BERITA PAJAK HARI INI

Dengan CRM, DJP Bakal Punya Daftar Prioritas Penagihan Pajak

Redaksi DDTCNews | Kamis, 03 Oktober 2019 | 08:54 WIB
Dengan CRM, DJP Bakal Punya Daftar Prioritas Penagihan Pajak

Ilustrasi gedung DJP.

JAKARTA, DDTCNews – Implementasi compliance risk management (CRM) sesuai Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak No. SE-24/PJ/2019 masih menjadi sorotan beberapa media nasional pada hari ini, Kamis (3/9/2019). Beberapa media lebih fokus menyoroti CRM dalam kegiatan penagihan pajak dengan surat paksa.

CRM Fungsi Penagihan menghasilkan Daftar Prioritas Tindakan dan Daftar Prioritas Pencairan yang akan digunakan kantor pelayanan pajak (KPP) untuk mengoptimalisasi pencairan piutang pajak. Kedua daftar tersebut akan ditampilkan dalam sistem informasi yang dikembangkan Ditjen Pajak (DJP).

“Wajib Pajak (WP) dalam Daftar Prioritas Tindakan dan Daftar Prioritas Pencairan dipetakan sesuai tingkat risikonya ke dalam posisi risiko yang ditampilkan pada peta kepatuhan CRM Fungsi Penagihan,” demikian penggalan isi SE tersebut.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Peta kepatuhan CRM Fungsi Penagihan menggambarkan risiko kepatuhan WP dalam melakukan pembayaran piutang pajak yang disusun berdasarkan tingkat ketertagihan piutang pajak, keberadaan WP dan/atau penanggung pajak, serta kemampuan membayarnya.

Adapun risiko penagihan adalah hilangnya penerimaan pajak akibat tidak terpenuhinya kewajiban pembayaran atas piutang pajak. Hal tersebut dikarenakan hilangnya kesempatan untuk menagih dan/atau mencairkan piutang pajak.

Prioritas penagihan yang disusun berdasarkan Daftar Prioritas Tindakan dan Daftar Prioritas Pencairan ditindaklanjuti sesuai urutan risiko masing-masing WP. Tindak lanjut bisa juga sesuai dengan kebijakan lain berdasarkan pertimbangan kepala KPP.

Baca Juga:
Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Sebelumnya, otoritas mengatakan CRM digunakan untuk memetakan WP berdasarkan derajat kepatuhan. Fungsi pengawasan hanya ditujukan untuk WP yang masuk kategori tidak patuh. Dengan penanganan ke WP yang tidak patuh diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pajak yang berkelanjutan.

Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti risiko membengkaknya proyeksi shortfall – selisih kurang antara realisasi dan target – penerimaan pajak pada tahun ini. Dengan kondisi tersebut, otoritas memilih untuk melebarkan defisit anggaran.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong
  • Langkah Strategis

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan pemerintah perlu melakukan sejumlah langkah strategis untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Pertama, mengoptimalkan data pihak ketiga untuk menguji kepatuhan, terutama yang berasal dari pertukaran informasi, akses informasi perbankan, serta pertukaran data antarinstansi.

“Walau demikian, ini tentu juga akan sangat tergantung dari kesiapan teknologi informasi serta komitmen dan kemauan untuk memastikan kepatuhan, khususnya dari high net worth individuals,” kata Bawono.

Selain itu, ada beberapa aspek lain yang bisa dikerjakan oleh otoritas pajak. Aspek itu berupa penegakan ketentuan anti penghindaran pajak, kepastian kepatuhan dari pelaku di ekosistem digital, dan joint audit.

Baca Juga:
Bayar dan Lapor Pajak Lebih Mudah via e-SPTPD, Kepatuhan Bakal Membaik
  • Pelebaran Defisit Anggaran

Risiko membengkaknya shortfall penerimaan pajak pada tahun ini membuat pemerintah bersiap-siap melebarkan defisit anggaran dengan outlook 1,93% terhadap produk domestik bruto (PDB). Langkah ini ditempuh dalam dua langkah. Pertama, menerbitkan surat berharga negara (SBN) sesuai rencana awal.

Kedua, memperbesar pinjaman. Opsi penambahan pinjaman baru tetap terbuka karena berdasarkan laporan semester I APBN 2019, pemerintah telah menjajaki potensi pinjaman tunai. Pada tahun ini, pemerintah memiliki porsi pinjaman yang bisa dioptimalkan sekitar US$1 miliar hingga US$2 miliar.

  • Pengelolaan Utang

Bank Dunia memperingatkan risiko peningkatan beban utang luar negeri negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Kondisi itu dipengaruhi adanya perlambatan pertumbuhan penerimaan negara dari pajak dan nonpajak.

Baca Juga:
Tersisa 2 Bulan untuk Manfaatkan PPN Rumah 100% Ditanggung Pemerintah

Berdasarkan laporan Bank Dunia, total utang luar negeri kelompok negara berkembang tumbuh 5,3% menjadi US$7,8 triliun pada 2018. Menanggapi peringatan tersebut, otoritas fiskal menegaskan gagal bayar utang tidak akan terjadi di Indonesia.

“Utang dikelola hati-hati, apalagi saat ini kondisi perekonomian global dan domestik cukup menantang,” ujar Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:30 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Kejar Kepatuhan Pajak Pelaku UMKM, DJP Perluas ‘Pendampingan’ BDS

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN