RUU OMNIBUS LAW CIPTA KERJA

Draf Baru Klaster Ketenagakerjaan Omnibus Law Cipta Kerja Sudah di DPR

Muhamad Wildan | Rabu, 12 Agustus 2020 | 15:51 WIB
Draf Baru Klaster Ketenagakerjaan Omnibus Law Cipta Kerja Sudah di DPR

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dalam Rapat Kerja dan Konsultasi Nasional (Rakerkonas) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) 2020, Rabu (12/8/2020).

JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) telah menyerahkan draf baru klaster ketenagakerjaan dari RUU Omnibus Law Cipta Kerja kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengungkapkan sudah tercapai kesepakatan antara pemerintah, pengusaha, dan tenaga kerja sudah menyepakati penyempurnaan dari klaster ketenagakerjaan RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

"Kami sudah bertemu Baleg untuk penyempurnaan RUU Omnibus Law Cipta Kerja dari draf sebelumnya. Mudah-mudahan apa yang menjadi kesepakatan kita ini akan menjadi kesepakatan bersama dengan Baleg DPR RI," ujar Ida dalam Rapat Kerja dan Konsultasi Nasional (Rakerkonas) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) 2020, Rabu (12/8/2020).

Baca Juga:
Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Menurut Ida, klausul-klausul baru dalam klaster ketenagakerjaan diharapkan bisa memudahkan pelaku usaha untuk melindungi hak-hak tenaga kerja di tengah kebutuhan yang semakin kompleks seiring dengan meningkatnya otomatisasi, pemanfaatan artificial intelligence (AI), internet of things (IoT), dan big data.

"Perubahan paradigma kerja ini akan merubah cara kerja dan keahlian yang dibutuhkan oleh pelaku usaha ke depan," ujar Ida.

Seperti diketahui, perubahan drastis yang diusung dalam draf awal klaster ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja menimbulkan penolakan keras dari kelompok tenaga kerja. Pemerintah pun memutuskan untuk menunda pembahasan dari klaster dalam rangka merevisi isi dari ketentuan ketenagakerjaan dari RUU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut.

Baca Juga:
Sri Mulyani Tegaskan Barang dan Kebutuhan Pokok Tetap Dibebaskan PPN

Tak hanya tenaga kerja, World Bank juga memberi catatan khusus mengenai ketentuan ketenagakerjaan dalam beleid sapu jagat ini melalui laporan berjudul "Indonesia Economic Prospects: The Long Road to Recovery".

World Bank menyebut klausul ketenagakerjaan dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja berpotensi menggerus perlindungan tenaga kerja. Simak artikel ‘World Bank: Omnibus Law Cipta Kerja Berpotensi Merugikan Ekonomi’.

Skema upah minimum terbaru serta pembayaran pesangon yang lebih longgar dibandingkan UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan berpotensi memperlemah perlindungan terhadap tenaga kerja serta meningkatkan ketimpangan penerimaan.

Baca Juga:
Objek PPnBM Bakal Kena PPN 12%, Apa Saja Barang-Barangnya?

Pada Pasal 88D, penentuan upah minimum yang akan ditetapkan hanya memperhitungkan pertumbuhan ekonomi provinsi. Hal ini berbeda dengan ketentuan yang saat ini berlaku, yaitu upah minimum ditentukan berdasarkan pertumbuhan ekonomi nasional dan inflasi nasional.

Lebih lanjut, Pasal 88E juga mengatur industri padat karya bakal memiliki ketentuan upah minimum tersendiri menggunakan formula tertentu yang tidak diperinci pada RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

Terakhir, ketentuan upah minimum tidak diberlakukan atas usaha mikro dan kecil. Pada Pasal 90B tertulis upah usaha mikro dan kecil ditetapkan berdasar kesepakatan antara pengusaha dan pekerja. Kesepakatan upah harus berada di atas garis kemiskinan Badan Pusat Statistik. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Rabu, 11 Desember 2024 | 18:25 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani Tegaskan Barang dan Kebutuhan Pokok Tetap Dibebaskan PPN

Jumat, 06 Desember 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Objek PPnBM Bakal Kena PPN 12%, Apa Saja Barang-Barangnya?

Jumat, 06 Desember 2024 | 11:03 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Seimbangkan Penerimaan dan Daya Beli, DEN Dukung PPN Multitarif

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tahun Baru, PTKP Baru? Catatan bagi yang Baru Menikah atau Punya Anak

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi