PMK 35/2019

DJP: Beleid Penentuan BUT Beri Kepastian Hukum Dunia Usaha

Redaksi DDTCNews | Jumat, 05 April 2019 | 17:25 WIB
DJP: Beleid Penentuan BUT Beri Kepastian Hukum Dunia Usaha

Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol. 

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) mengatakan alasan utama penerbitan Peraturan Menteri Keuangan No.35/PMK.03/2019 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah untuk memberi kepastian hukum bagi dunia usaha.

Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol mengatakan beleid ini memberikan penegasan perihal sektor usaha yang masuk dalam kategori BUT. Dengan demikian kepastian hukum menjadi landasan utama dari terbitnya PMK 35/2019.

Aturan ini, paparnya, tidak sebatas pada pengaturan entitas bisnis digital. Lebih jauh dari itu, regulasi yang mulai berlaku sejak 1 April 2019 ini mengatur seluruh sektor usaha yang dijalankan oleh subjek pajak luar negeri (SPLN).

Baca Juga:
Munculnya Significant Robot Function dalam Atribusi Penghasilan BUT

“PMK 35/2019 memberikan klarifikasi pengertian suatu BUT untuk semua sektor usaha termasuk bisnis digital,” katanya kepada DDTCNews, Jumat (5/4/2019).

Menurutnya, kurang tepat jika beleid secara khusus ditujukan untuk memajaki pelaku ekonomi di ranah digital. John menegaskan aturan main dalam PMK 35/2019 bertujuan untuk memberikan kapastian hukum bagi pelaku usaha.

“Tujuannya memberikan kepastian bagi dunia usaha, khususnya terkait timbulnya suatu BUT dari perusahaan luar negeri di Indonesia,” imbuh John.

Baca Juga:
Jenis Penghasilan yang Termasuk Objek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Dalam beleid itu, BUT dikatakan sebagai entuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi asing atau badan asing untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Adapun kriteria yang dipenuhi untuk penentuan BUT dibagi menjadi tiga kelompok.

Namun, ada beberapa jenis bentuk usaha yang dianggap sebagai BUT meskipun tidak memenuhi kriteria tersebut. Pertama, proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan. Kedua, pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan.

Ketiga, orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas. Keempat, agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 20 Desember 2024 | 16:53 WIB INFOGRAFIS PAJAK

11 Barang Kebutuhan Pokok Bebas PPN Indonesia

Minggu, 15 Desember 2024 | 07:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pemungutan PPN atas Pulsa Hanya Sampai Distributor Tingkat Kedua

Rabu, 11 Desember 2024 | 12:13 WIB BELANJA PERPAJAKAN

PPN Dibebaskan untuk Barang Kebutuhan Pokok, Ini Nilai Estimasinya

Kamis, 05 Desember 2024 | 18:15 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pemerintah dan DPR Sepakat Kebutuhan Pokok Tetap Bebas PPN

BERITA PILIHAN
Sabtu, 08 Februari 2025 | 09:00 WIB WEEKLY TAX NEWS ROUNDUP

Issuance of the Omnibus Regulation to Adjust the Alternative Tax Bases

Sabtu, 08 Februari 2025 | 09:00 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

PMK Sapu Jagat untuk Sesuaikan DPP Nilai Lain dan PPN Besaran Tertentu

Jumat, 07 Februari 2025 | 19:30 WIB PMK 13/2025

Rumah Pindah Tangan Kurang dari Setahun, DJP Bisa Tagih Kembali PPN

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:30 WIB CORETAX DJP

Akun WP Badan Tak Bisa Terbitkan Bupot, Harus Lewat PIC Coretax

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:00 WIB PMK 11/2025

PMK Omnibus Terbit, Tarif PPN Kegiatan Membangun Sendiri Tetap 2,2%

Jumat, 07 Februari 2025 | 15:07 WIB FOUNDER DDTC DANNY SEPTRIADI

‘Praktik Terbaik dalam Restitusi PPN adalah Immediate Refund System’