BERITA PAJAK HARI INI

Omnibus Law Diklaim Mampu Tingkatkan Investasi, Ini Hitungan BKPM

Redaksi DDTCNews | Selasa, 18 Februari 2020 | 07:41 WIB
Omnibus Law Diklaim Mampu Tingkatkan Investasi, Ini Hitungan BKPM

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Sebanyak dua rancangan omnibus law, yaitu cipta kerja dan perpajakan, diklaim akan mengerek nilai investasi. Topik ini menjadi bahasan sejumlah media nasional pada hari ini, Selasa (18/2/2020).

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan jika disahkan, RUU Cipta Kerja serta RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan akan meningkatkan investasi setidaknya sekitar 0,2%—0,3% pada awal pemberlakuan.

“Kedua RUU itu memudahkan perizinan. Di samping itu, ada insentif yang kami tawarkan. Kalau cepat dilakukan, pertumbuhan realisasi investasi dari [dampak] omnibus law akan menyumbang 0,2%—0,3% di tahap pertama,” ujar Bahlil.

Baca Juga:
Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru

Khusus untuk omnibus law perpajakan, seperti yang dipaparkan pemerintah sebelumnya, ada sejumlah kebijakan yang diarahkan untuk meningkatkan daya tarik Indonesia sebagai negara tujuan investasi. Simak infografis berikut.

Pertama, penurunan tarif PPh badan secara bertahap menjadi 22% untuk tahun pajak 2021 dan 2022, kemudian menjadi 20% mulai tahun pajak 2023. Kedua, penurunan tarif PPh badan yang go public menjadi 3% lebih rendah dari tarif umum mulai tahun pajak 2021.

Ketiga, penghapusan PPh atas dividen sepanjang dividen tersebut diinvestasikan di Indonesia. Keempat, penyesuaian tarif PPh pasal 26 atas penghasilan bunga. Kelima, pengaturan mengenai fasilitas perpajakan, antara lain tax holiday, super deduction, dan fasilitas pajak daerah.

Baca Juga:
Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Selain itu, sejumlah media nasional juga menyoroti rencana revisi peraturan yang memuat fasilitas atau insentif tax holiday dan tax allowance. Apalagi, BKPM menjanjikan akan ada simplifikasi pemberian tax holiday bagi kegiatan usaha yang tidak masuk dalam daftar 18 industri pionir.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan kedua rancangan omnibus law yang telah diserahkan pemerintah kepada DPR dimaksudkan untuk meningkatkan investasi masuk ke Tanah Air. Hal ini krusial di tengah ketidakpastian global yang masih terjadi.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

“Kedua RUU itu untuk menarik investasi. Jika terjadi penolakan dari segelintir pihak, itu bagian dari dinamika dan pasti ada solusinya,” kata Bahlil. (Kompas)

  • Peraturan Daerah

Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mengatakan ada sejumlah pasal dalam RUU Cipta Kerja yang harus ditinjau ulang karena bertentangan dengan konsep otonomi daerah.

Adanya pasal yang menyebutkan peraturan presiden bisa membatalkan peraturan daerah tentu bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.56/PUU-XIV. Putusan ini menyebut kewenangan pembatalan peraturan daerah ada di Mahkamah Agung.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Sementara, terkait dengan rasionalisasi pajak daerah di omnibus law perpajakan, pemerintah pusat dapat menetapkan tarif tertentu yang berbeda dengan tarif pajak daerah yang ditetapkan dalam peraturan daerah. Penetapan tarif dilakukan melalui penerbitan peraturan presiden. (Kompas/DDTCNews)

  • Pelaku Usaha Asing

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pelaku usaha dari luar negeri menjadi sasaran utama otoritas pajak dalam menyosialisasikan sejumlah insentif fiskal yang tertuang di dalam rancangan omnibus law perpajakan.

“Kami sudah sampaikan RUU omnibus law perpajakan dengan pengusaha dari Eropa, beberapa negara Asia dan Jepang,” katanya. (DDTCNews)

Baca Juga:
Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara
  • Pengajuan Tax Holiday di Luar 18 Industri Pionir

Kepala BKPM Bahlil Lahadalia berjanji akan melakukan simplifikasi atas pemberian tax holiday bagi kegiatan usaha yang selama ini tidak tercakup dalam daftar 18 industri pionir. Dia mengaku sedang membahas kebijakan tersebut tersebut bersama dengan pihak DJP.

“Sekarang Pasal 5 [kegiatan usaha di luar 18 industri pionir] sedang didiskusikan bersama DJP dan bulan depan akan ketemu kriterianya. Ini biar pengusaha nggak diping-pong kemana-mana,” ujarnya. (Bisnis Indonesia)

  • Revisi 2 Peraturan

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan setidaknya ada dua beleid yang akan direvisi yaitu PMK No. 35/2018 tentang tax holiday dan PP No. No.78/2019 tentang Fasilitas PPh untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu (tax allowance).

Baca Juga:
Diperpanjang hingga 2030, Lahan Pertanian di Negara Ini Bebas Pajak

Tax holiday dipermudah untuk segmen implementasinya, tax allowance akan dimodifikasi. Mudah-mudahan, 1-2 minggu depan sudah bisa selesai,” katanya. (DDTCNews)

  • Resiprokal

Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan Untuk kapal yang dioperasikan oleh perusahaan angkutan laut asing, negara tempat kedudukan perusahaan harus memenuhi asas timbal balik atau perlakuan yang sama terhadap kapal angkutan laut Indonesia. Dalam Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak No SE-4/PJ/2020 disebutkan ada 41 negara yang memberi fasilitas PPN.

“41 negara ini yang memang memberikan perlakuan yang sama/resiprokal, yaitu pembebasan PPN kepada kapal dari Indonesia,” katanya. (Kontan/DDTCNews)

Baca Juga:
PPN Barang Pokok dan Jasa Premium Masih Tunggu Penetapan Aturan Teknis
  • Menguntungkan 2 Negara

Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan fasilitas pembebasan PPN ini berlaku dua arah. Dengan demikian, jika Indonesia tidak memperoleh hal yang serupa dari negara lain maka mereka juga tidak bisa mendapatkan fasilitas yang sama.

“Jadi ini bisa menguntungkan baik bagi Indonesia maupun negara lain,” katanya. (Kontan) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tahun Baru, PTKP Baru? Catatan bagi yang Baru Menikah atau Punya Anak

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru