Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mewajibkan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE), termasuk e-commerce, bermitra dengan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC). Topik ini menjadi salah satu isu yang banyak diperbincangkan pada Oktober 2023.
Direktur Teknis Kepabeanan DJBC Fadjar Donny Tjahjadi mengatakan kemitraan PPMSE dan DJBC selama ini hanya bersifat opsional. Dalam melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 96/2023, kemitraan antara PPMSE dan DJBC kini menjadi wajib atau mandatory.
"Ini harapannya kita bisa dapat meningkat integritas data, akurasi penetapan, dan untuk mempercepat pelayanan," katanya.
Sejalan dengan maraknya transaksi melalui PPMSE, lanjut Fadjar, impor barang kiriman juga ikut mengalami peningkatan. Menurutnya, kemitraan PPMSE dan DJBC akan membuat pelayanan impor barang kiriman lebih akurat dan cepat.
Sementara itu, Kepala Subdirektorat Impor DJBC Chotibul Umam menyebut kemitraan PPSE dan DJBC penting dilakukan lantaran ditemukan indikasi under invoicing atas barang kiriman. PPMSE wajib bermitra dengan DJBC jika transaksi impornya mencapai lebih dari 1.000 kiriman.
Dengan kemitraan, PPMSE harus melakukan pertukaran data katalog elektronik (e-catalog) dan invoice elektronik (e-invoice) atas barang kiriman yang transaksinya melalui PPMSE.
Selain PMK 96/2023, terdapat sejumlah topik perpajakan lain yang menjadi sorotan selama Oktober 2023. Berikut daftar beberapa peristiwa penting yang terjadi pada Oktober 2023:
Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Kementerian Keuangan tengah menyusun rancangan pengembangan profesi konsultan pajak dalam rangka mendukung pelaksanaan pembinaan dan pengawasan konsultan pajak selaku tax intermediaries.
Menurut PPPK, pemerintah memiliki keterbatasan dalam memberikan edukasi perpajakan kepada publik. Dengan demikian, kehadiran konsultan pajak amat diperlukan dalam rangka meningkatkan pemahaman masyarakat atas regulasi perpajakan.
Mengingat konsultan pajak memiliki peran sentral dalam meningkatkan kepatuhan, pemerintah berkomitmen untuk menyelaraskan pengembangan profesi konsultan pajak dengan arah kebijakan pengumpulan penerimaan negara.
Ditjen Pajak (DJP) berkomitmen untuk mengimplementasikan income inclusion rule (IIR) sekaligus qualified domestic minimum top-up tax (QDMTT) mulai tahun depan.
IIR adalah klausul yang menjadi landasan bagi yurisdiksi untuk mengenakan top-up tax atas ultimate parent entity (UPE) dalam hal anak usaha dari perusahaan multinasional tersebut dikenai pajak dengan tarif efektif di bawah 15% oleh yurisdiksi lain.
Sementara itu, QDMTT adalah klausul yang menjadi landasan bagi yurisdiksi untuk mengenakan pajak minimum domestik sebesar 15%.
Bila suatu yurisdiksi mengenakan top-up tax atas laba yang kurang dipajaki berdasarkan QDMTT, yurisdiksi tempat UPE berlokasi kehilangan hak untuk mengenakan top-up tax lewat IIR.
Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama mengatakan DJP tengah menyusun PMK IIR dan QDMTT. Rencananya, pemerintah akan mengimplementasikan IIR dan QDMT pada 2024.
Mekar menyebut penerapan IIR dan QDMTT di Indonesia telah didukung oleh 2 landasan hukum yakni Pasal 32A UU PPh s.t.d.t.d UU HPP serta Pasal 54 PP 55/2022.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengingatkan pemerintah daerah untuk segera menyusun dan menyelesaikan pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Sekjen Kemendagri Suhajar Diantoro mengatakan UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) mengamanatkan Raperda PDRD harus disusun dan diundangkan paling lambat 5 Januari 2024.
Dalam hal Raperda PDRD belum rampung hingga batas waktu tersebut maka pemda berpotensi tidak dapat memungut pajak daerah. Suhajar menambahkan pemerintah menargetkan seluruh raperda PDRD dapat diselesaikan pada awal tahun depan.
Pendirian Badan Penerimaan Negara dalam rangka meningkatkan rasio penerimaan negara menjadi salah satu program yang diusung oleh dua pasangan capres-cawapres, yaitu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Dalam dokumen visi, misi, dan program yang disampaikan Prabowo-Gibran ke publik, disebutkan negara membutuhkan terobosan konkret dalam upaya meningkatkan penerimaan negara dari dalam negeri, baik yang bersumber dari pajak dan nonpajak.
Selain mengusung pendirian Badan Penerimaan Negara, Prabowo-Gibran juga berencana menaikkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan menurunkan tarif PPh Pasal 21 untuk mendorong aktivitas ekonomi dalam rangka menaikkan rasio pajak (tax ratio).
Program serupa juga dicanangkan oleh pasangan Anies-Muhaimin atau biasa dipanggil Cak Imin. Dalam dokumen visi, misi, dan programnya, Anies-Cak Imin memandang Badan Penerimaan Negara diperlukan untuk meningkatkan penerimaan negara secara keseluruhan.
Dalam dokumen visi misinya, Anies-Cak Imin memang tidak menetapkan target pendapatan negara secara umum. Meski begitu, mereka berjanji menaikkan rasio pajak dari 10,4% pada 2022 menjadi 13% - 16% pada 2029 jika terpilih.
Selain membentuk badan penerimaan negara, Anies-Cak Imin juga berencana untuk mengintegrasikan fungsi perencanaan pembangunan dan penganggaran dalam rangka meningkatkan konsistensi dan sinergi. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.