Ilustrasi.
PINRANG, DDTCNews - Melalui unit vertikalnya, Ditjen Pajak (DJP) terus berupaya menjalankan fungsi pengawasan terhadap wajib pajak. Tujuannya, meningkatan kepatuhan para wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya.
KP2KP Pinrang, Sulawesi Selatan misalnya, kembali menggelar kegiatan pengumpulan data lapangan (KPDL) untuk menyisir wajib pajak pelaku usaha UMKM. Dari hasil kunjungan lapangan ini, ditemukan fakta bahwa tidak sedikit pelaku usaha UMKM yang belum memiliki NPWP. Tak cuma itu, petugas juga masih menemukan wajib pajak yang belum melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunannya.
"Banyak masyarakat sekitar yang masih belum memiliki NPWP, padahal memiliki usaha yang sudah beroperasi cukup lama. Tidak jarang juga terdapat beberapa wajib pajak yang sudah memiliki NPWP namun tidak menjalankan kewajibannya," kata Kepala KP2KP Pinrang Akhmad Reiza Herbowo dilansir pajak.go.id, dikutip Rabu (30/11/2022).
Melalui KPDL ini, Akhmad berharap wajib pajak bisa memahami pentingnta memiliki NPWP dan menjalankan kewajiban perpajakannya seperti melaporkan SPT Tahunan.
Salah satu wajib pajak yang didatangi petugas dalam KPDL kali ini adalah pemilik usaha toko plastik. Rizal, pemilik toko, mengaku sudah memiliki NPWP sejak awal usahanya berdiri. Namun, dirinya mengaku tidak pernah melaporkan SPT Tahunan selama ini.
"Saya kurang paham mengenai kewajiban perpajakan sehingga tidak membayar pajak serta tidak melakukan pelaporan SPT tiap tahun," kata Rizal.
Merespons kondisi yang dialami Rizal, petugas lantas memberikan edukasi dan pendampingan mengenai pelaporan SPT Tahunan. Wajib pajak masih perlu melaporkan SPT Tahunannya kendati sudah lewat batas akhir periode pelaporan normalnya, yakni akhir Maret untuk orang pribadi.
"Petugas memberikan asistensi mengenai pelaporan SPT Tahunan untuk tahun depan juga," kata Rizal.
Selain itu, wajib pajak juga diberikan pemahaman tentang adanya batas omzet tidak kena pajak sampai dengan Rp500 juta bagi wajib pajak orang pribadi. Ketentuan omzet tidak kena pajak ini tertuang dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Sebelum beleid ini terbit, pemerintah tidak mengatur tentang batasan omzet tidak kena pajak sehingga berapapun nilai omzet pelaku UMKM akan dikenakan PPh final 0,5% sesuai PP 23/2018.
Perlu dicatat juga, kendati omzetnya tidak melebihi Rp500 juta dalam 1 tahun pajak, wajib pajak tetap perlu melaporkan SPT Tahunannya pada Januari-Maret setiap tahunnya. Wajib pajak juga tetap perlu melakukan pencatatan atau pembukuan atas usaha tersebut sebagai dasar peredaran bruto setiap bulannya.
Bicara soal pencatatan, wajib pajak UMKM bisa memanfaatkan aplikasi M-Pajak untuk memudahkan praktik pencatatan bulanan atas omzetnya. Dengan melakukan pencatatan, WP bisa mengetahui kapan dirinya mulai terutang PPh final sebesar 0,5%. Baca juga 'Update M-Pajak! Ada Fitur Pencatatan untuk WP UMKM'. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.