BERITA PAJAK HARI INI

DJP Tetap Terbitkan NPWP 15 Digit untuk Wajib Pajak yang Baru Daftar

Redaksi DDTCNews | Kamis, 12 September 2024 | 09:00 WIB
DJP Tetap Terbitkan NPWP 15 Digit untuk Wajib Pajak yang Baru Daftar

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) memastikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 15 digit masih bisa dipakai wajib pajak saat mengakses layanan administrasi perpajakan. Topik tersebut menjadi sorotan media nasional pada hari ini, Kamis (12/9/2024).

Mengingat NPWP 15 digit masih bisa digunakan oleh wajib pajak dalam mengakses layanan administrasi perpajakan, DJP tetap menerbitkan NPWP 15 digit, NPWP 16 digit, dan NITKU kepada wajib pajak yang mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP atau yang diberikan NPWP secara jabatan.

Perlu diketahui, terhitung sejak 1 Juli 2024, wajib pajak dapat menggunakan NPWP 16 digit, NITKU, dan NPWP 15 digit dalam rangka mengakses 37 layanan administrasi yang sebelumnya telah diumumkan oleh DJP.

Baca Juga:
Diskon Tiket Pesawat Ada Lagi Saat Lebaran, Upaya Kendalikan Inflasi

"Layanan administrasi selain yang telah disebutkan dalam publikasi kami terdahulu hanya dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak dengan menggunakan NPWP 15 digit," tulis DJP dalam Pengumuman Nomor PENG-26/PJ.09/2024.

NPWP 15 digit juga dapat digunakan oleh wajib pajak cabang dalam melaksanakan hak dan kewajiban pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penghasilan (PPh), dan pajak bumi dan bangunan (PBB) pada tempat kegiatan usaha wajib pajak.

Terkait dengan layanan administrasi yang diselenggarakan oleh pihak lain, DJP menyatakan pihak lain tetap dapat menggunakan NPWP 15 digit ketika memberikan layanan administrasi yang mensyaratkan pencantuman NPWP.

Baca Juga:
NPWP Sementara 9990000000999000, Dipakai Jika NIK Tak Valid di e-Bupot

Pihak lain boleh menggunakan NPWP 15 digit hingga 31 Desember 2024. "Pihak lain dapat menggunakan NPWP 15 digit dalam layanan administrasi yang mensyaratkan pencantuman NPWP sampai dengan tanggal 31 Desember 2024 dalam hal sistem administrasi pihak lain belum siap untuk menggunakan NPWP 16 digit dan NITKU," tulis DJP.

Selain bahasan mengenai NPWP 15 digit, ada pula pemberitaan lain yang juga menjadi sorotan utama media nasional pada hari ini. Di antaranya, keputusan DJP untuk menunda pemusatan PPN secara jabatan, penetapan bea keluar untuk ekspor pasir laut, dinantinya pembentukan tim ekonomi di pemerintahan Prabowo Subianto, hingga cuplikan investasi yang dilakukan Harian Kompas mengenai rokok ilegal.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Pemusatan PPN secara Jabatan Ditunda

Masih dalam Pengumuman PENG-26/PJ.09/2024, DJP memutuskan untuk menunda pemusatan tempat PPN terutang secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam PENG-4/PJ.09/2024.

Baca Juga:
Simak! Ini Daftar Peraturan Perpajakan yang Terbit 1 Bulan Terakhir

Awalnya, pengusaha kena pajak (PKP) yang tidak menyampaikan pemusatan tempat PPN terutang sampai dengan 30 April 2024 akan dilakukan pemusatan tempat PPN terutang secara jabatan per tanggal 1 Juli 2024. Namun, kebijakan tersebut diputuskan untuk ditunda hingga implementasi coretax administration system.

"Pemberlakuan pemusatan tempat PPN terutang secara jabatan pada tempat tinggal atau tempat kedudukan akan dilakukan bersamaan dengan implementasi coretax administration system, yang akan ditentukan lebih lanjut oleh dirjen pajak," bunyi PENG-26/PJ.09/2024. (DDTCNews)

Keran Ekspor Pasir Laut Dibuka, Bea Keluar Dihitung

Pemerintah telah menerbitkan PP 26/2023 yang mengatur pembukaan kembali keran ekspor pasir hasil sedimentasi laut setelah disetop sejak 2003.

Baca Juga:
Perkuat Pengawasan PPN PMSE, KPP Badora Kolaborasi dengan Komdigi

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan PP 26/2023 juga telah mengatur pengenaan bea keluar atas ekspor pasir laut. Menurutnya, besaran tarif bea keluar tersebut masih dikaji oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan.

"Besaran tarif bea keluar dan mekanisme penerapannya masih dalam tahap pembahasan yang dipimpin oleh BKF atas usulan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)," katanya. (DDTCNews)

RAPBN 2025 Disahkan Pekan Depan

Kementerian Keuangan menargetkan pembahasan mengenai RAPBN 2025 dapat disahkan oleh DPR pada pekan depan.

Baca Juga:
Pahami Perincian Penelitian Bukti Potong Atas WP Restitusi Dipercepat

Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono mengatakan pembahasan RAPBN 2025 masih bergulir di DPR. Menurutnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga turut menyampaikan progres pembahasan RAPBN 2025 kepada presiden terpilih Prabowo Subianto.

"RAPBN 2025 yang mudah-mudahan diketok DPR di minggu depan," katanya. (DDTCNews)

Peredaran Pita Cukai Palsu Disorot

Produk pita cukai, baik yang palsu atau asli, ternyata diperdagangkan di pasar gelap. Hal ini diungkap dalam artikel investigasi yang disusun Harian Kompas. Pita cukai KW super dijual dengan harga Rp45 juta per rim yang bisa memuat 60.000 keping pita.

Baca Juga:
Istri Pilih ‘Hanya Registrasi’ di Coretax, Perlu Lapor SPT Sendiri?

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan sejatinya pemesanan pita cukai hanya bisa dilakukan oleh perusahaan yang memiliki NPPBKC.

DJBC mengantisipasi peredaran pita cukai, baik asli atau palsu, dengan mencantumkan kode dari tiap perusahaan golongan II dan III di pita cukai yang dipesan perusahaan rokok. Penggolongan perusahaan rokok ini dibagi berdasarkan skala produksinya. (Harian Kompas)

Menunggu Pembentukan Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Dunia usaha dan pelaku pasar keuangan tengah menanti-nanti pembentukan tim ekonomi di dalam kabinet pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Apalagi, Prabowo disebut bakal menambah jumlah kementerian dan lembaga.

Baca Juga:
Ada Fasilitas KITE, Menko Airlangga Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Beberapa nama yang dikabarkan masuk dalam susunan tim ekonomi Prabowo adalah Budi Gunadi Sadikin (menteri kesehatan saat ini) dan Kartika Wirjoatmodjo (wakil menteri BUMN saat ini). Nama Sri Mulyani juga kencang berembus bakal masuk dalam kabinet Prabowo.

Pengamat pasar modal dari Universitas Indonesia, Budi Frensidy menilai kursi menteri keuangan dan wakil menteri keuangan harus diisi dari kalangan profesional, bukan dari parti. (Kontan) (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 02 Februari 2025 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Diskon Tiket Pesawat Ada Lagi Saat Lebaran, Upaya Kendalikan Inflasi

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

NPWP Sementara 9990000000999000, Dipakai Jika NIK Tak Valid di e-Bupot

Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:45 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Simak! Ini Daftar Peraturan Perpajakan yang Terbit 1 Bulan Terakhir

Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:30 WIB KPP BADAN DAN ORANG ASING

Perkuat Pengawasan PPN PMSE, KPP Badora Kolaborasi dengan Komdigi

BERITA PILIHAN
Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30 WIB PMK 119/2024

Bertambah! Aspek Penelitian Restitusi Dipercepat WP Kriteria Tertentu

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ajukan NPWP Non-Efektif, WP Perlu Cabut Status PKP Dahulu

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:30 WIB KEPALA BPPK ANDIN HADIYANTO

‘Tak Hanya Unggul Teknis, SDM Kemenkeu Juga Perlu Berintegritas’

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Buku Manual Coretax terkait Modul Pembayaran

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:15 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Lima Hal yang Membuat Suket PP 55 Dicabut Kantor Pajak

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:00 WIB KOTA BANTUL

Banyak Penambang Tak Terdaftar, Setoran Pajak MBLB Hanya Rp20,9 Juta

Minggu, 02 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX DJP

PIC Kini Bisa Delegasikan Role Akses Pemindahbukuan di Coretax DJP

Minggu, 02 Februari 2025 | 11:30 WIB KOTA MEDAN

Wah! Medan Bisa Kumpulkan Rp784,16 Miliar dari Opsen Pajak

Minggu, 02 Februari 2025 | 10:30 WIB PMK 116/2024

Organisasi dan Tata Kerja Setkomwasjak, Unduh Peraturannya di Sini