PRANCIS

Cegah Sengketa Dagang, Carbon Pricing Harus Merata Antaryurisdiksi

Muhamad Wildan | Senin, 08 November 2021 | 11:05 WIB
Cegah Sengketa Dagang, Carbon Pricing Harus Merata Antaryurisdiksi

Ilustrasi.

PARIS, DDTCNews - Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mendorong setiap yurisdiksi untuk berkolaborasi dalam menerapkan kebijakan nilai karbon atau carbon pricing.

Director of the OECD Centre for Tax Policy and Administration Pascal Saint-Amans mengatakan kolaborasi diperlukan untuk memitigasi perubahan iklim sekaligus mencegah timbulnya potensi sengketa dagang akibat kebijakan carbon pricing.

"Setiap yurisdiksi harus bekerja sama untuk menyamakan pandangan dan membatasi potensi terjadinya sengketa dagang," ujar Saint-Amans, dikutip Senin (8/11/2021).

Baca Juga:
Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Berdasarkan temuan OECD, saat ini sudah 49% dari penggunaan energi dan emisi CO2 di negara-negara G20 yang tercakup dalam kebijakan carbon pricing. Meski demikian, masih terdapat beberapa negara anggota G20 yang belum sepenuhnya aktif dalam menerapkan carbon pricing.

Saint-Amans mengatakan carbon pricing, baik melalui instrumen pajak atau instrumen lainnya, memiliki peran besar dalam mendorong reduksi emisi serta meningkatkan investasi ramah lingkungan.

Namun, hingga saat ini masih terdapat hambatan politik di berbagai negara yang membuat kebijakan carbon pricing tak kunjung dapat diterapkan secara optimal.

Baca Juga:
Otoritas Ini Usulkan Perubahan Aturan Pencegahan WP ke Luar Negeri

Bila kebijakan carbon pricing tak diterapkan secara merata antaryurisdiksi, maka potensi terjadinya carbon leakage kian terbuka lebar. Hal ini akan mendorong yurisdiksi yang telah menerapkan carbon pricing untuk menerapkan carbon border adjustment mechanism (CBAM).

Oleh karena itu, OECD saat ini sedang merancang mekanisme mengenai penentuan nilai karbon yang ideal melalui emission trading scheme, pengenaan cukai atas BBM, serta mekanisme mengenai implicit carbon pricing.

"Implicit carbon pricing memang tidak seefisien explicit carbon pricing. Namun, implicit carbon pricing memungkinkan setiap yurisdiksi untuk tetap sejalan dan bergerak lebih cepat dalam menerapkan kebijakan carbon pricing," ujar Saint-Amans seperti dilansir Tax Notes International. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?