BERITA PAJAK HARI INI

DJP Terbitkan Nota Dinas Soal Perlakuan PPh Atas Natura, Ada Hal Baru?

Redaksi DDTCNews | Kamis, 19 September 2024 | 08:30 WIB
DJP Terbitkan Nota Dinas Soal Perlakuan PPh Atas Natura, Ada Hal Baru?

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) belum lama ini menerbitkan Nota Dinas Nomor ND-14/PJ/PJ.02/2024 yang berisi penjelasan tentang perlakuan pajak penghasilan (PPh) atas natura dan/atau kenikmatan. Topik tersebut menjadi salah satu pembahasan media nasional pada hari ini, Kamis (19/9/2024).

Lantas apakah ada hal-hal baru yang dituangkan dalam nota dinas tersebut?

Dirjen Pajak Suryo Utomo menegaskan nota dinas tersebut hanyalah berfungsi sebagai panduan bagi petugas pajak dalam hal terdapat wajib pajak yang bertanya mengenai perlakuan PPh atas natura dan kenikmatan.

Baca Juga:
Simak! Ini Daftar Peraturan Perpajakan yang Terbit 1 Bulan Terakhir

"Itu menjelaskan kepada teman-teman di bawah [petugas pajak] kalau ditanya wajib pajak. Sudah begitu saja, itu hanya menjelaskan," katanya.

Dalam nota dinas tersebut, DJP menegaskan fasilitas kendaraan dari pemberi kerja yang dikecualikan dari objek PPh, fasilitas kesehatan dari pemberi kerja yang dikecualikan dari objek PPh, fasilitas pendidikan yang ditanggung pemberi kerja, fasilitas diskon barang dari pemberi kerja, hingga fasilitas pinjaman dengan suku bunga khusus dari pemberi kerja.

Tak hanya itu, ND-14/PJ/PJ.02/2024 juga memuat format dan petunjuk pengisian daftar nominatif biaya imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan kenikmatan.

Baca Juga:
Senator Minta Penumpang Pesawat Kelas Ekonomi Tak Dipungut Travel Tax

Kewajiban melaporkan biaya pemberian imbalan berbentuk natura dan kenikmatan ke dalam SPT Tahunan sesungguhnya telah diatur di Pasal 2 ayat (6) PMK 66/2023. Namun demikian, format daftar nominatif pelaporan biaya pemberian natura dan kenikmatan belum diatur dalam PMK tersebut.

Selain bahasan mengenai nota dinas natura, ada pula ulasan mengenai target tax ratio pada 2045, wacana penerapan cukai terhadap produk pangan olahan, sinyal Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk tidak bergabung dalam pemerintahan selanjutnya, hingga rencana perpanjangan insentif tax holiday.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Belum Ada PMK Baru Soal Natura

Suryo Utomo menegaskan bahwa DJP tidak memiliki rencana untuk memindahkan pengaturan dalam nota dinas yang dijabarkan di atas ke dalam sebuah PMK baru.

Baca Juga:
Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata

DJP masih berketetapan menjalankan ketentuan soal PPh atas natura dan/atau kenikmatan dengan berlandaskan peraturan perundang-undangan yang masih berlaku.

"Enggak, PMK-nya sudah jelas. Sebenarnya nota dinas itu penjelasan saja," ujar Suryo. (DDTCNews)

Tax Ratio Ditarget 18 Persen pada 2045

Rasio perpajakan atau tax ratio Indonesia ditargetkan mencapai 18%-22% pada 2045. Target tersebut termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045.

Baca Juga:
WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

RPJPN 2025-2045 tersebut telah disetujui oleh DPR dan diundangkan Presiden Joko Widodo sebagai UU 59/2024. Target tax ratio ini tidak berubah dari draf RUU RPJPN 2025-2045 yang disampaikan pemerintah kepada DPR.

"Tantangan kebijakan fiskal yang dihadapi di antaranya yaitu masih rendahnya penerimaan negara terutama perpajakan," bunyi UU RPJPN 2025-2045. (DDTCNews)

Pengusaha Khawatir Dampak Cukai Pangan Olahan

Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) khawatir rencana pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu yang mengandung gula, garam, dan lemak akan menekan kegiatan industri dan ekonomi.

Baca Juga:
Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu

Ketua Umum GAPMMI Adhi S. Lukman mengatakan penyakit tidak menular lebih banyak disebabkan oleh faktor risiko seperti gaya hidup masyarakat ketimbang hanya konsumsi pangan olahan. Menurutnya, pengenaan cukai mengandung gula, garam, dan lemak tidak dapat menyelesaikan masalah penyakit tidak menular karena persoalannya bukan akibat konsumsi pangan olahan.

"Pembatasan [pangan olahan], pengenaan cukai, dan sebagainya kami khawatirkan tidak akan efektif kalau itu tidak kita lakukan secara komprehensif," katanya dalam audiensi dengan Komisi IX DPR. (DDTCNews)

Sinyal Sri Mulyani Tak Ikut Pemerintahan Baru

Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan sinyal bahwa dirinya tidak lagi akan bergabung dalam gerbong pemerintahan yang baru, di bawah kepemimpinan presiden terpilih Prabowo Subianto. Hal ini diperkuat melalui gesturnya saat mengikuti rapat terakhir bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR.

Baca Juga:
Ada Pajak Minimum Global, RI Cari Cara Biar Insentif KEK Tetap Menarik

Dalam rapat kerja terakhir itu, Sri Mulyani memberi kode bahwa pucuk kepemimpinan Kementerian Keuangan akan dilanjutkan oleh Wakil Menteri Thomas Djiwandono yang tak lain adalah keponakan Prabowo.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia MOhammad Faisal menilai siapapun pengganti Sri Mulyani kelak, perlu memiliki terobosan untuk mengatasi keterbatasan ruang fiskal. Hal ini disebabkan beban fiskal yang cukup berat lantaran utang yang sempat membengkak akibat pandemi Covid-19. (Harian Kompas)

Perpanjangan Tax Holiday

Pemerintah berencana memperpanjang periode pemberian fasilitas libur pajak alias tax holiday. Fasilitas tax holiday selama ini diatur melalui PMK 130/2020 dan hanya berlaku 4 tahun sejak berlakunya PMK tersebut. Insentif ini mestinya bakal berakhir pada awal Oktober 2024.

Baca Juga:
Pahami Perincian Penelitian Bukti Potong Atas WP Restitusi Dipercepat

Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Nurul Ichwan mengatakan pihaknya akan membahas perpanjangan insentif tax holiday bersama Kementerian Keuangan.

"Baru akan dibahas minggu ini. Insyaallah (tax holiday) diperpanjang," kata Nurul. (Kontan)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Heriyansyah 21 September 2024 | 07:13 WIB

Gak bisa apa cari pajak yg lain... Fasilitas kendaraan bos... Apartemen bos.. Semua kemewahan pemilik modal dikenakan pajak dong... Bukannya mendapatkan pajak insentif bagi pemodal yg berusaha... Justru pekerja yg di peras... Dari pekerja sakit... Negeri apa ini .. udah salah urus... Salah kaprah dalam mengurus negara untuk melindungi rakyatnya yg sedang menderita (sakit)... Bpjs kesehatan aja blom jelas... Lihat negara tetangga kita... Gimana pelayanan kesehatan terhadap masyarakat untuk melindungi nya untuk kesehatan dalam tanggung jawab pemerintah kepada rakyatnya... Pajak itu semata-mata untuk kemakmuran rakyat... Bukan yg makmur pemilik modal yg mendapatkan insentif pajak dan memakmurkan pejabat beserta keluarganya... Tetapi haruslah rakyat kecil... Tolong beritahu ke pemerintah .. Buat berita ini... Ddtc berani gak buat berita.. PAJAK ADALAH DIGUNAKAN UNTUK KEMAKMURAN RAKYAT BUKAN PEMILIK MODAL... APAKAH PAJAK BERKEPIHAKAN KEMANA ?

Heriyansyah 21 September 2024 | 07:03 WIB

Gak ada yg baru coyyyyy. Sama aja... Kita di jajah di negeri sendiri.... Fasilitas kesehatan tetap dikenakan pajak pph21 bagi yg menerima manfaat fasilitas kesehatan... Pemerintah ini meneras pekerja yg sakit...

Heriyansyah 21 September 2024 | 07:01 WIB

Gak ada hal baru sama aja.... Pekerja sakit dikenakan pajak pph21.... Yg di kecuali kan hanya pekerja sakit akibat kecelakaan kerja... Wedus... Sakit yg lain dikenakan pph21... Pembangunan ini sebagian dibiayai pajak natura adalh fasilitas kesehatan dari pekerja yg sakit

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:45 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Simak! Ini Daftar Peraturan Perpajakan yang Terbit 1 Bulan Terakhir

Sabtu, 01 Februari 2025 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

BERITA PILIHAN
Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30 WIB PMK 119/2024

Bertambah! Aspek Penelitian Restitusi Dipercepat WP Kriteria Tertentu

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ajukan NPWP Non-Efektif, WP Perlu Cabut Status PKP Dahulu

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:30 WIB KEPALA BPPK ANDIN HADIYANTO

‘Tak Hanya Unggul Teknis, SDM Kemenkeu Juga Perlu Berintegritas’

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Buku Manual Coretax terkait Modul Pembayaran

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:15 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Lima Hal yang Membuat Suket PP 55 Dicabut Kantor Pajak

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:00 WIB KOTA BANTUL

Banyak Penambang Tak Terdaftar, Setoran Pajak MBLB Hanya Rp20,9 Juta

Minggu, 02 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX DJP

PIC Kini Bisa Delegasikan Role Akses Pemindahbukuan di Coretax DJP

Minggu, 02 Februari 2025 | 11:30 WIB KOTA MEDAN

Wah! Medan Bisa Kumpulkan Rp784,16 Miliar dari Opsen Pajak

Minggu, 02 Februari 2025 | 10:30 WIB PMK 116/2024

Organisasi dan Tata Kerja Setkomwasjak, Unduh Peraturannya di Sini