OMNIBUS LAW PERPAJAKAN

Hitungan DJBC Soal Efek Penurunan Sanksi Kepabeanan pada Penerimaan

Dian Kurniati | Kamis, 27 Februari 2020 | 11:06 WIB
Hitungan DJBC Soal Efek Penurunan Sanksi Kepabeanan pada Penerimaan

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) memperkirakan potensi penerimaan sanksi kepabeanan berisiko hilang sekitar Rp100 miliar pada tahun pertama pelaksanaan omnibus law perpajakan. Hingga saat ini rancangan omnibus law perpajakan sudah disampaikan ke DPR.

Direktur Keberatan Banding dan Peraturan DJBC Rahmat Soebagiyo mengatakan nilai itu setara separuh dari realisasi penerimaan sanksi administrasi kepabeanan tahun lalu yang mencapai sekitar Rp200 miliar.

Penurunan penerimaan itu terjadi karena sanksi kepabeanan akan dipangkas menjadi paling besar 400%. Adapun besaran sanksi yang berlaku saat ini, menurut Undang-Undang (UU) No.17/2006 tentang Kepabeanan, maksimal 1000%.

Baca Juga:
Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

"Dugaan kami begitu. Namun, selama ini penerimaan dari sanksi tidak menjadi andalan Bea Cukai. Kami juga masih mempunyai [penerimaan dari] sanksi pidana," katanya di Jakarta, Kamis (27/2/2020).

Rahmat tidak mempermasalahkan potensi penerimaan yang hilang karena pengurangan sanksi administrasi kepabeanan. Dia beralasan selama ini banyak perusahaan khawatir setelah tidak sengaja membuat kesalahan menulis laporan impornya. Kekhawatiran ini karena ancaman dendanya mencapai 10 kali lipat.

Misalnya, seorang pengusaha mengimpor satu set perlengkapan tetapi hanya memberitahukan perlengkapan utamanya saja, sedangkan aksesorisnya tidak dicatat. Begitu ketahuan, kata Rahmat, dendanya bisa 10 kali lipat dari nilai bea masuk yang kurang bayar, meski tidak disengaja.

Baca Juga:
Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Rahmat berharap pengurangan sanksi administratif kepabeanan melalui omnibus law perpajakan bisa menghilangkan ketakutan para importir. Dengan ketentuan itu pula, pemerintah juga bisa meyakinkan pelaku usaha untuk berinvestasi di Indonesia.

Rahmat menambahkan DJBC juga akan meningkatkan pengawasan kepabeanan meski ancaman sanksi administrasinya dipangkas. Pengawasan yang selama ini berjalan misalnya memasukkan data kesalahan importir pada profil kepabeanannya.

RUU omnibus law perpajakan akan menurunkan sanksi administratif kepabeanan. UU Kepabeanan mengatur sanksi untuk kesalahan pelaporan bea masuk mencapai maksimal 1000% dari nilai bea masuk yang kurang bayar.

Baca Juga:
Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Adapun dalam omnibus law perpajakan, sanksi tersebut dipangkas menjadi paling besar 400%. Ada pula penurunan penalti jika importir melakukan penyalahgunaan fasilitas kepabeanan, dari semula maksimal 500% menjadi hanya 200%.

RUU itu juga memuat perubahan pengenaan bunga atas sanksi yang belum terbayarkan. Sebelumnya, DJBC menganut besaran bunga 2% per bulan, maksimal 24 bulan. Namun, skema penghitungannya akan diubah menjadi hanya 10% ditambah tarif bunga per tahun yang ditetapkan Menteri Keuangan berdasarkan suku bunga acuan, dibagi 12 bulan. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tahun Baru, PTKP Baru? Catatan bagi yang Baru Menikah atau Punya Anak

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru