BERITA PAJAK HARI INI

Ini Rencana Ketentuan Imbalan Bunga dalam Omnibus Law Perpajakan

Redaksi DDTCNews | Selasa, 11 Februari 2020 | 07:54 WIB
Ini Rencana Ketentuan Imbalan Bunga dalam Omnibus Law Perpajakan

Ilustrasi gedung DJP.

JAKARTA, DDTCNews – Rancangan omnibus law perpajakan masih menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (11/2/2019). Kali ini, pembahasan mengenai imbalan bunga.

Dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian yang beredar, Dirjen Pajak dapat menerbitkan surat tagihan pajak (STP) untuk menagih kembali imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan kepada wajib pajak (WP).

Hal tersebut dilakukan dalam tiga hal, yaitu diterbitkan keputusan, diterima putusan, atau ditemukan data atau informasi yang menunjukkan adanya imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan kepada WP. Adapun besaran imbalan bunga juga disesuaikan dengan suku bunga acuan.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selama ini, seperti yang diberitakan Bisnis Indonesia, besaran imbalan bunga 2% per bulan untuk paling lama 24 bulan dinilai terlalu besar. Hal ini ditengarai dimanfaatkan oleh wajib pajak untuk melakukan tax planning dengan tujuan mendapatkan keuntungan dari imbalan bunga.

Pasalnya, dalam hal ketetapan pajak yang diajukan upaya hukum oleh WP, terdapat kecenderungan WP untuk melalukan pembayaran atas jumlah ketetapan pajak yang diajukan keberatan. Pada saat putusan atas upaya hukum dikabulkan maka terdapat imbalan bunga yang diberikan kepada WP.

Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti mengenai rekomendasi untuk pemerintah dalam upaya meningkatkan kinerja penerimaan pajak dan tax ratio.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan

Dalam rancangan omnibus law perpajakan ditegaskan kembali adanya pemberian imbalan bunga jika pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya sehingga menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.

Imbalan bunga itu diberikan terhadap kelebihan pembayaran pajak paling banyak sebesar jumlah lebih bayar yang disetujui WP dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atas surat pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar telah diterbitkan SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN.

Baca Juga:
Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Yang dimaksud dengan pembahasan akhir hasil pemeriksaan adalah pembahasan antara WP dan pemeriksa pajak atas temuan pemeriksaan pajak yang hasilnya dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani kedua belah pihak dan berisi koreksi pokok pajak terutang, baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui, serta perhitungan sanksi administratif. (Bisnis Indonesia/DDTCNews)

  • Besaran Tarif dan Periode Penghitungan

Imbalan bunga diberikan berdasarkan tarif bunga per bulan yang ditetapkan Menteri Keuangan berdasarkan suku bunga acuan dibagi 12. Imbalan bunga itu diberikan paling lama 24 bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.

Tarif bunga per bulan yang digunakan sebagai dasar penghitungan imbalan bunga adalah tarif bunga per bulan yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan imbalan bunga. Imbalan bunga dalam pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan, dihitung sejak tanggal penerbitan SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN sampai dengan tanggal diterbitkannya surat keputusan keberatan, putusan banding, atau putusan peninjuan kembali.

Baca Juga:
Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Tata cara pemberian imbalan bunga dan penerbitan STP atas imbalan bunga yang tidak seharusnya diberikan kepada WP diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. (Bisnis Indonesia/DDTCNews)

  • Tanggapan Pelaku Usaha

Ketua Komite Perpajakan Apindo Siddhi Widyaprathama mengatakan pelaku usaha tidak pernah melancarkan upaya untuk mengambil keuntungan dari skema perpajakan. Pengusaha, sambungnya, sebisa mungkin menghindari masalah atau sengketa pajak.

Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Perpajakan Kadin Herman Juwono menilai revisi besaran imbalan bunga seimbang dengan penurunan tarif PPh badan. Namun demikian, dia menilai tarif sanksi administratif yang mengikuti suku bunga masih cukup berat. (Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
Hapus NPWP yang Meninggal Dunia, Hanya Bisa Disampaikan Tertulis
  • 3 Temuan OECD yang Bisa Ditindaklanjuti

Managing Partner DDTC Darussalam dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) tentang prospek penerimaan sektor perpajakan 2020 pascatidak tercapainya target 2019 mengatakan Ada tiga temuan OECD yang bisa ditindaklanjuti oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan rasio pajak terhadap PDB (tax ratio).

Opsi yang bisa dilakukan untuk menggenjot rasio pajak, menurutnya, ada pada upaya untuk meningkatkan pemajakan sektor informal, memerangi penghindaran pajak, serta memperluas basis pemajakan. (DDTCNews)

  • Tunggu Permen-PANRB

Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan saat ini sedang diusulkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) untuk mengubah 18 KPP Pratama menjadi KPP Madya baru, melengkapi 20 KPP Madya yang sudah ada. (Kontan)

Baca Juga:
Usai Setor PPh Final PHTB, WP Jangan Lupa Ajukan Penelitian Formal
  • Tunggu Rapat Pimpinan

Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar mengatakan surat presiden (surpres) untuk omnibus law perpajakan sudah diterima kesekjenan pada Senin (10/2/2020). Namun, dokumen itu belum dibahas pimpinan DPR di dalam rapat pimpinan.

“Masih menunggu jadwal pembahasan di dalam rapat pimpinan,” katanya. (Kompas) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Senin, 21 Oktober 2024 | 14:32 WIB CORETAX SYSTEM

Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN