KEBIJAKAN FISKAL

Ini Alasan Pemerintah Ingin Pungut Cukai Kantong Plastik

Redaksi DDTCNews | Kamis, 11 Juli 2019 | 18:30 WIB
Ini Alasan Pemerintah Ingin Pungut Cukai Kantong Plastik

Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi. 

JAKARTA, DDTCNews – Meskipun menuai penolakan dari beberapa pelaku industri, Kementerian Keuangan terus maju untuk mengeksekusi pengenaan cukai terhadap kantong plastik. Otoritas membeberkan sejumlah alasan perlunya kantong plastik menjadi barang kena cukai (BKC) baru.

Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi memaparkan setidaknya ada beberapa alasan yang membuat pengenaan cukai pada kantong plastik diperlukan.Pertama, isu pencemaran lingkungan yang tidak hanya mencemari laut secara menyeluruh, tetapi juga biota laut di dalamnya.

“Kalau melihat statistik, kita itu penghasil kedua terbesar sampah plastik yang menuju ke laut. Pertama itu China,” ujarnya, seperti dikutip pada Kamis (11/7/2019).

Baca Juga:
Beri Asistensi, DJBC Harap Perusahaan Bisa Pertahankan Status AEO

Kedua, plastik baru bisa terurai sekitar 500 tahun kemudian. Meskipun, lanjutnya, ada pula plastic yang bisa terurai dalam jangka 2-3 tahun. Kondisi ini, sambung Heru, akan merusak tanah yang pada akhirnya mengganggu kesuburan.

Ketiga, beberapa elemen masyarakat sudah mulai sadar lingkungan dengan meminimalisasi penggunaan plastik, seperti menggunakan kantong belanja yang terbuat dari blacu atau karung bekas.

Dia mengapresiasi beberapa pemerintah daerah (pemda) yang berinisiatif mendorong gaya hidup minim plastik. Beberapa pemda tersebut seperti Balikpapan, Banjarmasin, Bogor dan Surabaya. Pemda Surabaya, menurutnya, sangat kreatif dengan mengajak masyarakat untuk mengumpulkan plastik dengan reward point atau token yang bisa digunakan untuk naik bus.

Baca Juga:
Aturan Cukai Minuman Manis Digodok, DPR Beberkan PR Pemerintah

Beberapa legal framework juga sudah keluar seperti Peraturan Pemerintah (PP). Ritel-ritel juga sudah memungut sekitar Rp200-Rp500 per kantong plastik untuk memberi pilihan pada masyarakat dalam penggunaan plastik. Namun, antara satu ritel dengan yang lainnya tidak seragam.

Menurutnya, pemerintah perlu membuat program pencegahan dari kerusakan lingkungan yang sistematis, strategik dan seragam, sehingga digunakan cukai untuk pengendalian pencemaran lingkungan.

Cukai dianggap sebagai salah satu alat fiskal yang efektif untuk mengendalikan konsumsi dan produksi termasuk peredaran barang yang dianggap membahayakan masyarakat. Pemerintah berpikir supaya program pencegahan dari kerusakan lingkungan menjadi sistematis dan seragam.

“Makanya konsep yang dipakai adalah cukai. Kenapa cukai? Cukai secara teori dan praktik memang dimaksudkan sebagai salah satu tools yang paling efektif untuk mengendalikan konsumsi dan produksi termasuk peredaran,” jelasnya (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 12 Februari 2025 | 17:17 WIB KEBIJAKAN BEA CUKAI

Beri Asistensi, DJBC Harap Perusahaan Bisa Pertahankan Status AEO

Selasa, 11 Februari 2025 | 10:19 WIB KEBIJAKAN CUKAI

Aturan Cukai Minuman Manis Digodok, DPR Beberkan PR Pemerintah

Minggu, 09 Februari 2025 | 14:30 WIB PMK 115/2024

PMK 115/2024, Kemenkeu Atur Tugas dan Wewenang Juru Sita Bea dan Cukai

Jumat, 07 Februari 2025 | 09:18 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Diputuskan Presiden, PP Minuman Berpemanis Kena Cukai Mulai Dirancang

BERITA PILIHAN
Kamis, 13 Februari 2025 | 19:15 WIB PMK 11/2025

Tarif Efektif PPN atas Agunan yang Diambil Alih Tetap 1,1 Persen

Kamis, 13 Februari 2025 | 19:05 WIB FISIP UNIVERSITAS INDONESIA

Kagumi DDTC Library, Dekan FISIP UI: Harus Residensi di Sini!

Kamis, 13 Februari 2025 | 18:25 WIB KONSULTASI PAJAK

Ada Insentif PPh Pasal 21 DTP Terbaru, Bagaimana Cara Memanfaatkannya?

Kamis, 13 Februari 2025 | 18:00 WIB CORETAX SYSTEM

Coretax Tetap Jalan, DJP Diberi Waktu hingga April untuk Perbaikan

Kamis, 13 Februari 2025 | 17:15 WIB PER-10/PJ/2024

DJP Perbarui Aturan Soal Pembayaran, Penyetoran, dan Restitusi Pajak

Kamis, 13 Februari 2025 | 16:00 WIB KMK 29/2025

Perincian Pemangkasan Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa

Kamis, 13 Februari 2025 | 15:30 WIB AMERIKA SERIKAT

AS Tarik Diri dari Pembahasan Konvensi Pajak PBB, Ini Sebabnya

Kamis, 13 Februari 2025 | 15:00 WIB PENG-13/PJ.09/2025

Jangan Lupa! Bikin Faktur Pajak Lewat e-Faktur, PKP Perlu Minta NSFP