EFEK VIRUS CORONA

Hadapi Covid-19, DJP Beri Berbagai Relaksasi Administrasi Pajak

Redaksi DDTCNews | Senin, 20 April 2020 | 15:25 WIB
Hadapi Covid-19, DJP Beri Berbagai Relaksasi Administrasi Pajak

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Selain pembentukan kebijakan jangka panjang dan pemberian insentif, relaksasi administrasi pajak yang bersifat sementara juga menjadi respons pemerintah Indonesia dalam menghadapi pandemi Covid-19. Hal ini sejalan dengan tren global.

Relaksasi administrasi pajak ini diberikan pertama kali setelah otoritas mengumumkan untuk menghentikan sementara pelayanan langsung (tatap muka). Penghentian itu berlaku selama masa pencegahan virus Corona di lingkungan DJP.

SE-13/2020 & KEP-156/2020

Baca Juga:
Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Awalnya, lewat Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak No.SE-13/PJ/2020, masa pencegahan penyebaran virus Corona ditetapkan pada 16 Maret 2020 sampai dengan 5 April 2020. Kemudian, melihat perkembangan kasus Covid-19, periode itu diperpanjang hingga 21 April 2020 (lewat SE-21/PJ/2020) dan yang terakhir diperpanjang hingga 29 Mei 2020 (lewat SE-23/PJ/2020).

Lewat SE-13/2020, Dirjen Pajak menegaskan pembayaran dan penyampaian SPT tahunan PPh orang pribadi tahun pajak 2019 dapat dilakukan paling lambat pada 30 April 2020 tanpa dikenai sanksi keterlambatan. ‘Simak, Ini Ketentuan Layanan Pajak DJP Mulai 16 Maret-5 April 2020’.

Ketentuan terkait perpanjangan pelaporan SPT tahunan PPh orang pribadi ini juga ada dalam Keputusan Dirjen Pajak No.KEP-156/PJ/2020 tentang Kebijakan Perpajakan Sehubungan dengan Penyebaran Wabah Virus Corona 2019.

Baca Juga:
Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Selain penghapusan sanksi keterlambatan pembayaran dan penyampaian SPT tahunan PPh orang pribadi, otoritas juga memberi kelonggaran kepada peserta amnesti pajak. Wajib pajak orang pribadi dapat menyampaikan laporan terkait keikutsertaan dalam pengampunan pajak berupa laporan realisasi pengalihan dan investasi harta tambahan dan/atau laporan penempatan harta tambahan, paling lambat 30 April 2020.

Kemudian, DJP juga memberikan perpanjangan batas waktu permohonan upaya hukum. Perpanjangan waktu diberikan sampai 31 Mei 2020, untuk permohonan upaya hukum yang batas waktu pengajuannya berakhir pada 15 Maret 2020 sampai dengan 30 April 2020.

Upaya hukum dimaksud adalah permohonan keberatan, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang kedua, dan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak atau surat tagihan pajak yang kedua.

Baca Juga:
Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru

Terkait dengan proses administrasi, DJP lebih mengupayakan pemanfaatan teknologi informasi. Permintaan aktivasi EFIN disampaikan melalui email resmi KPP atau KP2KP (www.pajak.go.id/unit-kerja). Pengajuan VAT Refund untuk turis sementara dilakukan secara elektronik.

Pemanfaatan teknologi informasi ini juga diberlakukan untuk pengajuan sejumlah insentif pajak yang diberikan untuk merespons pandemi Covid-19. Otoritas akan menggunakan DJP Online sebagai saluran tunggal administrasi perpajakan, tidak terkecuali untuk pengajuan insentif pajak. Simak artikel ‘Insentif Pajak PMK 28/2020, DJP: Kami Tidak Buka Lagi yang via Email’.

PMK 29/2020 & KEP-178/2020

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Sejalan dengan perkembangan yang ada, otoritas fiskal juga menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.29/PMK.03/2020 tentang Pelaksanaan Pelayanan Administrasi Perpajakan dalam Keadaan Kahar Akibat Pandemi Corona Virus Disease 2019. Beleid ini diundangkan dan mulai berlaku pada 7 April 2020.

Otoritas menyatakan untuk memberi kepastian hukum dalam pelayanan kepada wajib pajak akibat pandemi Covid-19, perlu memberikan pedoman pelaksanaan pelayanan administrasi perpajakan dan penerbitan produk hukum perpajakan atas pelayanan administrasi perpajakan itu di DJP.

Dalam keadaan kahar, jatuh tempo penyelesaian pelayanan administrasi perpajakan dapat diperpanjang untuk jangka waktu penyelesaian tertentu. Hal ini ditetapkan dengan Keputusan Dirjen Pajak. Oleh karena itu, Dirjen Pajak menerbitkan Keputusan Dirjen Pajak No.KEP-178/PJ/2020.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Dalam KEP 178/2020, perpanjangan waktu tersebut dibagi menjadi tiga ketentuan. Pertama, terhadap pelayanan administrasi perpajakan berdasarkan PMK, Perdirektur-jenderal Pajak, dan/atau SE Dirjen Pajak yang mengatur jangka waktu penyelesaian paling lama 1 hari kerja atau paling lama sampai dengan 7 hari kerja, jangka waktu penyelesaiannya diperpanjang paling lama 15 hari kerja sejak permohonan diterima lengkap.

Kedua, terhadap pelayanan administrasi perpajakan berdasarkan PMK, Perdirektur-jenderal Pajak, dan/atau SE Dirjen Pajak yang mengatur jangka waktu penyelesaian lebih dari 7 hari kerja tapi tidak boleh lebih dari 1 bulan, jangka waktu penyelesaiannya diperpanjang menjadi paling lama 1 bulan sejak permohonan diterima lengkap.

Ketiga, terhadap pelayanan administrasi perpajakan berdasarkan PMK, Perdirektur-jenderal Pajak, dan/atau SE Dirjen Pajak yang mengatur jangka waktu penyelesaian 1 bulan atau lebih, jangka waktu penyelesaian sejak permohonan diterima lengkap tidak diberikan perpanjangan.

Baca Juga:
Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Adapun perpanjangan waktu tidak berlaku untuk pelayanan dalam rangka pemberian fasilitas dibebaskan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor dan fasilitas tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN atas impor barang kena pajak. Simak artikel ‘Kata DJP, Waktu Penyelesaian Fasilitas Pajak Ini Tidak Diperpanjang’.

PER-06/2020

Tidak cukup sampai di sana, yang terbaru, otoritas menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.06 /PJ/2020 tertanggal 17 April 2020. Dalam beleid ini, DJP memberikan relaksasi penyampaian dokumen kelengkapan SPT tahunan tahun pajak 2019, baik bagi wajib pajak badan maupun orang pribadi.

Baca Juga:
Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?

Ditjen Pajak tidak memperpanjang deadline pelaporan SPT tahunan wajib pajak badan. Sehingga wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dengan akhir tahun buku 31 Desember 2019 tetap wajib menyampaikan SPT tahunan tahun pajak 2019 paling lambat tanggal 30 April 2020. ‘Ini Alasan DJP Tidak Perpanjang Deadline Lapor SPT Tahunan WP Badan’.

Namun, dalam beleid tersebut, DJP memberikan relaksasi penyampaian dokumen kelengkapan SPT paling lambat tanggal 30 Juni 2020. Penyampaian dilakukan dengan menggunakan formulir SPT pembetulan.

Wajib pajak tidak dikenakan sanksi denda atas keterlambatan penyampaian SPT tahunan. Namun, jika ada kekurangan bayar dalam SPT tahunan yang disetorkan setelah 30 April 2020 tetap dikenakan sanksi bunga sebesar 2% per bulan.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Adapun wajib pajak yang ingin memanfaatkan relaksasi ini harus menyampaikan pemberitahuan sebelum menyampaian SPT. Pemberitahuan tersebut disampaikan secara online melalui www.pajak.go.id.

Fasilitas ini tidak dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak yang menyatakan lebih bayar dan meminta restitusi dipercepat (pengembalian pendahuluan). Fasilitas juga tidak bisa dimanfaatkan oleh wajib pajak yang menyampaikan SPT setelah 30 April 2020.

Berbagai relaksasi administrasi yang diberikan DJP ditujukan untuk memberikan kepastian dan meringankan beban kepatuhan (cost of compliance) di tengah adanya pandemi Covid-19. Pada saat yang sama, DJP berharap wajib pajak dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik.

Bagaimanapun, selain memberikan sejumlah insentif pajak, pemerintah masih tetap membutuhkan penerimaan untuk penanganan covid-19. Terlebih, hingga saat ini, penerimaan pajak masih menjadi penopang pendapatan negara yang akan dibelanjakan untuk pembangunan. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tahun Baru, PTKP Baru? Catatan bagi yang Baru Menikah atau Punya Anak

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

NIB Pelaku Usaha Bisa Berlaku Jadi ‘Kunci’ Akses Kepabeanan, Apa Itu?

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?