Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi. (Foto: kpk.go.id)
JAKARTA, DDTCNews - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan banyaknya potensi korupsi dalam pelaksanaan penanganan pandemi Covid-19 dan program pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menceritakan potensi korupsi paling banyak terjadi dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) serta proses pengadaan barang dan jasa (PBJ).
Kajian KPK pun sudah menemukan adanya potensi penggunaan bansos untuk menjaring suara dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) yang diselenggarakan tahun ini.
"Pada Desember 2020 nanti ada 270 daerah yang menyelenggarakan pilkada. Dari kajian KPK, 37 pemerintah daerah menganggarkan bansos di atas 40% dari total anggaran penanganan Covid-19," ujar Alexander dalam webinar Sinergi Pengawasan APIP-SPI-APH, Selasa (29/9/2020).
Kerawanan pemanfaatan bansos sebagai alat politik sangat tinggi apabila kepala daerah petahana turut bertanding dalam pilkada yang diselenggarakan Desember 2020.
Bahkan, KPK sudah menemukan pemda yang menganggarkan bansos mencapai 88% dari total anggaran penanganan pandemi Covid-19 pada APBD-nya.
"Ini diharapkan APIP Pemda mencermati hal ini, berapa alokasi anggaran yang diperuntukkan untuk bansos dan cermati pula penggunaannya," ujar Alexander.
Proses PBJ untuk penanganan pandemi Covid-19 juga masih dihantui oleh potensi korupsi menggunakan modus-modus lama seperti kolusi dengan penyedia, mark-up, hingga pemberian kickback.
Alexander mengatakan proses PBJ selalu menjadi titik rawan tindak pidana korupsi pada masa normal. Dengan proses PBJ yang direlaksasi dan dipercepat, dapat disimpulkan pengawasan proses PBJ menjadi semakin berkurang. Artinya, pengawasan dalam proses PBJ juga semakin minim.
Ia menambahkan KPK sudah menemukan adanya keanehan dalam proses PBJ untuk program bansos berbentuk barang seperti sembako dan sebagainya. KPK menemukan adanya produk yang diadakan oleh instansi untuk bansos ternyata selama ini tidak pernah beredar di pasar.
"Dengan bansos ini tiba-tiba ada produk baru masuk dalam sembako tadi, ini mohon bisa menjadi perhatian. Produk ini tidak ada sebelumnya," ujar Alexander.
Dalam aspek proses PBJ secara umum, Alexander mengatakan KPK sudah menerima aduan proses PBJ mengenai ketidakwajaran harga dan bertambahnya rantai pasok dalam proses PBJ.
"Ada pengusaha atau rekanan yang mendapatkan penunjukan tapi pelaksanaan PBJ-nya dijual ke orang lain, pengusaha hanya memungut fee," ujar Alexander.
Seperti diketahui, proses PBJ telah direlaksasi oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) melalui Surat Edaran (SE) Kepala LKPP No. 3/2020. Proses pembayaran dalam PBJ dapat dilakukan sebelum dilakukan audit oleh APIP dari K/L terkait. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.