sebagai industri yang terkait dengan kegiatan pekerjaan khusus terhadap produk dari logam dan barang dari logam yang menghasilkan barang yang akan digunakan oleh industri penggerak.
Syarat industri pendukung tersebut, yaitu saham mayoritas dimiliki oleh investor Indonesia dan/atau Jepang dan berstatus sebagai mitra utama kepabeanan atau Authorized Economic Operator (AEO).
Dalam melakukan kegiatan produksinya, industri penggerak dapat melakukan subkontrak atas sebagian kegiatan produksinya kepada pihak lain yang memiliki kontrak kerja sama dengan industri penggerak.
Namun, kegiatan subkontrak tersebut tidak berlaku untuk kegiatan produksi yang dilakukan oleh steel service center.
Bahan baku dalam USDFS yang dapat diimpor oleh industri pengguna tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 51/2022. Industri pengguna harus memakai bahan baku untuk kegiatan produksi paling lama 6 bulan setelah periode importasi berakhir.
Di sisi lain, industri pengguna tidak diperkenankan menjual atau memindahtangankan bahan baku yang diimpor tersebut.
Dalam hal tertentu, ketentuan yang melarang bahan baku dijual bisa dikecualikan jika bahan baku yang tidak dapat digunakan karena produk akhirnya tidak akan diproduksi kembali (discontinued) dan/atau cacat (defect).
Agar dapat memanfaatkan USDFS, industri pengguna harus mengajukan permohonan verifikasi industri kepada Lembaga Pelaksana Verifikasi.
Permohonan tersebut diajukan dengan melampirkan dokumen berupa fotokopi akta pendirian perusahaan dan perubahan terakhir atau yang telah berupa berita acara negara; fotokopi perizinan berusaha; serta rencana impor barang.
Permohonan juga harus dilampirkan data kapasitas produksi terpasang sesuai dengan perizinan berusaha yang dimiliki; profil perusahaan selama 12 bulan yang ditandatangani oleh direktur; gambar alur proses produksi serta daftar dan layout mesin produksi; serta dokumen spesifikasi teknis atas bahan baku yang akan diimpor.
Verifikasi industri terdiri atas verifikasi awal, verifikasi produksi, dan verifikasi akhir. Verifikasi industri tersebut dilakukan terhadap industri pengguna yang mengajukan permohonan pemanfaatan USDFS.
Berdasarkan hasil verifikasi awal, Lembaga Pelaksana Verifikasi akan menerbitkan SKVI-USDFS paling lama 10 hari kerja setelah penandatanganan kontrak kerja sama dan dokumen dinyatakan lengkap dan benar.
"SKVI-USDFS ... digunakan sebagai persyaratan untuk pengajuan permohonan penetapan bea masuk USDFS kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan," bunyi Pasal 16 Permenperin 2/2023.
Dalam periode importasi, Lembaga Pelaksana Verifikasi akan melaksanakan verifikasi produksi. Verifikasi dilakukan dengan memeriksa kelengkapan dokumen realisasi importasi dan realisasi produksi, serta realisasi produksi dan jumlah persediaan bahan baku.
Pada akhir periode importasi, Lembaga Pelaksana Verifikasi juga kembali melaksanakan verifikasi akhir pada saat realisasi importasi bahan baku telah mencapai paling sedikit 95% atau berakhirnya periode importasi.
Verifikasi akhir meliputi pemeriksaan kelengkapan dokumen realisasi importasi dan realisasi produksi, serta pemeriksaan lapangan terhadap realisasi produksi dan jumlah persediaan bahan baku.
Apabila terdapat bahan baku dan barang sisa dalam kegiatan produksi, industri pengguna wajib mengajukan permohonan verifikasi.
Bahan baku sisa tersebut harus memenuhi kriteria bahan baku dalam bentuk gulungan, lembaran, atau bentuk lainnya sesuai dengan kondisi pada saat importasi yang belum mengalami proses lebih lanjut; bahan baku yang telah dilakukan kegiatan produksi, tetapi belum dijual atau dipindahtangankan kepada industri penggerak; dan/atau bahan baku yang cacat (defect).
Sementara itu, bahan baku sisa dan/atau barang sisa akan dikenakan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI). Bukti pembayaran bea masuk dan PDRI itu menjadi persyaratan pengajuan permohonan pemanfaatan SKVI-USDFS periode berikutnya. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.