Ketua DPR Puan Maharani. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - DPR RI resmi menyetujui RUU tentang Perubahan Kedua Atas UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (RUU PPP).
RUU PPP direvisi oleh pemerintah dan DPR RI setelah UU Cipta Kerja dinyatakan cacat formil dan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) berdasarkan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.
"Apakah RUU PPP dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang? Setuju," ujar Ketua DPR Puan Maharani dalam pembicaraan tingkat II atas RUU tersebut, Selasa (24/5/2022).
Secara garis besar RUU PPP mengandung 19 poin perubahan. Di antaranya, perubahan penjelasan Pasal 5 huruf g mengenai asas keterbukaan, Pasal 9 tentang penanganan pengujian peraturan perundang-undangan, dan penambahan Pasal 42A yang mengatur tentang perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus.
Kemudian, perubahan Pasal 64 yang mengatur tentang rancangan peraturan perundang-undangan menggunakan metode omnibus, hingga perubahan Pasal 72 yang mengatur tentang perbaikan teknis penulisan RUU setelah RUU disetujui tapi belum disampaikan kepada presiden.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR M. Nurdin mengatakan dari total 9 fraksi yang ada di Baleg DPR, terdapat 1 fraksi yang tidak menyetujui pembahasan RUU PPP secara lebih lanjut yakni Fraksi PKS.
"Rapat kerja Baleg DPR bersama pemerintah dan DPR memutuskan untuk menyetujui hasil pembicaraan tingkat I RUU PPP untuk dilanjutkan ke pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna untuk ditetapkan sebagai undang-undang," ujar Nurdin.
Seperti diketahui, UU Cipta Kerja dinyatakan cacat formil dan inkonstitusional bersyarat oleh MK karena dibentuk dengan cara dan metode yang pasti, baku, dan standar. Selain itu, terdapat perubahan penulisan beberapa substansi setelah undang-undang tersebut disetujui oleh pemerintah dan DPR.
Dengan demikian, UU Cipta Kerja bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan sehingga bertentangan dengan UUD 1945 dan cacat formil.
Guna memberikan landasan hukum atas metode omnibus law yang digunakan oleh pemerintah pada UU Cipta Kerja, MK memerintahkan kepada pemerintah dan DPR untuk membentuk landasan hukum tentang metode omnibus law.
Untuk itu, pemerintah dan DPR diharuskan untuk melakukan perbaikan atas UU Cipta Kerja dalam waktu 2 tahun sejak putusan dibacakan. Bila tidak, UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.