JERMAN

G-20 Lamban Awasi Beneficial Ownership

Redaksi DDTCNews | Kamis, 26 April 2018 | 14:48 WIB
G-20 Lamban Awasi Beneficial Ownership

BERLIN, DDTCNews – Banyak negara G-20 telah gagal memenuhi komitmen pada tahun 2015 untuk menerapkan pengawasan terhadap Beneficial Ownership (BO) dari perusahaan cangkang. Indonesia juga menjadi salah satu negara yang gagal mengawasi transaksi BO.

Dalam laporan yang terbit 19 April 2018, Transparency International menilai tidak ada negara G-20 yang punya posisi kuat untuk menyelidiki kasus mencurigakan terkait kepemilikan perusahaan. Apalagi, negara-negara yang telah mendaftar BO pun belum melembagakan proses peninjauan untuk memastikan akurasinya.

Senior Manajer Advokasi Global Transparency International Maggie Murphy mengatakan G-20 adalah kelompok ekonomi terkemuka, tapi tampaknya kepemimpinan G-20 berjalan lambat, tampak pada penindakan penyalahgunaan badan hukum di negara anggota.

Baca Juga:
Jaga Inflasi Terkendali, BI Putuskan Suku Bunga Acuan Tetap 6 Persen

“Mereka perlu meningkatkan upayanya untuk menciptakan kerangka hukum BO, sekaligus memastikan mereka bisa menegakkan aturan hukum BO,” ungkapnya seperti dilansir Tax Notes International Vol. 90 No. 5, Senin (23/4).

Pada tahun 2015, setelah G-20 menerbitkan High-Level Principles tentang Transparansi BO, Transparency International melaporkan ada 15 negara memiliki kerangka hukum yang memadai untuk menangani perusahaan anonim.

Adapun, laporan tahun 2018 dalam identifikasi Kanada dan Korea Selatan, menunjukkan ada 11 negara masih berada dalam kisaran yang weak-to-average untuk menangani hal itu.

Baca Juga:
Rapat Paripurna Sepakati Komisi DPR Bertambah Jadi 13

Sementara itu, laporan 2018 juga menyebutkan seluruh negara G-20 memiliki peluang untuk mengoptimalisasi penanganan perusahaan anonim.

Berdasar laporan tersebut, seluruh negara G-20 memiliki daftar pemegang saham meski tidak selalu mencakup informasi BO. Namun, Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang disalahkan.

Pasalnya, AS tidak membuat daftar kepemilikan BO online yang terpusat dan tidak dipublikasikan, pasalnya perusahaan terkait masih terdaftar di tingkat negara bagian.

Baca Juga:
Seluruh Calon Menteri Undangan Prabowo Nyatakan Sanggup, Ini Daftarnya

“Kanada, AS, dan China masih tidak mengharuskan perusahaan untuk mengumpulkan dan menjaga informasi BO yang akurat dan terbaru. Informasi BO kerap hanya dianalisis dalam kerangka aturan pembiayaan anti-pencucian uang dan anti-terorisme,” demikian laporan Transparency International 2018.

Anggota G-20 seperti Brasil, Prancis, Jerman, Italia dan Inggris telah membuat daftar BP terpusat. Meski begitu, hanya Inggris yang memberi izin daftar BO tersebut untuk dipublikasikan. Sedangkan negara-negara di Eropa lainnya membatasi akses informasi terkait data BO.

Beberapa negara termasuk Argentina dan India justru mengumpulkan informasi BO saat proses pendaftaran perusahaan. Tapi informasi itu tidak disimpan dalam online database yang bisa diakses oleh semua orang.

Baca Juga:
Indonesia Disalip Malaysia soal Family Office, Ini Kata Luhut

Selain itu, ada 9 anggota G-20 seperti Australia, Brasil, Kanada, Jerman, Indonesia, Rusia, Korea Selatan, Turki dan AS mengizinkan lembaga keuangan untuk melanjutkan proses transaksi, meskipun jika pemerintah tidak bisa mengidentifikasi pemilik BO.

Untuk itu, laporan Transparency International 2018 merekomendasikan beberapa negara untuk melarang lembaga keuangan, pengacara, akuntan, agen real estate dan institusi trust, untuk tidak melanjutkan transaksi apabila pemilik BO tidak bisa teridentifikasi.

Laporan tersebut juga merekomendasikan agar pemerintah masing-masing negara bisa memastikan, setidaknya beberapa verifikasi informasi BO, seperti mengecek basis data yang dimiliki pemerintah termasuk basis data pajak, maupun melakukan inspeksi. (Gfa/Amu)


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 16 Oktober 2024 | 15:10 WIB KEBIJAKAN MONETER

Jaga Inflasi Terkendali, BI Putuskan Suku Bunga Acuan Tetap 6 Persen

Selasa, 15 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Rapat Paripurna Sepakati Komisi DPR Bertambah Jadi 13

Selasa, 15 Oktober 2024 | 09:15 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Seluruh Calon Menteri Undangan Prabowo Nyatakan Sanggup, Ini Daftarnya

Minggu, 13 Oktober 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Indonesia Disalip Malaysia soal Family Office, Ini Kata Luhut

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN