JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak kini mewajibkan pemeriksa pajak melakukan perekaman pada saat pelaksanaan pembahasan akhir hasil pemeriksaan (closing conference), melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomo SE-12/PJ/2016.
Surat itu merupakan bentuk penegasan DJP atas pelaksanaan closing conference antara pemeriksa pajak dan wajib pajak (WP). Selain wajib merekam, sebelumnya pemeriksa harus terlebih dahulu memberitahukan bahwa akan dilakukan perekaman. Hasil perekaman, baik berupa audio dan/atau visual, akan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari berita acara closing conference yang dilakukan.
Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi menyatakan, aturan itu dibuuat guna meningkatkan kualitas temuan hasil pemeriksaan dan menjamin pembahasan akhir hasil pemeriksaan dilaksanakan secara objektif, sehingga pada akhirnya menghasilkan surat ketetapan pajak (SKP) yang dapat dipertanggungjawabkan.
“Aturan ini akan menjadi acuan bagi setiap Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2) dalam melaksanakan proses pembahasan akhir dengan WP,” kata Dirjen Pajak dalam surat yang berlaku sejak 31 Maret 2016.
Melalui surat itu, terdapat penegasan mengenai dua prosedur pemeriksaan yang wajib ada atau dilakukan oleh pemeriksa pajak. Pertama, menyampaikan surat pemberitahuan hasil pemeriksaan (SPHP). Kedua, memberikan hak hadir kepada WP dalam melakukan closing conference. Kedua hal ini sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Namun, perlu ditekankan, prosedur tersebut berlaku apabila yang dilakukan merupakan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Kedua prosedur tersebut dikecualikan jika dilakukan pemeriksaan untuk tujuan lain.
Pemeriksaan untuk Tujuan Lain
Hal penting lain dalam surat ederan itu antara lain memberikan penegasan tentang pemeriksaan untuk tujuan lain. Pasalnya, aturan mengenai jenis pemeriksaan satu ini seringkali terlupakan baik oleh pemeriksa pajak maupun WP.
Pada saat pemeriksaan tujuan lain, pemeriksa pajak dapat meminjam dokumen dari WP. Namun persoalan terjadi ketika secara tiba-tiba pemeriksa pajak menyampaikan SPHP dan menerbitkan SKP berdasarkan dokumen yang diberikan.
Di sisi lain, karena WP mungkin tidak paham tentang prosedur pemeriksaan, ia dapat saja menerima ketetapan pajak tersebut. Dengan terbitnya surat ini, persoalan tersebut seharusnya tidak terjadi lagi.
“Penyampaian SPHP dan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan WP tidak berlaku atas pemeriksaan untuk tujuan lain, karena pemeriksaan untuk tujuan lain tidak dimaksudkan untuk menerbitkan ketetapan pajak (SKP/STP),” salah satu bunyi dalam surat itu.
Lebih lanjut, pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan untuk tujuan tertentu dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, seperti dalam rangka penghapusan nomor pokok wajib pajak (NPWP), pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak (PKP), pemberian NPWP/pengukuhan PKP secara jabatan, dan lain-lain. Perincian mengenai kriteria pemeriksaan untuk tujuan lain diatur secara terpisah dalam SE-06/PJ/2016 tentang kebijakan pemeriksaan.
Untuk WP, apabila atas dirinya dilakukan pemeriksaan pajak, sebaiknya mengetahui terlebih dahulu apakah pemeriksaan yang dilakukan merupakan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan atau masuk kriteria pemeriksaan untuk tujuan lain.
Hal itu sebetulnya dapat dilihat di surat pemerintah pemeriksaan (SP2) yang harus ditunjukkan oleh pemeriksa pajak. WP dapat melihat kode pemeriksaan yang tertera dalam SP2, di mana menurut SE-06/PJ/2016 kode pemeriksaan tujuan lain dimulai dengan angka 5. Misalnya, kode pemeriksaan 5321 dan 5322 untuk penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP berdasarkan permohonan WP.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.