Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Aplikasi Sistem Informasi Mineral dan Batubara antara Kementerian dan Lembaga (Simbara) dinilai menjadi game changer dalam sistem pengusahaan batu bara nasional. Rahayu Puspasari selaku Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Kekayaan Negara yang Dipisahkan mengatakan selama ini proses bisnis batu bara terpisah-pisah di sejumlah aplikasi.
Sementara saat ini, proses bisnis pertambangan batu bara dilakukan dalam satu platform, yaitu Simbara. Lebih lanjut, pengawasan juga menjadi lebih mudah karena terpadu dari hulu ke hilir di dalam satu platform.
“Kehadiran Simbara itu, game changing sih, di dalam sistem batu bara Indonesia. Karena instansi saling bisa mengawasi satu sama lain melalui data,” kata Rahayu, dikutip pada Selasa (29/10/2024).
Rahayu menjelaskan latar belakang terciptanya Simbara bermula dari kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai potensi penerimaan negara yang hilang. Dalam kajian tersebut, sektor mineral dan batubara memiliki potensi penerimaan negara yang hilang mencapai Rp120 triliun rupiah.
Menurut Rahayu, hal tersebut disebabkan oleh proses bisnis yang terpisah-pisah dengan menggunakan aplikasi yang berbeda-beda, sehingga data-data juga tersebar di banyak kementerian dan lembaga.
“Data itu tersebar di beberapa kementerian lembaga. Kurang lebih ada 10 jenis sistem yang sama-sama mengelola keyword batu bara, tapi tersebar di kementerian dan lembaga dengan peran dan tugas masing-masing,” ujarnya.
Menurut Rahayu, tujuan akhir dari adanya Simbara ialah ketertiban pelaku usaha dalam membayar PNBP. Namun, tujuan utamanya adalah mewujudkan sinergi dan integrasi tata kelola proses bisnis di sektor batu bara.
Selain itu, dari sisi pelaku usaha, Simbara juga dinilai menguntungkan. Alasannya, semua aplikasi yang sebelumnya dipakai dalam proses bisnis batu bara sudah terhubung. Dengan begitu, pelaku usaha hanya memerlukan sekali input data (single entry data).
Tidak hanya itu, searah dengan digitalisasi, dokumen yang diminta pun sudah tidak lagi dalam bentuk fisik.
“Cukup satu kali mereka melakukan proses pembayaran PNBP, otomatis data tersebut menjadi input untuk proses perizinan, pelayaran, proses ekspor, dan sebagainya. Dokumen juga sudah tidak ada lagi yang fisik, semua paperless,” kata Rahayu. (Syallom Aprinta Cahya Prasdani/sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Pertemuan dalam pembahasan mengenai Pajak Internasional, yang di dalamnya terdapat pembahasan seputar tax treaty, permanent establishment, beneficial owner, transfer pricing, PKKU, dan masih ada banyak lagi pembahasan yang dijelaskan. Hal ini tentunya membuat saya pribadi tertarik dengan cara bekerjanya di dalam dunia Pajak Internasional, seperti contohnya saya baru mengetahui adanya sistem double taxation pada Wajib Pajak dalam menjalankan kewajibannya secara internasional. Kemudian, dalam pembahasan Pajak Internasional pun juga menjelaskan adanya kasus kasus yang sering terjadi baik di dalam negeri maupun luar negeri mengenai tax treaty tersebut. Sehingga, saya mendapatkan knowledge yang sangat insightfull dalam dunia Pajak Internasional serta ingin mempelajari lebih spesifikasi terhadap kasus kasus yang terjadi berdasarkan adanya korelasi dari Pajak Internasional