Ketua Komunitas UMKM Naik Kelas Raden Tedy (kanan bawah), Head of Public Policy and Government Relations idEA Rofi Uddarojat (kiri bawah), dan Kepala Tax Center Universitas Gunadarma Beny Susanti (kanan atas) dalam webinar Optimalisasi Kepatuhan Pajak Pelaku UMKM di Sektor Digital: Tantangan, Peluang, dan Rekomendasi.
JAKARTA, DDTCNews - Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) berpandangan kolaborasi antara pemerintah dan swasta sangatlah penting untuk mendukung peningkatan kepatuhan pajak.
Head of Public Policy and Government Relations idEA Rofi Uddarojat mengatakan penyedia marketplace saat ini telah mengintegrasikan sistemnya dengan MPN G3. Dengan kerja sama ini, wajib pajak dapat membayar pajaknya lewat marketplace.
"Kerja sama itu tidak masalah, kolaborasi apapun dengan pemerintah dan swasta itu sangat penting. Bahkan kita sendiri banyak kerja sama dalam pembayaran pajak," ujar Rofi, dalam webinar bertajuk Optimalisasi Kepatuhan Pajak Pelaku UMKM di Sektor Digital: Tantangan, Peluang, dan Rekomendasi, Kamis (10/11/2022).
Kerja sama antara pemerintah dan swasta berpeluang untuk diperluas guna meningkatkan kepatuhan pajak UMKM, salah satunya melalui penunjukan UMKM sebagai pemungut/pemotong.
Rofi mengatakan penunjukan penyedia marketplace sebagai pemungut/pemotong pajak bukanlah suatu masalah sepanjang UMKM memberikan persetujuan atas hal tersebut.
Setelah memulai memungut/memotong pajak, terdapat beberapa kendala-kendala teknis. Rofi mengatakan suatu marketplace tidak dapat memastikan nilai penghasilan kena pajak suatu UMKM, apalagi bila UMKM tersebut menjalankan aktivitas usahanya di 2 marketplace atau lebih.
Selanjutnya, kewajiban penyedia marketplace untuk memungut/memotong pajak harus diterapkan secara merata. Bila tidak, wajib pajak bisa saja memutuskan untuk berjualan lewat marketplace lain yang tidak melaksanakan pemungutan/pemotongan pajak.
Dalam webinar yang sama, Ketua Komunitas UMKM Naik Kelas Raden Tedy mendukung adanya kebijakan pemungutan/pemotongan oleh marketplace juga dimungkinkan bila terdapat basis data yang mumpuni untuk mendukung kebijakan tersebut.
Raden mengatakan Kementerian Keuangan perlu membuat pusat pelaporan keuangan guna mendukung basis data tersebut. "Di situ nanti akan terlihat berapa PPh UMKM sehingga UMKM nantinya tinggal membayar saja," ujar Raden.
Menurut Raden, kebijakan pemungutan/pemotongan pajak oleh marketplace dan pendirian pusat pelaporan keuangan perlu diperbincangkan oleh setiap stakeholder agar kepentingan-kepentingan para pihak dapat diakomodasi.
Untuk diketahui, DDTC Fiscal Research & Advisory baru saja merilis Policy Note bertajuk Tinjauan dan Rekomendasi Kebijakan atas Pelaksanaan Kewajiban Pajak UMKM dalam Ekosistem Digital: Perspektif dan Suara dari Pelaku UMKM.
Dalam policy note tersebut, DDTC FRA mengidentifikasi beberapa faktor yang selama ini menekan kepatuhan UMKM seperti rendahnya literasi pajak hingga kompleksitas skema penghitungan pajak.
Walaupun UMKM telah diperkenankan menghitung pajak menggunakan skema yang lebih sederhana, mayoritas UMKM masih belum mengetahui adanya skema tersebut. Tak mengherankan bila akhirnya UMKM dipandang sebagai sektor yang sulit dipajaki (hard-to-tax sector).
Guna meningkatkan kepatuhan pajak UMKM, khususnya yang menjalankan bisnisnya lewat marketplace, salah satu kebijakan yang sedang dipertimbangkan oleh pemerintah adalah menunjuk penyedia marketplace sebagai pemungut/pemotong pajak atau (withholding agent).
Penunjukan penyedia marketplace sebagai withholding agent dimungkinkan berdasarkan Pasal 32A UU KUP s.t.d.t.d UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Dalam policy note, DDTC FRA menyampaikan beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan oleh pemerintah seperti perubahan perilaku wajib pajak bila penyedia marketplace ditunjuk sebagai pemungut/pemotong pajak, compliance cost bagi penyedia marketplace, serta potensi UMKM berpindah dari marketplace ke media sosial dalam menjalankan aktivitas bisnisnya.
Oleh karena itu, penerapan skema pemungutan/pemotongan pajak perlu dilaksanakan secara bertahap dilengkapi dengan peta jalan yang dapat menjadi referensi bagi setiap stakeholder.
Pada tahap pertama, penyedia marketplace diwajibkan untuk merekapitulasi data transaksi dan diserahkan kepada Ditjen Pajak (DJP). Rekapitulasi data transaksi harus mendapatkan persetujuan dari UMKM.
Tahap kedua, DJP perlu mengevaluasi hasil rekapitulasi data sembari merumuskan aturan teknis untuk membantu kepatuhan UMKM. Pada saat bersamaan, otoritas pajak juga perlu mulai menyelenggarakan pilot project pemungutan/pemotongan pajak.
Setelah seluruh faktor telah dipertimbangkan dan seluruh prakondisi telah dipenuhi, barulah otoritas pajak dapat menunjuk penyedia marketplace sebagai pemungut/pemotong pajak. Implementasi pemungutan/pemotongan pajak perlu dilaksanakan didukung dengan evaluasi tingkat partisipasi UMKM dalam marketplace, kepatuhan pajak para pelaku UMKM, dan biaya kepatuhan yang timbul akibat skema pemungutan/pemotongan pajak.
Baca juga kajian terbaru DDTC Fiscal Research & Advisory yang tertuang dalam Policy Note bertajuk Rekomendasi Kebijakan atas Pelaksanaan Kewajiban Pajak UMKM dalam Ekosistem Digital: Perspektif dan Suara dari Pelaku UMKM. Download Policy Note di Sini. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.