Ilustrasi SBR004. (DDTCNews - Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah kembali menawarkan obligasi ritel berupa saving bond ritel seri SBR004 pada tahun ini. SBR kedua pada tahun ini diklaim lebih menarik dari sisi beban pajak dan imbal hasilnya.
Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Luky Alfirman mengatakan beban pajak dalam pada surat berharga negara ini lebih rendah dibandingkan dengan produk investasi lainnya, seperti deposito.
“Dengan tarif PPh [pajak penghasilan] final 15% itu lebih menarik jika dibandingkan deposito misalnya, yang 20%,” katanya dalam pembukaan masa penawaran SBR004 di Main Hall Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (20/8/2018)
Dalam pasal 4 UU PPh, bunga surat utang negara masuk dalam objek pajak penghasilan yang dapat dikenai pajak bersifat final. Tarif pajak itu diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP).
Menilik PP No. 100/2013 tentang Perubahan Atas PP No. 16/2009 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi, penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak (WP) berupa bunga obligasi dikenai pemotongan PPh final.
Bunga obligasi bisa dalam bentuk bunga dan/atau diskonto. Besarnya tarif PPh bagi bunga dari obligasi dengan kupon sebesar 15% bagi WP dalam negeri dan BUT. Sebesar 20% atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi WP luar negeri selain BUT.
Persentase tarif itu dihitung terhadap jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi. Tarif yang sama juga dikenakan pada diskonto. Namun untuk diskonto, persentase dihitung berdasarkan selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi, tidak termasuk bunga berjalan.
Selain perbedaan dari sisi beban pajak, sambung Luky, imbal hasil yang ditawarkan pemerintah lewat SBR004 juga menarik. Pasalnya, dengan kupon minimal 8,05%, instrumen ini akan menarik investor ritel karena bunga deposito hanya sekitar 5%.
Imbal hasil atau kupon 8,05% itu bersifat mengambang terhadap suku bunga BI-7 Days Reverse Repo Rate (BI-7DRRR). Artinya dengan, tingkat BI-7DRRR saat ini 5,50%, ada spread 2,55%. Spread 2,55% ini akan tetap dijaga mengikuti tingkat BI-7DRRR, baik naik ataupun turun dengan minimal kupon tetap 8,05%.
Otoritas Fiskal optimistis mampu menerbitkan SBR 004 dengan nilai lebih besar dari emisi SBR 003 awal tahun ini senilai Rp1,92 triliun dengan kupon 6,8%.
Pihaknya berharap penerbitan SBR004 ini mampu memperdalam pasar keuangan di Tanah Air yang saat ini masih didominasi oleh asing. Adapun, masa penawaran obligasi dengan tenor 2 tahun ini akan berlangsung hingga 13 September 2018 pukul 10.00 WIB.
Investor, lanjutnya, dapat membeli SBR004 dari 11 mitra distribusi secara online. Enam di antaranya berupa bank, yakni Bank BCA, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank Permata, Bank BRI, dan Bank BTN.
Investor juga bisa membeli melalui perusahaan efek khusus seperti Bareksa dan Tanamduit. Pembelian juga dapat dilakukan melalui perusahaan rintisan/startup tekfin seperti Investree dan Modalku.
“Minimal pembelian Rp1 juta dan maksimal Rp3 miliar,” imbuh Luky. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.