EKONOMI RI

INDEF: Impor Pangan Hambat Pertumbuhan Ekonomi

Redaksi DDTCNews | Rabu, 18 April 2018 | 18:22 WIB
INDEF: Impor Pangan Hambat Pertumbuhan Ekonomi

JAKARTA, DDTCNews – Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyoroti masih besarnya porsi impor kebutuhan pangan di tanah air. Bila tidak dibenahi, pertumbuhan ekonomi diprediksi tidak akan beranjak dari angka 5%.

Peneliti INDEF Eko Listiyanto mengkritik sikap pemerintah yang terus membanggakan angka Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang disebut semakin baik. Namun, tidak ada langkah konkret untuk melakukan perbaikan di sektor pertanian.

"Importasi pangan ini berdampak pada penurunan GDP (gross domestic product) riil. Artinya kebijakan ini akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Tidak heran pertumbuhan kita stagnan di angka 5%, sulit untuk menaikkan angka pertumbuhan jika hanya mengandalkan sektor perdagangan," katanya, Rabu (18/4).

Baca Juga:
Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Data INDEF menunjukan sampa akhir 2017, neraca perdagangan sektor pertanian masih mencatat surplus. Namun, hal tersebut ditopang sektor perkebunan yang surplus US$26,7 miliar.

Sementara perdagangan tanaman pangan defisit US$6,23 miliar, holtikultura defisit US$1,79 miliar dan peternakan defisit US$2,74 miliar.

"Kita masih jauh dari kemandirian pangan, jika pemerintah membanggakan PDB terus tapi masih impor pangan, sama saja. Kalau dibedah sampai ke level mikro, semakin kelihatan kelemahan agregat kita," terangnya.

Baca Juga:
Surplus Perdagangan Berlanjut, Sinyal Positif Ekonomi Kuartal III/2024

Eko melanjutkan negara ASEAN seperti Thailand misalnya, yang PDB-nya terbilang rendah daripada Indonesia, namun stabilitasasi harganya terjaga.

"Kaitannya dengan ekonomi makro, misalkan inflasi rendah, namun harga pangan tak murah maka daya beli akan rendah. Hal ini tentu saja berdampak kepada pertumbuhan ekonomi Indonesia tadi," paparnya.

Untuk itu, INDEF memberi beberapa rekomendasi kepada pemerintah, di antaranya dengan mengevaluasi kebijakan impor pangan secara menyeluruh, baik terkait sistem perencanaan, pemberian ijin, formula dan prosedur maupun aturan teknis impor. Termasuk mengevaluasi sistem kuota dalam pemberian dan penunjukan izin impor. (Amu)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 19 Oktober 2024 | 14:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Rabu, 16 Oktober 2024 | 10:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Surplus Perdagangan Berlanjut, Sinyal Positif Ekonomi Kuartal III/2024

Senin, 14 Oktober 2024 | 08:37 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tersisa 1% NPWP Belum Padan dengan NIK, DJP Instruksikan Ini ke WP

Minggu, 13 Oktober 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kejar Pertumbuhan Ekonomi 8%, Rosan: Investasi Harus Ditingkatkan

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN