Kepala KPP Pratama Jakarta Cengkareng, Abdul Gani
HINGGA akhir 2019, realisasi penerimaan pajak secara nasional hanya mencapai 84,4% dari target. Kendati demikian, ada sejumlah unit kerja vertikal Ditjen Pajak (DJP) yang menorehkan realisasi penerimaan pajak sesuai, bahkan melampaui target.
KPP Pratama Jakarta Cengkareng menjadi salah satu unit kerja yang mencatatkan realisasi penerimaan pajak sesuai dengan target pada 2019. Kabarnya, kantor pajak ini sudah mulai konsisten juga menerapkan paradigma kepatuhan kooperatif sebagai upaya memaksimalkan penerimaan pajak.
DDTCNews berkesempatan mewawancarai Kepala KPP Pratama Jakarta Cengkareng Abdul Gani untuk mengetahui bagaimana performa penerimaan dan langkah-langkah yang sudah dijalankan. DDTCNews juga mencari tahu langkah apa saja yang akan dijalankan tahun ini. Berikut kutipannya:
Bagaimana performa realisasi penerimaan yang berhasil dikumpulkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng?
Pada 2019, kami sangat bersyukur pada Allah Subhanahu wa Ta'ala, Tuhan yang Maha Kuasa karena dengan seizin-Nya kami bisa memenuhi penerimaan pajak sesuai dengan target yang telah dibebankan kepada kami. Berdasarkan hitungan sementara saat ini, kami berhasil mengumpulkan penerimaan pajak senilai Rp5.003,5 miliar atau 101,25% dari target, dengan pertumbuhan 20,86%. Capaian tersebut lebih baik dari capaian pada 2018 yaitu 95,80% dari target.
Hasil capaian 2019 adalah hasil dari kolaborasi dan kerja keras yang profesional seluruh elemen di KPP Pratama Jakarta Cengkareng. Sinergitas kami tahun lalu sangat terasa sekali baik untuk unit kerja yang secara langsung pekerjaannya berhubungan dengan penerimaan pajak maupun unit kerja yang berkontribusi secara tidak langsung. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pimpinan kami, baik di level Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat maupun Kantor Pusat DJP yang dengan tidak henti-hentinya memberikan arahan dan support yang sangat berarti untuk pencapaian kami di tahun ini.
Dengan berbekal performa pada 2019 tersebut, apa yang bakal dijalankan KPP Pratama Jakarta Cengkareng untuk mengoptimalkan penerimaan pajak pada 2020?
Kalau merunut dari belakang, mulai awal semester II/2018, kami memperkenalkan suatu program kepada WP pada Tax Gathering dengan WP prioritas dan para pemangku kepentingan. Program itu kami sebut dengan kepatuhan kooperatif (cooperative compliance) sebagai alternatif solusi di tengah ketidakstabilan kondisi ekonomi global dan situasi politik dalam negeri yang berpotensi menekan kinerja penerimaan pajak.
Kami memilih program ini dengan pemikiran bahwa wilayah Jakarta Barat seharusnya adalah wilayah yang cukup lama atau matang mengenal pajak. Namun, karena berbagai hal, misalnya pergantian generasi pelaku usaha atau karena kurang intensnya otoritas pajak memberikan perhatian atau pengawasan, kesadaran/kepatuhan WP mulai berkurang baik disengaja atau tidak. Untuk itu, kami perlu mengingatkan kembali dengan pendekatan secara persuasif terlebih dahulu.
Secara sederhana, program kepatuhan kooperatif dapat diartikan sebagai paradigma kepatuhan pajak yang dilakukan secara sukarela berdasarkan asas saling percaya dan terbuka antara otoritas pajak dan WP terkait informasi-informasi yang dimiliki oleh kedua belah pihak. Hal ini memberikan efek timbal balik yang saling menguntungkan, baik dari sisi efisiensi biaya, waktu, maupun keterbukaan informasi.
Kepatuhan kooperatif adalah sebuah hubungan yang mendukung kolaborasi, bukan konfrontasi, serta berdasar lebih kepada rasa saling percaya daripada kewajiban yang dipaksakan. Jadi, pilar utama yang menyokong program ini adalah rasa saling percaya, transparansi, dan pengertian. Ini dibangun melalui komunikasi intens dan persuasif secara terus menerus.
Bagaimana respons WP?
Pada awal penawaran program ini, belum semua WP merespons positif. Alhasil, pada awal 2019, kami melakukan kombinasi program ini dengan penegakan hukum yang intens terhadap wajib pajak yang tidak patuh dan memiliki tax gap yang cukup besar tapi tidak merespons program cooperative compliance.
Alhamdulillah, berkat sinergi yang cukup baik antara pihak-pihak terkait baik di internal maupun eksternal, capaian kami bisa melewati dari target yang dibebankan. Berdasarkan pengalaman tersebut, maka kami akan melanjutkan program kepatuhan kooperatif ini beriringan dengan law enforcement yang selektif. Dengan kerja keras dan konsistensi dalam menjalankan program tersebut, kami berharap kinerja yang baik pada 2019 dapat kembali direalisasikan pada tahun ini.
Adakah kebijakan khusus untuk penggalian potensi pada 2020?
Penggalian potensi tahun ini dioptimalkan pada penggalian potensi untuk WP OP karena kontribusi penerimaan dari WP OP masih kecil dibandingkan dengan WP badan. Selain itu, penggalian potensi juga menyasar WP Badan yang masih memiliki tax gap besar dan beberapa usaha yang bergabung dalam sebuah grup. Kami juga jalankan pengenalan, penguasaan, dan pengawasan wilayah.
Namun demikian, keputusan akhir kami dapat saja berubah menyesuaikan dengan strategi pengamanan nasional yang ditetapkan kantor pusat dan strategi regional yang ditetapkan Kanwil DJP Jakarta Barat sambil menunggu perkembangan pembentukan tambahan satu KPP Madya di Jakarta Barat.
Bagaimana karakteristik dan tingkat kepatuhan WP di KPP Pratama Jakarta Cengkareng?
Tingkat kepatuhan pembayaran maupun pelaporan pada 2019 telah ditutup dengan hasil yang cukup memuaskan yaitu 102.23% dari target yang telah ditetapkan. Meskipun capaian ini telah melampaui target yang diamanahkan dan di atas rata-rata nasional, capaian ini masih dirasa belum optimal. Hal ini dikarenakan masih banyak WP yang belum tersentuh secara komprehensif.
Bagaimana mengoptimalkan kepatuhan WP pada 2020?
Agar pada 2020 capaiannya dapat lebih baik lagi, tingkat kepatuhan WP akan dijadikan sebagai salah satu fokus perhatian kami sejak Januari ini. Caranya adalah melalui penyampaian imbauan hingga pelaksanaan pemeriksaan, khususnya terhadap WP yang masih memiliki tingkat kepatuhan rendah berdasarkan data administrasi kami. Ini akan menjadi prioritas kami sepanjang 2020 sebagai salah satu cara mengamankan penerimaan pajak karena sebagian besar diperoleh dari kepatuhan WP.
Sektor usaha apa saja yang potensial di KPP Pratama Jakarta Cengkareng?
Sektor usaha yang paling mendominasi pada wilayah kami adalah sektor usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil, serta kegiatan jasa lainnya. Kemudian, ditopang juga oleh usaha manufaktur sederhana seperti assembling serta konveksi, walaupun jumlahnya tidak terlalu banyak.
Bagaimana proses pembinaan dan penegakan hukum yang dilakukan KPP Pratama Cengkareng selama ini?
Kami melakukan pengawasan dan pembinaan kepada WP berdasarkan clustering atau levelling kepatuhannya. Kami mengkategori WP secara sederhana menjadi dua, yaitu WP yang relatif patuh dan WP yang belum patuh. Atas ketidakpatuhan WP ini, kami telusuri apa akar penyebabnya. Nah, berdasarkan analisis seksi pengawasan, kami mengklasifikasikan ada tiga kelompok besar yang tidak patuh.
Tiga kelompok besar itu adalah WP yang tidak tahu, WP yang sedang mengalami kesulitan finansial, dan WP yang memang bermaksud melakukan penghindaran pajak. Untuk WP yang tidak tahu, kami lakukan edukasi/sosialisasi. Bagi yang kesulitan finansial, kami ajak dialog secara persuasif untuk memastikan bahwa kewajiban pajak menjadi prioritas pertama mereka. Untuk yang melakukan penghindaran pajak, kami lakukan penegakan hukum.
Apakah ada perubahan proses bisnis dengan adanya implementasi compliance risk management (CRM)?
CRM pada prinsipnya merupakan sarana untuk melakukan clustering WP berdasarkan risiko kepatuhan dan membantu menentukan prioritas dan jenis penanganan terhadap ketidakpatuhan Wajib Pajak. Ini sangat membantu sekali karena kami menyadari bahwa pendekatan sederhana kami, yaitu membagi WP ke dalam kelompok patuh dan belum patuh, memiliki sedikit kelemahan.
Secara konsep hukum, sulit untuk membedakan secara absolut dan objektif atas pengelompokkan mana WP yang patuh dengan WP yang belum patuh, sekaligus bagaimana perlakuan standar terhadap WP berdasarkan karakteristik perilaku kepatuhannya.
Hal tersebut dikarenakan karakteristik yang dipakai bersifat abstrak – berpotensi subjektif – dan sangat tergantung dari ketersediaan informasi sehubungan WP yang bersangkutan serta variabel yang akan dipakai sebagai parameter untuk mengukur kepatuhan WP. Implementasi CRM akan membantu KPP dalam mengelompokkan WP berdasarkan skala kepatuhannya sekaligus memberikan perlakuan seragam terhadap masing-masing kelompok WP tersebut.
Bukankah sebelumnya juga ada skema pengelompokan WP?
Sebelum ada CRM, pengelompokan WP berdasarkan kepatuhan serta perlakuan masing-masing kelompok tersebut berasal dari masing-masing KPP. Hal ini menjadi tidak konsisten atau tidak terstandarisasi sehingga berpotensi melahirkan perspektif yang berbeda-beda. Perbedaan perlakuan ini dikhawatirkan justru akan mencederai prinsip keadilan.
Sebagai contoh, jika WP patuh diberi perlakuan yang serupa dengan WP yang belum patuh maka WP tersebut akan merasa tertekan karena menerima perlakuan yang tidak sepatutnya diterima. Perlakuan yang tidak tepat seperti ini jelas apabila diakumulasi berpotensi merusak hubungan baik antara otoritas pajak dan wajib pajak. Jadi, dengan adanya CRM kami menilai perlakuan terhadap WP akan menjadi lebih baik lagi karena telah dikelola berdasarkan parameter kepatuhan yang konsisten. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.