SLOVAKIA

Negara Ini Pungut Kelebihan Laba Perusahaan Listrik, Pengusaha Menolak

Syadesa Anida Herdona | Jumat, 25 Februari 2022 | 14:30 WIB
Negara Ini Pungut Kelebihan Laba Perusahaan Listrik, Pengusaha Menolak

Ilustrasi. Pemandangan yang menunjukkan empat menara pendingin dan reaktor pembangkit listrik tenaga nuklir Electricite de France (EDF) di Cattenom, Prancis, Senin (14/2/2022). ANTARA FOTO/REUTERS/Pascal Rossignol/WSJ/sad.
 

BRATISLAVA, DDTCNews – Sebanyak 2 perusahaan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Slovakia menolak usulan pemajakan atas kelebihan laba. Hal tersebut diyakini dapat membuat bangkrut perusahaan mereka.

Sebelumnya, pemerintah Slovakia telah meminta parlemen, The National Council, untuk mempercepat pengesahan aturan pemajakan tersebut. Aturan ini diharapkan dapat diimplementasikan mulai 1 Maret.

“Dalam proposalnya, kelebihan laba yang didapat perusahaan pembangkit listrik tenaga nuklir akan dikenakan pajak sebesar 50% untuk setiap masanya,” tulis Tax Notes International, dikutip Jumat (25/2/2022).

Baca Juga:
Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Dalam aturan yang diajukan, kelebihan laba dapat didefinisikan sebagai perbedaan antara harga pasar listrik dan biaya untuk memproduksinya.

Kabinet mengakui bahwa pengenaan pajak ini dapat memberikan dampak negatif bagi kegiatan usaha. Meskipun demikian, pengenaan pajak ini dapat memberikan dampak positif bagi anggaran negara.

Salah satu CEO perusahaan pembangkit listrik Slovenské Elektrárne, Branislav Strýček menuding rencana pemajakan oleh The National Council dibuat tanpa adanya analisis lebih lanjut. Menurut Strýček, pemerintah tidak melihat dampaknya pada kondisi ekonomi perusahaan.

Baca Juga:
Malaysia Berencana Kenakan Pajak atas Dividen sebesar 2 Persen

“Rencana pemerintah untuk memperkenalkan pajak yang dapat membuat bangkrut perusahaan kami cukup mengejutkan kami,” ujar Strýček.

Lebih lanjut, Strýček mengatakan jika tambahan pajak tersebut diperkirakan akan membuat kerugian perusahaan senilai €72 juta pada 2022 dan €161 juta pada 2023.

“Dengan kondisi seperti itu, kami tak bisa bayangkan apakah bank yang membiayakan kami akan setuju untuk menunda pembayaran kami. Saat ini utang perusahaan berada di atas standar industri,” tambah Strýček. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Minggu, 20 Oktober 2024 | 14:00 WIB HONG KONG

Negara Ini Bakal Pangkas Tarif Bea Masuk Minuman Beralkohol

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja