Partner Tax Compliance & Litigation Services DDTC David Hamzah dalam Tax Seminar and Training (TST) ke-20 bertajuk ‘Indonesia's Tax Policy 2019 and Strategies to Deal with Disputes within Indonesia Taxation System’.
JAKARTA, DDTCNews – Pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh Ditjen Pajak (DJP) merupakan bentuk pengawasan dalam sistem self assessment. Oleh karena itu, pemahaman mengenai hak dan kewajiban pemeriksa maupun wajib pajak sangat krusial.
Hal ini disampaikan Partner Tax Compliance & Litigation Services DDTC David Hamzah dalam Tax Seminar and Training (TST) ke-20 bertajuk ‘Indonesia's Tax Policy 2019 and Strategies to Deal with Disputes within Indonesia Taxation System’.
Dalam acara yang digelar Studi Profesionalisme Akuntan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (SPA FEB-UI), David menjelaskan perpajakan Indonesia menganut sistem self assessment. Hal ini sudah tertuang dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Dalam pasal 12 ayat (1) UU KUP disebutkan setiap wajib pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.
Di sisi lain, dalam pasal 12 ayat (3) UU KUP diamanatkan apabila Dirjen Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan (SPT) tidak benar, Dirjen Pajak menetapkan pajak yang terutang.
“Dengan demikian, pemeriksaan itu sebagai sistem pengawasan self assessment,” ujarnya, Rabu (28/8/2019).
Oleh karena itulah, baik pemeriksa maupun wajib pajak harus mengetahui dengan jelas hak dan kewajibannya saat pemeriksaan berlangsung. Hak wajib pajak dalam pemeriksaan antara lain pertama, meminta pemberitahuan secara tertulis.
Kedua, meminta Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP). Ketiga, menghadiri closing conference. Keempat, mengajukan permohonan pembahasan kepada tim quality assurance.
Pada saat yang bersamaan, wajib pajak mempunyai beberapa kewajiban dalam pemeriksaan. Pertama, meminjamkan data. Kedua, memberikan keterangan. Ketiga, memberikan kesempatan kepada pemeriksa untuk mengakses ruangan wajib pajak. Keempat, menyampaikan tanggapan secaratertulis atas SPHP.
Di sisi lain, pemeriksa juga memiliki beberapa hak. Pertama, melihat/meminjam data. Kedua, meminta keterangan. Ketiga, memeriksa ruangan wajib pajak. Keempat, melakukan penyegelan.
Selain itu, pemeriksa mempunyai sejumlah kewajiban. Pertama, menyampaikan pemberitahuan secara tertulis serta bertemu dengan wajib pajak.Kedua, menyampaikan kuesioner pemeriksaan, SPHP. Ketiga, memberikan hak hadir kepada WP untuk closing conference. Keempat, merahasiakan data wajib pajak kepada pihak lain.
Dalam acara yang menggandeng DDTCNews sebagai media partner ini, David juga memberikan gambaran terkait audit transfer pricing. Dalam pemeriksaan transfer pricing, ada beban pembuktian setelah wajib pajak maupun pemeriksa memenuhi kewajibannya.
Pemenuhan kewajiban wajib pajak antara lain pertama, membuat dokumen dan informasi terkait transfer pricing. Kedua, menyediakan local file, master file, dan country by country report (CbCR) sebagai pertimbangan pemeriksa. Ketiga, memberikan dokumen dan informasi dalam jangka waktu tertentu.
Di sisi lain pemenuhan kewajiban mencakup pertama, memperoleh bukti dengan melakukan standar pemeriksaan transfer pricing. Kedua,mempertimbangkan local file, master file, dan CbCR yang telah disediakan wajib pajak. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.