Ilustrasi. (foto: Time Magazine)
JAKARTA, DDTCNews – Pengenaan pajak layanan digital (digital services tax) yang direncanakan oleh Menteri Keuangan Inggris Philip Hammond berpotensi diikuti negara lain di Eropa dan Asia.
Hal ini diungkapkan SVP Moody’s Neil Begley mengatakan pengenaan pajak yang direncanakan mulai berlaku pada April 2020 ini berpotensi mendorong negara lain menerapkan langkah serupa.
“Jika pajak ini terus belanjut, akan ada dorongan bagi negara-negara Eropa lain dan negara-negara Asia untuk menerapkan langkah serupa versi mereka sendiri,” ujarnya, seperti dilansir dari Financial Times, Selasa (6/11/2018).
Apalagi, ada estimasi kenaikan penerimaan negara hingga 400 juta pound sterling (sekitar Rp7,8 triliun) per tahun bagi Inggris dari pengenaan pajak itu. Skema pajak ini pada gilirannya memaksa raksasa digital membayar pajak lebih besar dari kebiasaan selama ini.
Menurutnya, proposal digital services tax akan mengurangi arus cash flow dari perusahaan raksasa digital untuk beberapa tahun mendatang. Selain itu, ini juga akan mengurangi kembali manfaat pemangkasan pajak yang dilakukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Jika proposal usulan Philip Hammond disahkan, perusahaan seperti Google dan Alphabet, Facebook, Amazon, serta Uber akan dikenakan pajak 2% dari pendapatan perusahaan. Seperti diketahui, pajak hanya dikenakan untuk perusahaan yang mengambil 500 juta pound sterling dalam pendapat global dari semua lini bisnis.
“Pajak baru akan mengurangi arus kas bebas dan mengurangi manfaat pajak yang dicapai dari US Tax Cuts and Jobs Act of 2017,” imbuhnya.
Perusahaan teknologi asal AS, sambung dia, tampaknya menjadi target utama dari rencana pemajakan ini. Pasalnya, dua per tiga pendapatan dari layanan digital kedua perusahaan ini bergantung pada data pengguna untuk menerbitkan iklan untuk kliennya.
Rencana aturan pajak itu disebut-sebut tidak akan mencegah raksasa digital terus mengumpulkan data lewat penawaran iklan. Namun, menurut dia, ada risiko munculnya biaya baru bagi perusahaan untuk menjalankan bisnisnya.
“Jika Alphabet dan Facebook tidak bisa menangani peningkatan biaya kepada pelanggan, maka kedua perusahaan ini akan mengurangi arus kas bebas pada tahun-tahun mendatang,” ujarnya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.