KINERJA BELANJA

Cegah Resesi, Penyerapan Anggaran Digenjot

Muhamad Wildan | Senin, 24 Agustus 2020 | 13:15 WIB
Cegah Resesi, Penyerapan Anggaran Digenjot

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2019 pada Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/7/2020). Pemerintah berupaya mempercepat penyerapan APBN 2020 baik APBN secara umum maupun anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) guna memperbaiki pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi hingga -5,32% (yoy) pada kuartal II/2020. (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/aww)

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah berupaya mempercepat penyerapan APBN 2020 baik APBN secara umum maupun anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) guna memperbaiki pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi hingga -5,32% (yoy) pada kuartal II/2020.

Melalui percepatan penyerapan dari seluruh anggaran yang ada, diharapkan belanja pemerintah mampu menjadi instrumen untuk memperbaiki kinerja konsumsi rumah tangga dan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi.

Seperti diketahui, kinerja konsumsi pemerintah pada kuartal II/2020 masih mengalami kontraksi hingga -6,9% (yoy), tidak berjalan countercyclical sebagaimana yang terus didengungkan oleh pemerintah.

Baca Juga:
Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata

"Percepatan penyerapan anggaran menjadi kunci pada kuartal/III 2020 untuk mengurangi kontraksi perekonomian atau bahkan menghindari resesi teknikal," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Senin (24/8/2020).

Meski demikian, Sri Mulyani mencatat masih terdapat hambatan dalam merealisasikan belanja pemerintah, terutama untuk merealisasikan belanja barang dan belanja modal.

Realisasi belanja barang dari berbagai kementerian dan lembaga (K/L) banyak yang terhambat akibat pola kerja baru di tengah pandemi Covid-19 yakni work from home (WFH).

Baca Juga:
Kenakan BMAD, Sri Mulyani: Lindungi Industri dari Impor Barang Murah

Akibat pola kerja baru ini, belanja barang yang kebanyakan berupa belanja perjalanan dan belanja penyelenggaran event tidak bisa dieksekusi. Oleh karena itu, belanja barang pun bakal dialihkan untuk mendukung digitalisasi birokrasi.

Belanja modal juga masih sulit dieksekusi di tengah pandemi. Karena itu, sambung Sri Mulyani, K/L yang berkontribusi besar terhadap realisasi belanja modal seperti Kementerian PUPR bakal digenjot realisasi belanja modalnya.

"Kami bantu seluruh K/L agar anggaran PEN dan belanja KL ini bisa cepat, termasuk perubahan daftar isian penggunaan anggaran (DIPA). Kami juga bekerja sama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk mempercepat pengadaannya," katanya.

Baca Juga:
Sri Mulyani Tegaskan Penghematan Belanja Tak Dipengaruhi Kinerja Pajak

Untuk penyerapan anggaran program PEN, Sri Mulyani mengakui memang masih ada problem tersendiri untuk dapat mempercepat penyerapan anggaran belanja ini.

Program PEN yang merupakan kelanjutan dari program existing seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Kartu Sembako bisa dieksekusi dan diserap secara optimal mengingat sudah tersedianya data untuk mendukung program tersebut.

Program-program yang merupakan usulan baru cenderung lambat untuk dieksekusi mengingat ketersediaan data yang kurang memadai. "Kendala awal biasanya data yang terbatas, terutama ketepatan nama dan alamat serta rekening kalau kebijakan ini berupa cash transfer," ujar Sri Mulyani.

Oleh karena itu, K/L yang mengusulkan program baru dalam program PEN dituntut untuk membuat desain kebijakan yang simpel dan sederhana agar bisa cepat dieksekusi dan bisa segera berdampak bagi pemulihan ekonomi dan masyarakat. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

24 Agustus 2020 | 22:12 WIB

Kebijakan yang baik dan simple seharusnya dapat ditinjau lebih dalam dengan melihat potensi dari sektor kepatuhan pajak terbesar. Mengapa demikian? Hal itu memberikan kemudahan administratif dan keadilan bagi mereka yang telah menjalankan kepatuhan dibandingkan yang belum :)

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 01 Februari 2025 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata

Kamis, 30 Januari 2025 | 08:55 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Kenakan BMAD, Sri Mulyani: Lindungi Industri dari Impor Barang Murah

Selasa, 28 Januari 2025 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani Tegaskan Penghematan Belanja Tak Dipengaruhi Kinerja Pajak

Senin, 27 Januari 2025 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Trump Tarik AS dari Kesepakatan Pajak Global, Ini Kata Sri Mulyani

BERITA PILIHAN
Senin, 03 Februari 2025 | 18:30 WIB PMK 7/2025

Kemenkeu Terbitkan Pedoman Pemeriksaan dan Penagihan Pajak Daerah

Senin, 03 Februari 2025 | 17:30 WIB PMK 136/2024

Ada De Minimis Exclusion, Pajak Minimum Global Bisa Jadi Nol

Senin, 03 Februari 2025 | 16:45 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu Surat Keputusan Pembetulan?

Senin, 03 Februari 2025 | 16:21 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Inflasi Januari Cuma 0,76 Persen, Diskon Listrik Jadi Penyebab

Senin, 03 Februari 2025 | 16:09 WIB KOTA TANJUNGPINANG

Waduh! Pemkot Dituding Bikin Agenda Fiktif Pencetakan Buku Perda Pajak

Senin, 03 Februari 2025 | 15:30 WIB CORETAX DJP

Baru! DJP Rilis Buku Panduan Pembuatan Bukti Potong PPh Via Coretax

Senin, 03 Februari 2025 | 15:21 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ada Titipan Pesan dari Gibran ke Bahlil Soal Elpiji 3 Kg, Apa Isinya?

Senin, 03 Februari 2025 | 15:09 WIB AGENDA PAJAK

Hadapi 2025, DDTC Gelar Seminar Eksklusif di Cikarang

Senin, 03 Februari 2025 | 14:09 WIB CORETAX SYSTEM

Perlu Waktu, Coretax Belum Nyambung ke Seluruh Bank dan Kementerian

Senin, 03 Februari 2025 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Tata Ulang Lahan Kebun Sawit, Pastikan Kepatuhan Pengusaha